Laman

Tampilkan postingan dengan label Fiqh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiqh. Tampilkan semua postingan

FIQIH RAMADHAN BAGIAN 07 DARI 07

FIQIH RAMADHAN BAGIAN 07 DARI 07



🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 18 Sya'ban 1438 H / 15 Mei 2017 M
👤 Ustadz Abu Ihsan Al-Maidany, MA
📗 Materi Tematik: Fiqih Ramadhān (Bagian 7 dari 7)
⬆ Link Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-FA-FiqihRamadhan-07
⬆ Sumber: https://youtu.be/KsGQADMs50k
~~~~~~~~~~~~~~~

*FIQIH RAMADHĀN BAGIAN 07 DARI 07*


السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Alhamdulillāhiladzī bini'matihi tatimmushshālihāt.

Di antara amalan yang bisa kita lakukan di bulan Ramadhān adalah:


*⑹ Banyak berdzikir dan berdo'a*

Bulan Ramadhān adalah waktu berdzikir dan berdo'a, ini adalah waktu berdzikir dan berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Ada satu do'a yang pasti dikabulkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla di bulan Ramadhān, dan itu terjadi bagi setiap muslim dan setiap hari.

Ada satu do'a yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla kabulkan bagi orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadhān maka jangan lewatkan Ikhwāniy fīdīn ma'āsyiral muslimin.

Banyak do'a-do'a yang perlu kita panjatkan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan tidak ada rugi dari do'a yang kita panjatkan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Diantara do'a yang perlu kita baca adalah kita minta kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla keselamatan dunia, keselamatan di akhirat. Kita mohon kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla surga, kita mohon kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla agar diselamatkan dari siksa api neraka.

Salah satu do'a yang dibaca oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah:

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِيَ الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَاىَ الَّتِي فِيهَا مَعَاشِي وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الَّتِي فِيهَا مَعَادِي وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ

_"Yā Allāh, perbaikilah bagiku agamaku sebagai pelindung urusanku dan perbaikilah bagiku duniaku yang menjadi tempat kehidupanku, perbaikilah bagiku akhiratku yang menjadi tempat kembaliku, jadikanlah ya Allāh, kehidupan ini mempunyai nilai tambah bagiku dalam segala kebaikan dan jadikanlah kematianku sebagai kebebasanku dari segala kejahatan."_

(HR Muslim nomor 2720)

⇒Ini adalah salah satu do'a yang diajarkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Di antara do'a bagi yang punya hutang dan ingin dibantu oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk melunasi hutangnya, ada sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thālib.

Suatu ketika ada seorang yang datang mengeluh (mengadu) kepada Ali bin Abi Thālib minta bantuan kepada Ali bin Abi Thālib untuk melunasi hutang-hutangnya, lalu Ali bin Abi Thālib mengajarkannya sebuah do'a yang diajarkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada beliau.

Siapa saja yang membaca do'a itu niscaya Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan membantunya untuk melunasi hutangnya.

Do'a itu adalah:

اَللَّهُمَّ اكْفِنِيْ بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِيْ بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

_"Yā Allāh cukupkanlah aku dengan rejekimu yang halal supaya aku terhindar dari perkara yang harām (rejeki yang harām) dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu supaya aku tidak meminta kepada selain-Mu."_

(HR Tirmidzi nomor 3563)

Ini do'a apabila seorang hamba membacanya niscaya Allāh akan membantunya dalam  pelunasan hutang-hutangnya.


*⑺ 'Umrah*

Diantara amalan yang juga dianjurkan di bulan Ramadhān adalah mengerjakan 'umrah bagi yang mempunyai kemampuan (rejeki) jangan lewatkan, khususnya di bulan Ramadhān.

Memang 'umrah boleh kita kerjakan di bulan-bulan yang lain namun ada satu keistimewaan (kelebihan) apabila kita lakukan itu pada bulan Ramadhān, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan,

فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً مَعِي

_"Sesungguhnya mengerjakan 'umrah di bulan Ramadhān pahalanya sama seperti melaksanakan haji bahkan seperti melaksanakan haji bersamaku."_

(Hadīts Riwayat Bukhāri nomor 1863)

Yang dimaksud "seperti melaksanakan haji bersamaku" adalah ganjaran (balasan) sama seperti pahala yang Allāh berikan kepada orang yang melaksanakan ibadah haji, hanya saja ini tidak menggugurkan kewajiban haji seseorang.

Itulah beberapa amalan-amalan yang dianjurkan kepada setiap muslim untuk tidak melewatkannya di bulan Ramadhān.

Thayyib, Ikhwāniy fīdīn ma'āsyiral  muslimin rahimani wa rahimakumullāh jami'an, itu saja mungkin yang dapat kita sampaikan.

Mudah-mudahan semua itu mengingatkan kita kembali karena siapa saja yang mendatangi sesuatu atau memasuki suatu kancah tanpa persiapan dia akan kalah, kalaulah kita dadakan masuk di bulan Ramadhān tanpa persiapan tanpa siap-siap mungkin banyak yang terlewat.

Seperti seseorang masuk ke dalam satu pertandingan (kompetisi) tanpa persiapan, masuk ke dalam medan peperangan tanpa persiapan banyak hal-hal yang akan terluput, banyak hal-hal yang akan terlewat.

Padahal sebulan itu sangat cepat, begitu masuk awal Ramadhān tiba-tiba kita sampai di akhir Ramadhān, tiba-tiba banyak amal-amal yang seharusnya kita kerjakan di bulan Ramadhān terlewat.

Banyak hal-hal yang utama yang istimewa yang apabila kita lakukan di bulan Ramadhān akan mendapat pahala yang berlipat yang terlewat begitu saja, karena kita masuk bulan Ramadhān tanpa persiapan.

Satu bulan itu sangat cepat, percayalah misalnya besok 1 Ramadhān tiba-tiba saja tanpa terasa orang-orang sudah takbiran, lewat 'itikāf, lewat shadaqah, shalāt malampun bolong-bolong, lebih parah lagi puasa pun tidak maksimal.

Demikianlah, mudah-mudahkan mengingatkan kita kembali karena kajian tentang Ramadhān ini saya yakin berulang-ulang tapi demikianlah kata pepatah kita "Lancar kaji karena diulang".

Ilmu itu semakin diulang maka akan semakin lengket dan mantap, Ikhwāniy fīdīn ma'āsyiral  muslimin rahimani wa rahimakumullāh jami'an.


سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
______________________
◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi *Donatur Rutin Program Dakwah & Sosial Cinta Sedekah*

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia
4. Operasional Dakwah & Kegiatan Sosial

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
-------------------------------------

FIQIH RAMADHAN BAGIAN 06 DARI 07

FIQIH RAMADHAN BAGIAN 06 DARI 07


🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 16 Sya'ban 1438 H / 13 Mei 2017 M
👤 Ustadz Abu Ihsan Al-Maidany, MA
📗 Materi Tematik: Fiqih Ramadhān (Bagian 6 dari 7)
⬆ Link Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AI-FiqihRamadhan-06
⬆ Sumber: https://youtu.be/KsGQADMs50k
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

*FIQIH RAMADHĀN BAGIAN 06 DARI 07*


السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Alhamdulillāhiladzī bini'matihi tatimmushshālihāt.

Ikhwāniy fīdīn, ma'āsyiral muslimin rahimani wa rahimakumullāh jami'an

Kemudian amalan berikutnya yang dianjurkan di bulan Ramadhān ini adalah:

*⑷ Banyak membaca Al Qurān*

Amalan yang dianjurkan pada bulan ini adalah banyak membaca Al Qurān, karena bulan ini adalah bulan istimewa.

Di bulan ini Allāh Subhānahu wa Ta'āla menurunkan ayat pertama dari Al Qurān.

Di bulan ini Allāh Subhānahu wa Ta'āla menurunkan Al Qurān ke langit dunia secara utuh, baru menurunkannya secara berangsur-angsur menurut kejadian.

Ayat pertama turun adalah di bulan Ramadhān.

ِ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ * وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ * لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ *

_"Sesungguhnya kami turunkan Al Qurān ini pada malam Lailatul Qadr."_

(QS Al Qadr: 1-3)

⇒Lailatul Qadr hanya ada pada bulan Ramadhān dan terjadi di bulan Ramadhān.

Ini merupakan perkara yang qath'i bahwa Al Qurān itu turun pada bulan Ramadhān, hanya saja bukan pada tanggal 17 Ramadhān.

Tidak ada tarikh yang menyebutkan tanggal itu sebagai tanggal turun pertama Al Qurān.

Bulan ini disebut juga sebagai Syahrul Qurān (bulan Al Qurān) maka perbanyaklah membaca Al Qurān. Apalagi bagi yang sudah hapal Al Qurān untuk mengulang-ulangnya atau menambah hapalan.

Dan Al Qurān kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

تَعَاهَدُوْا هَذَا الْقُرْآنَ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَلُّتًا مِنَ اْلإِبِلِ فِي عُقُلِهَا

_"Jagalah oleh kalian Al Qurān ini (dengan banyak membacanya), karena demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, ia lebih cepat hilangnya daripada unta dari tambatannya."_

(Hadīts Riwayat Bukhāri dan Muslim, lafadz milik Muslim nomor  hadīts 791)

Al Qurān lebih liar daripada unta yang lepas dari ikatannya, bila tidak diulang-ulang dia akan lari.

Maka jadikanlah bulan Ramadhān untuk mengembalikan "unta" kita yang lepas.

Mungkin 11 bulan banyak hapalan kita yang lepas, "unta" kita lepas maka cari kembali "unta" itu (ikat kembali "unta" itu) yaitu dengan cara mengulang-ulang kembali Al Qurān.

Karena bila tidak mengulang-ulang Al Qurān hapalan kita akan hilang. Apalagi yang sudah  lanjut usia di mana fungsi akal semakin lemah banyak hal-hal yang hilang dari kita.

Maka dengan mengulang-ulangnya mudah-mudahan kita dapat menpertahankan hapalan-hapalan Al Qurān kita atau menambahnya.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam selalu mengulang-ulang Al Qurān di bulan Ramadhān, dituturkan oleh'Abdullāh bin 'Abbās radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ (صحيح البخاري)

_"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah orang yang dermawan dan kedermawanan beliau akan bertambah pada bulan Ramadhān. Sebab Jibrīl mendatangi beliau pada setiap malam dalam bulan Ramadhan hingga ia berbaring, sedangkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memperdengarkan bacaan Al Qurān. Maka di saat Jibril menemuinya, pada saat itu pulalah beliau menjadi orang yang lebih cepat berbuat kebaikannya, bahkan melebihi angin yang berhembus."_

(Hadīts Riwayat Bukhāri nomor 4631 versi Fathul Bari nomor 4997)

⇒Jadi malāikat Jibrīl datang kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam di bulan Ramadhān untuk mengulang-ulang Al Qurān.

Nabi mengulang-ulang Al Qurān padahal kepada beliaulah Al Qurān itu diturunkan, apalagi kita.

Jadi kalau kita lihat keberhasilan orang-orang menghapal Al Qurān jangan dilihat berhasilnya tapi lihat prosesnya. Bagaimana dia menghapalnya, lebih-lebih lagi bagaimana dia mempertahankan hapalan itu.

Sekali lagi ikhwāniy fīdīn, jadilah kita orang yang cinta kepada Al Qurān dengan banyak mengulang-ulangi Al Qurān pada bulan Ramadhān.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

إِنَّ الَّذِي لَيْسَ فِي جَوْفِهِ شَيْءٌ مِنَ الْقُرْآنِ كَالْبَيْتِ الْخَرِبِ

_"Jiwa/hati yang tidak ada di dalamnya sedikitpun dari hapalan Al Qurān seperti rumah yang rusak."_

(Hadīts Riwayat At Tirmidzi 2913)

⇒Rumah yang rusak itu rumah yang tidak bisa dihuni.


Di antara amalan lain yang dianjurkan pada bulan Ramadhān, adalah:

*⑸ Duduk di dalam masjid hingga terbit matahari dan mengerjakan shalāt Dhuha.*

Ini salah satu amalan yang mungkin dapat kita lakukan di bulan Ramadhān, karena mungkin di bulan Ramadhān kita banyak libur dari tugas-tugas kita.

Kebiasaan ini mungkin susah kita lakukan di luar Ramadhān karena kesibukan kita, namum di dalam bulan Ramadhān kita dapat mengamalkan amalan ini.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan di dalam sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh 'Anas bin Mālik radhiyallāhu Ta'āla 'anhu:

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

_"Barangsiapa mengerjakan shalāt fajar berjama'ah di masjid kemudian duduk berdzikir mengingat Allāh Subhānahu wa Ta'āla hingga matahari terbit, lalu shalāt dua raka'at (shalāt Israq/shalāt Shuruq/shalāt Dhuha) maka seakan-akan dia mendapatkan pahala haji dan umrah sempurna, sempurna dan sempurna."_

(Hadīts Riwayat Ath Thabrani dalam Al Mu'jamul Kabir nomor 7741 dan Tirmidzi nomor 586)

Ini mungkin amalan yang bisa kita lakukan di bulan Ramadhān karena biasanya di bulan Ramadhān kita tidak banyak kesibukan.

Sebagian orang begitu selesai shalāt Shubuh, yang dilakukan yang terpikir adalah tidur lagi.

Padahal tidur pagi yang pertama adalah makruh, yang kedua mudharat bagi kesehatan, yang ketiga kita kehilangan berkah pada waktu Nabi mendo'akan umatnya.

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا

_"Yā Allāh, berkahilah umatku di pagi hari."_

(Hadīts Riwayat Abū Dāwūd nomor 2606)

Mudah-mudahan di bulan Ramadhān kalau kita mengamalkan amalan ini kita terhindar dari kebiasaan buruk yaitu tidur pagi.


سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_________________________
◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi *Donatur Rutin Program Dakwah & Sosial Cinta Sedekah*

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia
4. Operasional Dakwah & Kegiatan Sosial

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
----------------------------------------

FIQIH RAMADHAN BAGIAN 05 DARI 07

FIQIH RAMADHAN BAGIAN 05 DARI 07



🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 15 Sya'ban 1438 H / 12 Mei 2017 M
👤 Ustadz Abu Ihsan Al-Maidany, MA
📗 Materi Tematik: Fiqih Ramadhān (Bagian 5 dari 7)
⬆ Link Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AI-FiqihRamadhan-05
⬆ Sumber: https://youtu.be/KsGQADMs50k
~~~~~~~~~~~~~~~~~

*FIQIH RAMADHAN BAGIAN 05 DARI 07*


السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Alhamdulillāhiladzī bini'matihi tatimmushshālihāt.

Ikhwāniy fīdīn, ma'āsyiral muslimin rahimani wa rahimakumullāh jami'an

Beberapa ibadah-ibadah yang dianjurkan di bulan Ramadhān, selain ibadah puasa yang tentunya wajib adalah:

*② 'Itikāf*

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak melewatkan Ramadhān tanpa 'itikāf, biasanya beliau ber'itikāf 10 hari terakhir.

Beliau pernah ber'itikāf 20 hari khususnya 10 hari terakhir pada bulan Ramadhān. Kalaulah kita tidak mampu di 10 hari minimal 1 hari, karena 'itikāf itu minimalnya adalah sehari semalam.

Tidak ada 'itikāf setengah hari, sebagaimana tidak ada puasa setengah hari. Puasa yang syar'i adalah puasa dari terbit fajar sampai terbenam matahari.

Demikian pula 'itikāf jadi keliru sebagian orang yang ingin 'itikāf, masuk masjid beberapa saat kemudian membaca:

"Nawaitul 'itikāf fīhadzal masjid lillahi ta'āla."

Kemudian beberapa saat keluar dan dianggap 'itikāf. Ini namanya bukan 'itikāf secara syar'i tetapi 'itikāf secara bahasa.

Karena Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ber'itikāf minimal 24 jam.

⇒Beliau masuk ke tempat 'itikāf setelah shalāt shubuh dan beliau baru keluar setelah shalat shubuh berikutnya, atau 10 hari kemudian setelah shalāt Shubuh.

⇒Beliau masuk setelah shalāt maghrib dan baru keluar 10 hari kemudian setelah shalāt maghrib.

Jadi minimal 'itikāf itu 24 jam, masuk maghrib keluar maghrib, masuk shubuh keluar shubuh.

⇒Syarat 'itikāf adalah puasa. Pendapat yang rājih tidak ada 'itikāf tanpa puasa.

Jadi anggapan sebagian orang yang masuk beberapa saat ke dalam masjid kemudian keluar lagi sudah dianggap 'itikāf ini adalah pendapat yang keliru, tidak pernah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengamalkan seperti itu.

Oleh karena itu 'Ummar bin Khaththāb menunaikan nadzar 'itikāfnya di masjidil Harām dengan berpuasa dan melakukan 'itikāf 3 hari. Jadi tidak ada 'itikāf setengah hari.


*⑶ Shadaqah*

Diantara amalan lain yang dianjurkan di bulan Ramadhān adalah shadaqah.

Bulan Ramadhān banyak dijadikan sebagai bulan untuk mengeluarkan zakāt, karena lebih mudah untuk menghitung haulnya.

Satu haul dari Ramadhān ke Ramadhān, karena lebih mudah diingat, adapun kalau acuannya adalah bulan yang lain mungkin akan terlewat atau kita lupa.

Tidak mengapa menjadikan bulan Ramadhān sebagai acuan mengeluarkan zakāt, walaupun kita katakan tidak ada kekhususan bahwa mengeluarkan zakāt itu harus di bulan Ramadhān.

Namun banyak hal-hal yang menolong kita untuk ringan bershadaqah. Tidak lupa mengeluarkan zakāt pada bulan yang mulia ini, karena bulan Ramadhān ini seperti ada baiknya.

Semanggat untuk beribadah, semanggat untuk berbuat kebaikan, penyakit kikir, bakhil, pelitpun agak berkurang. Maka ringan kita untuk bershadaqah di bulan Ramadhān ini.

Maka bulan Ramadhān adalah bulan yang tepat untuk kita bershadaqah.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah orang yang dermawan, dan kedermawanan beliau semakin bertambah tatkala bulan Ramadhān.

Jadi meningkatnya gairah untuk bershadaqah di bulan Ramadhān itu bukanlah suatu yang tercela, bahkan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mencontohkan seperti itu.

Kebaikan-kebaikan yang beliau lakukan pada bulan Ramadhān itu melebihi angin yang berhembus.

Ibnu Hajar rahimahullāh mengatakan di dalam Kitāb Fathul Bāri':

"Maksud kedermawan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di bulan Ramadhān ini lebih cepat daripada angin yang berhembus."

"Ini adalah satu istilah yang digunakan oleh orang-orang Arab tentang kesinambungan sebuah amal yang membawa kebaikan dan juga isyarat kepada kegunaan dan manfaat-manfaat kedermawanan sebagaimana hembusan angin yang meluas keseluruh penjuru yang dicapainya."

Didalam riwayat Ahmad ada tambahan yaitu:

لَا يُسْأَلُ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ

_"(Pada bulan Ramadhān) tidaklah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam diminta sesuatu melainkan beliau akan memberinya."_

(HR Ahmad nomor 1938)

==>  setiap kali beliau diminta sesuatu pasti beliau memberinya.

Tambahan ini adalah tambahan yang shahīh yang diriwayatkan oleh Jābir bin Abdillāh radhiyallāhu Ta'āla 'anhu.

Demikian ikhwāniy fīdīn, ma'āsyiral muslimin rahimani wa rahimakumullāh jami'an

Jadi bulan Ramadhān adalah bulan bershaqadah. Ada bentuk-bentuk shadaqah yang bisa kita lakukan dan banyak dilakukan oleh manusia pada bulan Ramadhān.

Diantaranya, adalah:

_√ Memberi makan_

Maksudnya memberi makan saat berbuka puasa (ta'jil, ifthar dan sejenisnya).

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan dalam sebuah hadīts yang shahīh:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

_"Barangsiapa yang menyediakan makanan bagi orang yang berpuasa niscaya dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa tanpa dikurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun."_

(Hadīts Riwayat Tirmidzi nomor 807, Ibnu Mājah nomor 1746, Ahmad 5/192 dari Zaid bin Khalid Al Juhani)

Dalam riwayat yang lain Salman Alfarisi radhiyallāhu Ta'āla 'anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

وَمَنْ فَطَّرَ فِيْهِ صَائِمًا كَانَ مَغْفِرَةً لِذُنُوْبِهِ وَ عِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ النَّارِ.

_"Barangsiapa yang menyediakan makanan berbuka bagi orang yang berpuasa niscaya amalan tersebut akan menjadi penghapus dosa-dosanya dan membebaskan dirinya dari api neraka."_

Para shahābat bertanya:

قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، لَيْسَ كُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفَطِّرُ الصَّائِمَ ؟

_"Wahai Rasūlullāh, tidak semua orang mampu menyediakan makanan berbuka bagi orang yang berpuasa?"_

Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

يُعْطِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَذَا الثَّوَابَ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا عَلَى مَذْقَةِ لَبَنٍ أَوْ تَمْرَةٍ أَوْ شَرْبَةِ مَاءٍ ، وَمَنْ أَشْبَعَ صَائِمًا سَقَاهُ اللَّهُ مِنْ حَوْضِي شَرْبَةً لا يَظْمَأُ حَتَّى يَدْخُلَ الْجَنَّةَ

_"Pahala ini Allāh berikan kepada siapa saja yang menyediakan makanan bagi orang yang berbuka meskipun berupa susu bercampur air, kurma atau seteguk air. Barangsiapa memberikan seteguk air bagi orang yang berbuka puasa niscaya Allāh akan memberinya minum seteguk air dari telagaku dan dia tidak akan dahaga selamanya hingga dia masuk kedalam Surga."_

Jadi adalah salah satu bentuk shadaqah yang bisa kita keluarkan di bulan Ramadhān adalah memberikan makanan bagi orang yang berbuka.

Jadi di masjid-masjid biasanya ada daftar tak'jil maka janganlah kita merasa rendah diri atau malu, segan, sungkan karena yang kita berikan tidak seberapa. Nabi mengatakan walaupun dengan seteguk air, bila itu yang bisa kita berikan kita akan mendapatkan keutamaan tersebut.

Maka dari itu 'Abdullāh bin Ummar radhiyallāhu Ta'āla 'anhu beliau apabila berpuasa tidak pernah berbuka sendirian.

Beliau mencari orang lain untuk berbuka puasa bersama.

Walaupun orang yang berbuka itu saling memberi satu sama lainnya, karena di sini yang dinilai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah apa yang kita persembahkan (apa yang kita berikan) lillāhi Ta'āla.


سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_________________________
◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi *Donatur Rutin Program Dakwah & Sosial Cinta Sedekah*

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia
4. Operasional Dakwah & Kegiatan Sosial

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
----------------------------------------

FIQIH RAMADHAN BAGIAN 04 DARI 07

FIQIH RAMADHAN BAGIAN 04 DARI 07


🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 14 Sya'ban 1438 H / 11 Mei 2017 M
👤 Ustadz Abu Ihsan Al-Maidany, MA
📗 Materi Tematik: Fiqih Ramadhān (Bagian 4 dari 7)
⬆ Link Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AI-FiqihRamadhan-04
⬆ Sumber: https://youtu.be/KsGQADMs50k
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

*FIQIH RAMADHAN BAGIAN 04 DARI 07*


السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Alhamdulillāhiladzī bini'matihi tatimmushshālihāt.

Ikhwāniy fīdīn, ma'āsyiral  muslimin rahimani wa rahimakumullāh jami'an

Beberapa ibadah-ibadah yang dianjurkan di bulan Ramadhān.


*⑴ Di malam hari bulan Ramadhān kita dianjurkan untuk melakukan shalāt malam (shalāt Tarawih)*

Dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

_"Barangsiapa yang mengerjakan qiyam Ramadhān (qiyamul lail) pada bulan Ramadhān karena imān dan mengharapkan pahala niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."_

(Hadīts Riwayat Bukhāri nomor 37 dan Muslim nomor 75)

⇒Ini adalah salah satu amal yang sangat dianjurkan di bulan Ramadhān.

Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan berkaitan dengan ibadah shalāt Tarawih ini.

Diantaranya:

_Jumlah raka'at shalāt Tarawih_

Kita tidak perlu bertengkar mengenai jumlah raka'at shalāt Tarawih ini, karena disini ada dua pendapat.

⇛Ada yang membatasi hanya 11 raka'at (pendapat sebagian ulamā).

⇛Ada yang berpendapat bahwa shalāt Tarawih dan shalāt malam tidak dibatasi raka'atnya.

Masing-masing berdalīl dengan dalīl-dalīlnya, seperti:

⑴ Membatasi 11 raka'at

Yang membatasi dengan 11 raka'at, mereka berdalīl dengan perkataan 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā, bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah mengerjakan shalāt malam baik di bulan Ramadhān ataupun di luar Ramadhān lebih dari 11 raka'at.

⇛Itu hadīts 'Āisyah, ini dipegang sebagai dalīl oleh orang-orang yang membatasinya dengan 11 raka'at.

⑵ Tidak terikat jumlah rakat raka'at

Bagi yang berpendapat shalāt Tarawih itu bebas tidak terikat dan dibatasi dengan jumlah raka'at tertentu, mereka berdalīl dengan sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang shahih di dalam Bukhāri dan Muslim.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

صَلَاةُ اللَّيلِ مَثْنَى مَثْنَى

_"Shalāt malam itu dua raka'at-dua raka'at."_

Perkataan Nabi ini ashbabul wurudnya (sebab Nabi mengatakan itu) adalah ketika Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ditanya tentang shalāt malam.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan, "Shalāt malam itu dua raka'at-dua raka'at".

Orang ini bertanya tentang shalāt malam dan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menjawab tentang raka'atnya, yaitu shalāt Tarawih dua raka'at-dua raka'at.

Jika kamu khawatir datang waktu fajar, maka hendaklah kamu berwitir satu raka'at.

⇛Ini dijadikan dalīl oleh sebagian ulamā bahwa shalāt malam itu termasuk di dalamnya shalāt Tarawih tidak dibatasi jumlah raka'atnya.

Oleh karena itu riwayat-riwayat dari para ulamā ada yang menyebutkan bahwa,

- Imām Mālik mengerjakannya 30 raka'at, 40 raka'at.

-  Imām Syāfi'i mengerjakannya 20 raka'at.

Jadi tidak perlu saling mencela di dalam bab ini dan tidak perlu kita menyindir atau memburuk-burukkan pendapat yang lain, atau saling menyesatkan satu sama lainnya. Sehingga di bulan Ramadhān, kita justru menghibāhi orang lain karena masalah ini.

Jadi silahkan tidak perlu saling mencela, bagi yang berpendapat 11 raka'at maka kerjakanlah 11 raka'at, dan bagi yang berpendapat lebih dari itu silahkan kerjakan lebih dari itu yang penting shalāt malam itu dikerjakan dengan cara yang benar.

Yang berpendapat lebih dari 11 raka'at janganlah shalāt nya seperti shalāt pathuk ayam tanpa tuma'ninah, ini salah!

Kita menyalahkannya bukan karena jumlah raka'atnya tetapi karena kaifiyat shalātnya, yaitu tidak disertai tuma'ninah.

Padahal tuma'ninah adalah rukun shalāt, kalau ditinggalkan maka tidak sah shalātnya.

Nabi menyuruh seseorang yang buruk shalātnya untuk shalāt berulang-ulang karena dia meninggalkan tuma'ninah.

Jadi yang berpendapat lebih dari 11 raka'at silahkan kerjakan, mau 20 raka'at, 30 raka'at mau tidak dihitung juga tidak mengapa, asalkan dikerjakan dengan kaifiyat yang benar.

Kemudian yang 11 raka'at juga, janganlah 11 raka'at yang dibaca surat-surat pendek sehingga 11 rakat raka'at 15 menit selesai.

Ada orang memilih pendapat 11 raka'at karena lebih cepat selesainya, karena sebaik-baik shalāt malam adalah yang panjang berdirinya, yang lama berdirinya, yaitu yang panjang bacaannya.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam 11 raka'at sampai waktu fajar karena yang dibaca surat-surat  yang panjang, sehingga 11 Raka'at itu sudah mendekati waktu fajar.

Jadi apabila kita mengerjakan 11 raka'at maka kerjakanlah dengan baik, karena para salaf dahulu mereka membaca sekitar 100 ayat lebih.

Nabi membaca surat Al Baqarah, selesai Al Baqarah tidak ruku' melainkan lanjut ke surat An Nisā', setelah An Nisā' tidak ruku' tetapi melanjutkan surat Al 'Imrān. Bayangkan berapa lama beliau berdiri.

Kita di bulan Ramadhān, ketika imām membaca surat agak panjang sudah kesel. Padahal untuk shalāt malam ini kita tidak perlu kesel terhadap imāmnya kalau imām membaca surat yang panjang.

Shalāt Tarawih ini adalah shalāt sunnah artinya kalaupun kita berpaling tidak akan jadi masalah dan kalau kita tidak tahan berdiri silahkan duduk.

Apabila kita merasa bacaan imām panjang dan kita merasa tidak kuat berdiri lama, maka silahkan duduk dan apabila mampu berdiri, silahkan berdiri lagi, ini lebih lapang sifatnya daripada shalāt-shalāt wajib.

Jangan kita jengkel terhadap imāmnya sehingga shalāt kita menjadi tidak ikhlās.

Lebih-lebih lagi di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhān, di mana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam membangunkan keluarga beliau, mengencangkan ikat sarung beliau dan menghidupkan malamnya dengan shalāt berjama'ah.

Beliau mengerjakan shalāt mulai dari tengah malam sampai menjelang waktu sahur. Beliau menghidupkan malamnya dengan ibadah.


سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_________________________
◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi *Donatur Rutin Program Dakwah & Sosial Cinta Sedekah*

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia
4. Operasional Dakwah & Kegiatan Sosial

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
----------------------------------------

FIQIH RAMADHAN BAGIAN 03 DARI 07

FIQIH RAMADHAN BAGIAN 03 DARI 07

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 13 Sya'ban 1438 H / 10 Mei 2017 M
👤 Ustadz Abu Ihsan Al-Maidany, MA
📗 Materi Tematik: Fiqih Ramadhān (Bagian 3 dari 7)
⬆ Link Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AI-FiqihRamadhan-03
⬆ Sumber: https://youtu.be/KsGQADMs50k
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

*FIQIH RAMADHĀN BAGIAN 03 DARI 07*


السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Alhamdulillāhiladzī bini'matihi tatimmushshālihāt.

Kemudian perkara berikutnya adalah perkara-perkara yang dapat merusak ibadah puasa kita. Yang dapat merusak bukan berarti membatalkan.

Yang membatalkan puasa, seperti; makan, minum, berjima' (bersetubuh dengan istri disiang hari), dan beberapa pembatal-pembatal puasa.

Di sana ada perkara-perkara yang dianggap sebagian orang itu boleh tapi sebenarnya itu semua dapat merusak ibadah puasanya.

Diantaranya, adalah:


*⑴ Tidak menahan lisannya dari dusta, ghībah dan namimah.*

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan di dalam hadītsnya.

Dari Abū Hurairah, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلُ الزُّوْرِ وَالعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ عَزَّوَجَلَّ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

_"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta sewaktu berpuasa maka Allāh tidak menerima puasanya meskipun dia telah meninggalkan makan dan minumnya."_

(Hadīts Riwayat Bukhāri 4/99)

⇒Ini merupakan ancaman bagi orang yang berpuasa.

Sama seperti orang yang shalāt diancam juga:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ* الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

_"Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya."_

(QS Al Mā'ūn: 4-5)

Bukan karena tidak shalāt atau batal shalātnya, akan tetapi karena mereka lalai didalam shalātnya.

Demikian pula orang yang berpuasa, Allāh ancam mereka. Bukan karena mereka tidak berpuasa tetapi mereka melakukan hal-hal yang tercela saat beribadah (saat berpuasa).

Sama seperti orang yang shalāt tetapi hatinya lalai, anggota tubuhnya tidak khusyu', pikirannya entah kemana. Terkadang diapun tidak tahu apa yang dia baca. Orang ini shalāt (shalāt badannya) tetapi tidak shalāt hatinya, tidak shalāt jiwanya, tidak shalāt ruhnya.

Demikian juga orang yang berpuasa, banyak orang berpuasa akan tetapi hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالْعَطَشُ

_"Beberapa banyak orang-orang yang berpuasa tapi hanya mendapatkan lapar dan dahaga dari ibadah puasanya."_

(Hadīts Riwayata  Ibnu Mājah 1/539, Darimi 2/211, Ahmad 2/441,373, Baihaqi 4/270 dari jalan Said Al-Maqbari dari Abū Hurairah. Sanadnya shahīh)

Tentunya kita tidak ingin, ibadah puasa kita itu seperti ini, yaitu kita tidak dapat apa-apa kecuali lapar dan dahaga.

Demikian juga Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan.

Dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فَقَطْ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ وَجَهِلَ عَلَيْكَ فَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ

_"Puasa itu bukan hanya menahan diri dari makan dan minum namun juga menahan diri dari perbuatan sia-sia dan keji."_

(Hadīts Riwayat Ibnu Khuzaimah 1996, Al Hakim 1/430-431, sanadnya shahīh)

Jadi lisān dari perkataan dan perbuatan keji. Maka ibadah puasa itu harus bisa menjadi ajang latihan untuk memanage lisān kita, menahan dan mengekang lisān kita. Ini adalah anggota tubuh yang sulit untuk dikekang, sulit untuk dikendalikan.

Saya yakin, setiap orang pasti sedikit dari kata-katanya itu yang betul-betul dia pikirkan. Kebanyakan kata-kata yang keluar dari lisān kita itu adalah kata-kata yang tidak kita saring, tidak kita pikirkan sebelum kita mengeluarkannya.

Padahal kita tahu bahwasanya:

 مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

_"Tidak ada satu hurufpun yang keluar dari lisān kita melainkan semua tercatat."_

==> tercatat oleh malāikat-malāikat yang mengawas lagi mencatat.

Seperti itulah memang, lidah tidak bertulang, sangat elastis. Itulah hikmah penciptaan lisān ini tidak bertulang karena kalau bertulang susah untuk digerakan.

Sadarkah kita bahwa banyak nikmat hidup itu karena kita punya lisān.

Tapi lisān ini bisa menjadi sumber malapetaka, apabila tidak digunakan semestinya.

Maka pada bulan puasa itu, lisān kita latih untuk menahan selera dari berbagai macam kelezatan makanan dan minuman dan dilatih juga untuk tidak bicara kecuali yang baik.

Ketika kita ingin mencaci seseorang, membalas cacian seseorang, kita sadar kita  sedang berpuasa.

Nabi mengatakan:

فَإِنْ شَابَكَ أِحَدٌ أَوْ جَهَلَ عَلَيْكَ فَقُلْ : إِنّي صَا ئِمٌ، إِنِّي صَاءِمٌ

_Jika ada orang yang memakimu atau berbuat jāhil terhadapmu, katakanlah, "Aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa."_

(Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah 1996, Al Hakim 1/430-431, sanadnya SHAHIH)

Ibnu Hajar Asqalani mengatakan:

_Perkataan Nabi "َقُلْ " (katakanlah), ini bukan hanya perkataan hati tetapi perkataan lisān supaya didengar dengan telingga, supaya kita sadar dan menyadarkan diri kita bahwa kita sedang berpuasa._

Demikian, ikhwāniy fīdīn ma'āsyiral muslimin.

Jadi kita katakan:

 إِنِّي صَائِمٌ, إِنِّي صَائِمٌ

Tujuannya adalah untuk menyabarkan diri kita, untuk menenangkan jiwa dan hati kita yang terkadang ingin marah.

Tergelincirnya kita dalam cacian, makian, kata-kata yang tidak senonoh (keji) karena ingin membalas.

Tanpa ada sebab mungkin kita tidak akan mencaci orang lain, kecuali orang yang sakit jiwa, tidak ada sebab mencaci orang lain.

Kadang-kadang kita ingin mencaci orang lain karena orang lain itu berbuat jāhil atau memaki kita, barulah kita balas.

Maka ketika kita berpuasa, kita dilatih untuk menahan diri, mengendalikan lisān kita.


*⑵ Melakukan perbuatan yang sia-sia, perbuatan jāhil, usil, bercanda yang melewati batas.*

Maka ketika kita berpuasa berlatihlah untuk mengurangi hal-hal yang memang pada dasarnya mungkin mubah tapi bedanya dengan perkara yang makruh dan harām itu hanya benang tipis. Sedikit saja kita bisa tergelincir kepada yang makruh bahkan yang harām.

Misalnya:

Bercanda perkara-perkara jāhil, perkara-perkara yang sia-sia.

Oleh karena itu hendaknya kita menjaga diri selama bulan Ramadhān, karena bulan Ramadhān merupakan bulan latihan.


*⑶ Dosa mata.*

Mata merupakan panah iblīs, tergantung kemana kita panahkan (tembakan) anak panah kita, itulah sasarannya.

Ghaddul bashar (menundukan pandangan) sangatlah berat apalagi di zaman sekarang. Ketika kita keluar melihat ke bawah salah, ke kanan salah ke kiri salah.

Memang pandangan pertama tidak apa-apa, tapi yang kedua, ketiga dan seterusnya ini yang jadi masalah.

Maka di dalam bulan Ramadhān itu kita melatih diri terutama dalam hal ghaddul bashar (menjaga pandangan kita).

Maka salah satu solusinya adalah di bulan Ramadhān jangan terlalu banyak keluar rumah (keluyuran), kita harus membatasi diri karena kita sedang berpuasa.

Mudah-mudahan lepas bulan Ramadhān kita juga dapat mempertahankan hal positif tersebut, karena bulan Ramadhān adalah bulan untuk mengupgrade keimānan kita.

Kalau tidak terupgrade juga di bulan Ramadhān, mungkinkah kita mengupgradenya, menaikan kwalitas imān kita di bulan-bulan lainnya?

Padahal kita tahu di bulan-bulan yang lain kita lepas kontrol karena ada saja alasan untuk melakukan hal-hal tersebut. Namun di bulan Ramadhān minimal kita ada muncul rasa malu kita, rasa malu kita naik.

Seperti kita datang ke majelis 'ilmu. Di majelis 'ilmu naik imān kita seolah-olah surga dan neraka ada di hadapan mata kita. Wajar!

Karena kalau di tempat ini (majelis 'ilmu) tidak naik imān kita maka itu terlalu.

Begitu kita keluar majelis 'ilmu lupa lagi.

Itulah salah satu alasan kita dituntut terus menuntut ilmu walaupun materinya berulang-ulang karena kita menuntut ilmu saja banyak yang lupa dan ini sering terjadi.

Ikhwāniy fīdīn ma'āsyiral muslimin rahimani wa rahimakumullāh.

Jadi di bulan Ramadhān ini adalah bulan dimana kita menaikan (meningkatkan) kualitas imān kita.


سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_________________________
◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi *Donatur Rutin Program Dakwah & Sosial Cinta Sedekah*

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia
4. Operasional Dakwah & Kegiatan Sosial

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
----------------------------------------

FIQIH RAMADHAN BAGIAN 02 DARI 07

FIQIH RAMADHAN BAGIAN 02 DARI 07


🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 12 Sya'ban 1438 H / 09 Mei 2017 M
👤 Ustadz Abu Ihsan Al-Maidany, MA
📗 Materi Tematik: Fiqih Ramadhān (Bagian 2 dari 7)
⬆ Link Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AI-FiqihRamadhan-02
⬆ Sumber: https://youtu.be/KsGQADMs50k
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

*FIQIH RAMADHĀN BAGIAN 02 DARI 07*


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته


Kemudian, Ikhwāniy fīddīn ma'āsyiral  muslimin.

Kita membicarakan beberapa hal yang berkaitan dengan puasa dan beberapa amalan-amalan di bulan Ramadhān.

Seperti:

⑴ Shalāt malam (para ulamā menyebutnya dengan shalāt Tarawih).
⑵ 'Itikāf
⑶ Beberapa amalan yang dianjurkan di bulan Ramadhān

Semua amalan-amalan itu sifatnya sunnah mu'aqad, tidak wajib memang tetapi dianjurkan.

Rugi apabila kita melewatkannya sementara kita punya kemampuan untuk mengerjakannya.

Beberapa hal yang akan kita bahas, adalah mengenai:


◆ Hukum melakukan onani saat berpuasa

Ini kadang-kadang bisa menjadi subhat bagi sebagian orang,

√ Mereka mengira tidak membatalkan puasa.
√ Mereka mengira perbuatan ini bukan harām (ada sebagian memiliki pendapat ini).

Kita akan menjelaskan pendapat yang rajīh berkaitan dengan masalah ini.

Imām Syāfi'i rahimahullāh dan ulamā lainnya sepakat mengharāmkan istimnā (onani). Mereka berdalīl dengan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam surat Al Mu'minun ayat 5 sampai 6.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  mengatakan:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ*إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ*

_"Dan orang-orang yang menjaga kemaluan-kemaluan mereka kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba-hamba yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam keadaan tidak tercela."_

Imām Syāfi'i mengatakan:

_Perbuatan onani ini telah keluar dari dua perkara yang disebutkan dalam ayat diatas, dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla melanjutkan firman-Nya:_

فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

_"Barangsiapa yang mencari jalan selain itu maka mereka itulah orang-orang yang 'ādūn (orang-orang yang melampaui batas/zhālim)."_

(QS Al Mu'minūn: 7)

Dalam Kitāb Al Um, bab An Nikah, hukum istimnā, Imām Syāfi'i mengatakan tentang firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam surat Al Mu'minun ayat 5 sampai 7 yang kita bacakan tadi.

Beliau mengatakan:

_Kami telah menjelaskan tentang sifat mereka (yaitu) sifat orang-orang yang berimān. Mereka memelihara kemaluan mereka kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba-hamba sahaya yang mereka miliki dan harām hukumnya untuk selain dari yang kedua itu._

_Serta kami telah menjelaskan bahwa keduanya berasal dari bangsa manusia bukan dari golongan hewan._

_Kemudian Allāh Subhānahu wa Ta'āla menegaskan:_

_"Istri-istri mereka dan hamba-hamba sahaya (manusia)."_

_Kemudian Allāh Subhānahu wa Ta'āla menegaskan:_

_"Barangsiapa yang mencari jalan selain itu, di dalam menyalurkan syahwatnya, maka mereka itulah orang-orang yang 'ādūn (orang-orang yang melampaui batas)."_

_Maka kesimpulannya (kata beliau) tidak dibolehkan melakukan jima' kecuali dengan istri atau hamba wanita yang dimiliki dan juga tidak dibolehkan melakukan istimnā (onani)._

Jadi perbuatan itu adalah perbuatan yang diharāmkan berdasarkan kesepakatan para ulamā.

Perhatikan juga perkataan Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullāh Ta'āla. Beliau mengatakan:

_"Apatah lagi jumhūr ulamā atau mayoritas ulamā menegaskan keharāman onani ini secara mutlak."_

_"Pendapat ini merupakan salah satu pendapat dalam madzhab Ahmad dan pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu 'Uqaim dalam kitāb Al Mufradat."_

_"Dan pendapat yang mashyur dari Imām Ahmad menyatakan bahwa harām hukumnya kecuali jika dikhawatirkan seseorang itu jatuh ke dalam perbuatan dosa yang lebih besar yaitu zina."_

Jadi menurut pendapat Imām Syāfi'i dan Imām Ahmad perbuatan ini adalah perbuatan yang harām.

Jadi bukan perkara mubah apalagi dilakukan di bulan Ramadhān, lebih keji lagi apabila hal tersebut dilakukan di bulan Ramadhān.

Kita tahu bahwa orang yang berjima' di siang hari pada bulan Ramadhān dia tidak cukup hanya dengan mengqadha puasanya tetapi dia kena kafarah.

Adapun mengenai batal atau tidaknya puasanya karena melakukan onani ini, dalam masalah ini para ulamā berbeda pendapat.

Kita tidak menampik adanya perbedaan pendapat dikalangan ulamā di dalam masalah ini.

Kalau kita ikuti perbedaan pendapat para ulamā di dalam masalah-masalah fiqih, setiap perkara "fihi qaulan", didalamnya pasti ada dua pendapat. Ada yang boleh dan ada tidak boleh. Itu wajar.

Namun kita harus mencari pendapat yang lebih mendekati kebenaran di dalam setiap masalah.

Kita tidak boleh melakukan talqiq yaitu memilah milih pendapat ulamā sesuai dengan selera hawa nafsu kita. Itu tidak dibolehkan!

Maka disini kita lihat pendapat-pendapat para ulamā beserta dalīlnya.

Kita tegaskan mengenai hukum onani itu sendiri adalah harām.

Orang yang melakukannya di siang hari di bulan Ramadhān batalkah puasanya?

⇒Menurut pendapat yang rājih, puasanya batal.

Syaikh Muhammad bin Shālih Utsaimin pernah ditanya tentang seseorang yang sengaja mengeluarkan maninya pada siang hari di bulan Ramadhān, apakah akibat atas perbuatannya itu batal puasanya atau tidak?

Beliau menjawab ada 4 akibat dari orang yang melakukannya, yaitu:

① Puasanya pada hari itu dianggap batal.

② Dia wajib melanjutkan puasa itu hingga matahari terbenam (artinya) orang yang melakukannya batal puasanya akan tetapi dia terus melanjutkan puasanya sampai matahari terbenam.

③ Dia wajib mengqadha puasanya hari itu sebelum tiba Ramadhān berikutnya.

④ Dia wajib segera bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla atas dosa yang dia lakukan itu, karena dia telah berbuat maksiat (durhaka) kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan merusak puasanya dan dia telah mencemari kehormatan bulan Ramadhān, karena dia telah melakukan perbuatan yang mungkar pada saat-saat penuh keutamaan dan menodai kehormatan dan kemuliaan bulan Ramadhān.

Ikhwāniy fīddīn, ma'āsyiral muslimin rahimani wa rahimakumullāh jami'an

Jadi, perkara pertama yang harus kita ketahui adalah hukum melakukan onani ini, perbuatan yang sebenarnya diharāmkan.

Akibatnya (konsekuensinya) tidaklah ringan.

Jadi bagi yang mempunyai kebiasaan buruk seperti itu hendaknya meninggalkannya. Bukan karena bulan Ramadhān saja karena perbuatan itu perbuatan yang diharāmkan, lebih-lebih lagi apabila itu terjadi di bulan Ramadhān.

Mudah-mudahan bulan Ramadhān tersebut dapat merubah perilakunya yang buruk itu.

Itu yang pertama, ikhwāniy fīddīn ma'āsyiral  muslimin rahimani wa rahimakumullāh jami'an.


سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_________________________
◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi *Donatur Rutin Program Dakwah & Sosial Cinta Sedekah*

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia
4. Operasional Dakwah & Kegiatan Sosial

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
----------------------------------------

FIQIH RAMADHAN BAGIAN 01 DARI 07

FIQIH RAMADHAN BAGIAN 01 DARI 07

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 11 Sya'ban 1438 H / 08 Mei 2017 M
👤 Ustadz Abu Ihsan Al-Maidany, MA
📗 Materi Tematik: Fiqih Ramadhān (Bagian 1 dari 7)
⬆ Link Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AI-FiqihRamadhan-01
⬆ Sumber: https://youtu.be/KsGQADMs50k
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

*FIQIH RAMADHĀN BAGIAN 01 DARI 07*


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته


Alhamdulillāhiladzī bini'matihi tatimmushshālihāt.

Ikhwāniy fīddīn, ma'āsyiral muslimin rahimani wa rahimakumullāh.

Tanpa terasa kita sudah hampir sampai dan bertemu kembali dengan bulan Ramadhān.

Sepertinya Ramadhān kemarin baru saja kita tinggalkan. Masih teringat kita shalāt tawarih, buka bersama, sahur.

Sekarang dihadapan kita sudah menanti bulan Ramadhān.

Mudah-mudahan Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyampaikan kita kepada bulan Ramadhān dan ini adalah nikmat dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Mungkin disana saudara-saudara kita yang Iebih dahulu mendahului kita tidak berkesempatan lagi bertemu dengan bulan Ramadhān.

Mudah-mudahan (in syā Allāh) Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyampaikan kita ke bulan Ramadhān, bertemu lagi dengan bulan Ramadhān yang penuh berkah dan penuh dengan kebaikan serta penuh dengan keutamaan.

Satu bulan yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla pilih dari bulan-bulan yang ada.

Ada 12 bulan dalam satu tahun Allāh Subhānahu wa Ta'āla berikan kepada kita dan Allāh pilih satu bulan dari 12 bulan itu, bulan yang penuh dengan keutamaan, bulan yang sangat spesial (istimewa) berbeda dengan bulan-bulan lainnya.

Maka kita juga harus memperlakukannya dengan istimewa. Ibarat tamu istimewa yang datang mengunjungi kita, kitapun memberikan pelayanan yang terbaik, khidmat yang terbaik untuk tamu istimewa tersebut.

Seperti Itulah bulan Ramadhān yang datangnya satu tahun sekali. Rugi kalau kita lewatkan begitu saja.

Maka sungguh sangat merugi orang-orang yang diberi kesempatan bertemu dengan bulan Ramadhān tetapi tidak dia manfaatkan sebaik-baiknya, sehingga bulan Ramadhān Berlalu begitu saja tanpa makna.

Ini adalah orang yang sangat rugi.

وَالْعَصْرِ * إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ *

Dan dia betul-betul kena ayat itu. Allāh Subhānahu wa Ta'āla beri baginya bulan Ramadhān tapi dia lewatkan begitu saja.

√ Tanpa mendapatkan maghfirah dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
√ Tanpa mendapatkan keutamaan dibebaskan dari api neraka.
√ Tanpa mendapatkan segudang keutamaan yang dijanjikan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla  di bulan Ramadhān.

Seperti:

⇒Dibukakan pintu-pintu surga
⇒Ditutupnya pintu-pintu neraka
⇒Dikabulkannya do'a-doa
⇒Dan banyak lagi keutamaan-keutamaan yang lainnya.

Pada kesempatan kali ini kita gunakan waktu kita untuk sedikit memperdalam beberapa hal yang berkaitan dengan bulan Ramadhān (fiqih Ramadhān) karena kita tidak hanya membahas masalah puasa.

Salah satu ibadah yang wajib di bulan Ramadhān adalah ibadah puasa (shaum). Maka terlalu kalau bulan Ramadhān (bulan puasa) seharusnya shaum tapi dia tidak berpuasa, sebagian orang ada seruannya:

 الطعام خير من الصوم

_"(Di bulan Ramadhān) makan lebih utama daripada shaum."_

Kalau di bulan lainnya, mungkin ma'zhur dia tidak pernah puasa sunnah. 11 bulan-bulan yang lain berlalu tanpa puasa mungkin ma'zhur karena yang diwajibkan rukun Islām adalah puasa di bulan Ramadhān. Namun sangat terlalu dan merupakan salah satu dosa besar ketika tiba bulan Ramadhān dia tidak puasa tanpa udzur.

Ikhwāniy fīdīn, ma'āsyiral muslimin rahimani wa rahimakumullāh jami'an

Bulan puasa, tentunya bulan yang syarat dengan makna. Keliru jika sebagian orang yang menjadikan ibadah puasa sebagai alasan, ibadah puasa dikambinghitamkan.

Untuk apa?

Untuk tidak mencari nafkah, bahkan untuk tidak shalāt.

Aneh, sebagian orang, dia berpuasa tetapi tidak shalāt, hingga sebagian orang mengidentikkan shaum dengan naum.

Sudah dekat bulan puasa adalah waktu untuk istirahat, waktu untuk memperbanyak tidur, ini adalah pandangan yang keliru.

Ibadah puasa itu tidak menghalangi aktifitas. Kita tidak akan lemas bila berpuasa. Itu anggapan yang keliru karena puasa di dalam Islām itu sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak akan bertentangan dengan fitrah manusia.

⇒Ada sahur yang tidak boleh kita lewatkan.

Boleh dikatakan hukum sahur itu nyaris wajib karena ada larangan untuk tidak sahur, perintah untuk bersahur dan keutamaan-keutamaan bersahur.

Di antara keutamaan bersahur adalah untuk menyelisihi puasanya orang-orang Yahūdi (ahlul kitāb).

Disyaratkan juga untuk melambatkan makan sahur.

⇒ Ada menyegerakan berbuka puasa

Di dalam puasa yang kita lakukan ada berbuka puasa, dan disunnahkan menyegerakan berbuka puasa.

Jadi tidak ada alasan puasa itu dijadikan sebagai kambing hitam untuk tidak beraktifitas (libur dari ibadah lainnya) bahkan libur dari mencari nafkah.

Bahkan rugi orang-orang yang melewatkan waktu puasanya hanya dengan tidur.

Begitu habis sahur (habis shalāt subuh) tidur sampai ādzān zhuhur. Setelah shalāt zhuhur (tidak ke masjid karena alasan panas) kemudian tidur lagi, bangun lagi menjelang ādzān ashar. Setelah shalāt ashar tidur lagi sampai menjelang waktu berbuka puasa (maghrib) ada sebagian orang yang puasanya seperti ini.

Ini rugi dia. Ibadah puasa dijadikan kambing hitam untuk beristirahat (libur) dari berbagai aktifitas.

Sekali lagi, ibadah puasa bukanlah halangan bagi kita untuk beraktifitas.

Orang yang merasa lemas, tidak bertenaga waktu dia berpuasa bukan karena tidak ada energi sebenarnya, ini adalah orang yang terkena penyakit virus malas. Dia ikutilah malasnya dan dia jadikan ibadah puasa sebagai kambing hitamnya.

Dia lemas karena sedang berpuasa (alasannya), tidak!

Puasa tidak membuat orang lemas, apabila seseorang tidak sahur dan berbuka ketika sedang berpuasa tentunya akan lemas. Kita dilarang melakukan puasa wishāl (puasa tanpa sahur dan berbuka).

Ibadah puasa yang dicontohkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah ibadah puasa yang berjalan dengan fitrah manusia tidak menyimpang dari fitrah manusia karena ini adalah agama yang hanīf.

Jadi sekali lagi, bagi orang-orang yang kebiasaannya di bulan Ramadhān tidur, bukan tidak boleh tidur, silahkan tidur. Ada tidur yang dianjurkan yaitu tidur siang menjelang zhuhur, tidurlah 30 menit atau 15 menit, itu akan mengembalikan kebugaran kita, itu sangat bermanfaat bagi kesehatan.

Tapi kebanyakan tidur tidak membuat badan sehat malah menjadi penyakit. Penyakit malaslah yang mendorong untuk melakukan seperti itu.

Jadi jangan lewatkan waktu puasa kita hanya dengan tidur.


سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_________________________
◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi *Donatur Rutin Program Dakwah & Sosial Cinta Sedekah*

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia
4. Operasional Dakwah & Kegiatan Sosial

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
----------------------------------------

FIQH SHALAT JUM’AT

FIQH SHALAT JUM’AT

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 26 Jumadal Ūla 1438 H / 23 Februari 2017 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 60 | Fiqh Shalāt Jum'at
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FZ-H060
〰〰〰〰〰〰〰

*FIQH SHALAT JUM’AT*


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
 

Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita memasuki halaqah yang ke-60 dan masuk pada fasal berikutnya tentang fiqih Shalāt Jum'at.

قال المؤلف رحمه الله

Berkata penulis rahimahullāh:

وشرائط وجوب الجمعة سبعة أشياء

Dan syarat wujūbnya (wajibnya) shalāt ada tujuh macam.

Para hadirin sekalian.

Hukum shalāt Jum'at adalah wajib bagi yang terpenuhi syarat yang disebutkan. Dan kewajiban ini sifatnya adalah wajib 'ain, (artinya) apabila ditinggalkan tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari'at maka dia berdosa.

Hal ini berdasarkan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ

_"Wahai orang-orang yang beriman apabila kalian dipanggil untuk melaksanakan shalāt Jum'at, maka bersegeralah untuk mengingat Allāh (melaksanakan shalāt Jum'at) dan tinggalkanlah jual beli."_

(QS Al Jumu'ah: 9)

Dan juga  berdasarkan hadīts yang telah disebutkan tentang ancaman bagi orang-orang yang meninggalkan shalāt Jum'at, menunjukan bahwasanya shalāt Jum'at adalah hukumnya wajib 'ain.

⇒ Dan shalāt Jum'at ini memiliki syarat wajib dan syarat sah shalāt.

Diantara syarat wajibnya sebagaimana disebutkan penulis adalah:

الإسلام ،والبلوغ ،والعقل، والحرية، والذكورية، والصحة، والاستيطان

_⑴ Islām_
_⑵ Bāligh_
_⑶ Berakal_
_⑷ Merdeka (bukan budak)_
_⑸ Laki-laki_
_⑹ Sehat_
_⑺ Penduduk tempatan atau mukim ( bukan musāfir)._

⇒ Maksud syarat wajib adalah apabila tidak terpenuhi syarat ini maka hukum shalāt Jum'at tidak wajib atasnya.


*① Islām*

⇒ Bagi seorang non muslim (bukan Islām) tidak wajib baginya untuk melaksanakan shalāt Jum'at (dia wajib untuk masuk Islām terlebih dahulu)

*② Bāligh*

⇒ Bagi orang yang belum bāligh hukumnya tidak wajib, hal ini berdasarkan hadīts-hadīts yang sudah pernah diterangkan sebelumnya tentang syarat taklif syariah (syarat pembebanan syariat kepada seseorang).

Dalam sebuah hadīts, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

رفع القلم عن ثلاثة ، عن النائم حتى يستيقظ ، و عن الصبي حتى يشب ، و عن المعتوه حتى يعقل, و في رواية : " و عن المجنون حتى يفيق

_"Pena (kewajiban beban taklif) diangkat dari 3(tiga)  kelompok orang, yaitu dari orang yang tidur sampai bangun, dari anak kecil sampai dewasa (bāligh) dan dari orang yang linglung sampai berakal (maksudnya orang tidak berakal sampai dia kembali akalnya)."_

Dalam  riwayat yang lain Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

"Diangkat dari orang gila sampai dia tersadarkan"

*③ Berakal*

⇒ Bagi orang yang hilang akalnya seperti orang gila,  orang yang pingsan, atau yang semisalnya (hilang akalnya), maka tidak wajib baginya untuk melaksanakan shalāt Jum'at, sebagaimana sudah disebutkan hadītsnya.

*④ Merdeka (Bukan Budak)*

⇒ Orang yang tidak merdeka (para budak), shalāt Jum'atnya tidak wajib bagi mereka hal ini berdasarkan hadīts dari Thariq bin Syihab secara marfu dan diriwayatkan oleh Imam Abū Dāwūd dalam sebuah hadīts, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

الجمعة حق واجب على كل مسلم إلا أربعة : مملوك ، أو امرأة ، أو صبي ، أو مريض

_"Shalāt Jum'at wajib bagi setiap muslim kecuali 4 (empat)  kelompok orang yaitu; hamba (budak), wanita atau anak kecil atau orang yang sakit."_

Maka tidak wajib bagi mereka untuk melaksanakan shalāt Jum'at.

*⑤ Laki-laki*

⇒ Tidak wajib shalāt Jum'at bagi seorang wanita, sebagaimana hadīts yang sudah disebutkan.

*⑥ Sehat*

⇒ Orang yang sakit pun tidak wajib melaksanakan shalāt Jum'at, sebagaimana hadīts yang telah disebutkan.

*⑦ Mukim atau Bukan Musāfir*

⇒ Dan disini adalah pendapat dalam madzhab Syāfi'i sebagaimana disebutkan Imam Nawawi didalam Kitāb Majmu' :

لا تجب الجمعة على المسافر هذا مذهبنا لا خلاف فيه عندنا

Berkata Imam Nawawi:

_"Shalāt Jum'at tidak wajib bagi seorang musāfir, dan ini adalah madzhab kami (madzhab Syāfi'iyah) dan hal itu telah disepakati."_

▪ Ada beberapa catatan disini, yaitu:

Apabila seorang (sekelompok orang) yang dia tidak wajib untuk melakukan shalāt Jum'at seperti wanita, budak, anak-anak dan seterusnya (tapi melaksanakan shalat Jum'at), maka bagaimana hukum shalātnya?

Maka hukum shalātnya adalah sah dan mencukupi sebagai pengganti shalāt dhuhur (artinya)  dia tidak perlu lagi mengulangi shalāt dhuhur.

قال المؤلف رحمه الله

Berkata penulis rahimahullāh:

وشرائط فعلها ثلاثة:

Dan syarat untuk melaksankannya ada 3 (tiga) perkara:

 أن يكون البلد مِصرا أو قرية، وأن يكون العدد أربعين من أهل الجمعة، وأن يكون الوقت باقيا.
فإن خرج الوقت أو عُدِمت الشروط صُلِّيت ظهرا

Syarat untuk melaksanakan shalāt Jum'at ada 3(Tiga) yaitu:

⑴ Tempat yang ditinggali adalah kota atau perkampungan.
⑵ Jumlah orang yang shalāt berjamaah dala. shalāt Jum'at ada 40 orang.
⑶ Dan waktunya mencukupi.

Apabila keluar dari waktunya, atau syaratnya tidak terpenuhi, maka dilakukan shalāt dhuhur (bukan shalāt Jum'at).

Dalam melaksanakan shalāt Jum'at tidak disyaratkan di kota saja, namun juga boleh dilakukan di perkampungan, yang penting adalah penduduk yang tinggal secara tetap, bukan yang tinggal sementara (nomaden).

Adapun pemukiman yang tidak tetap  yang berpindah-pindah, maka tidak sah didirikan shalāt Jum'at.

Dan dipersyaratkan dalam madzhab Syāfi'i bahwa jumlah bilangannya  mencapai 40 orang, dan apabila kurang dari itu maka dilaksanakan shalāt dhuhur (bukan shalāt Jum'at).

Dan ini adalah pendapat dari madzhab Syāfi'i namun pendapat yang lebih kuat adalah disyaratkan 2 (dua) orang selain imam, apabila terdapat disana imam kemudian ma'mum 2 (dua) orang, maka wajib untuk melaksanakan shalāt Jum'at.

Dengan dalīl firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ الله

_"Apabila kalian diseru untuk shalāt Jum'at pada hari Jum'at, maka bersegeralah kalian untuk mengingat Allāh (melaksanakan shalāt Jum'at)."_

(QS Al Jumu'ah: 9)

أنَّ قولَه: فَاسْعَوْا جاءَ بصيغةِ الجَمْعِ، فيَدخُلُ فيه الثلاثةُ

Disini ada kalimat فَاسْعَوْا yang menunjukan bahwasanya kalimat فَاسْعَوْا ini adalah shighahnya jama' dan jama' yang terkecil adalah 3 (tiga) orang.

Oleh karena itu pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, Syaikh bin Baz dan Syaikh Utsaimin.

▪Adapun mengenai waktu shalāt Jum'at.

Pendapat Imam Syāfi'i  dan Jumhūr mayoritas ulamā, waktunya adalah sama seperti waktu shalāt dhuhur, yaitu mulai  tergelincirnya matahari atau zawal sampai masuk  waktu ashar.

Apabila waktu Jum'at hampir habis dan tidak cukup untuk melaksanakan shalāt Jum'at maka shalāt Jum'at nya diganti menjadi shalāt dhuhur.

Artinya tidak dilaksanakan shalāt Jum'at melainkan dilaksanakan shalāt dhuhur karena tidak cukup waktnya.

Adapun permasalahan yang lain, permasalahan bolehkah shalāt Jum'at dilakukan sebelum dhuhur?

Maka di sana ada khilaf para ulamā. Pendapat Ahmad bahwasanya mengatakan boleh, namun Jumhūr, mayoritas, ulamā sebagaimana tadi sudah disebutkan bahwa waktunya sama seperti waktu shalāt dhuhur dan tetap dilaksanakan setelah zawal.

Demikian yang bisa disampaikan semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
____________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

⑴ Pembangunan dan Pengembangan Rumah Tahfizh
⑵ Support Radio Dakwah dan Artivisi
⑶ Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jama'ah di Indonesia

📝 Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
-----------------------------------------

FIQIH RAMADHAN (BAG. 12)

FIQIH RAMADHAN (BAG. 12)

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 08 Ramadhān 1437 H / 13 Juni 2016 M
👤 Ustadz Zaid Susanto, Lc
📔 Materi Tematik | Fiqih Ramadhān (Bagian 12)
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-Ramadhan1437-UZS-12
⬇ Download Materi Fiqih Ramadhan Lengkap : bit.ly/BiAS-Tmk-Ramadhan1437-UZS
📺 Video Source: https://youtu.be/48pgv9ZUnCc
-----------------------------------

FIQIH RAMADHAN (BAG. 12)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh, yang di rahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita kembali melanjutkan apa yang tersisa dari pembahasan fiqih puasa (fiqih Ramadhān). Kita akan sampaikan beberapa perkara yang membatalkan puasa.

Syaikh Muhammad Shālih bin Al 'Utsaimin rahimahullāh mengatakan :

والْمفط ِّرات سبعة أنواع

Pembatal-pembatal puasa itu ada 7:

*⑸ Keluarnya darah*

Keluarnya darah karena sebab berbekam. 

Ini ada khilaf di kalangan para ulamā, akan tapi Syaikh Muhammad Shālih bin Al 'Utsaimin mengatakan bahwasanya orang yang dibekam itu batal puasanya.

Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ

"Orang yang membekam dan dibekam batal puasanya."

(Hadīts ini juga dikeluarkan oleh Abū Dāwūd, Ibnu Mājah dan Ad Darimi. Syaikh Al Albani dalam Irwa’ no. 931 mengatakan bahwa hadīts ini shahīh)

Kata Syaikh Muhammad Shālih bin Al 'Utsaimin dalam masalah batal dibekam dan membekam:

هذا مذهب الإمام أحمد وأكثر فقهاء الحديث

"Ini adalah pendapatnya Imām Ahmad, dan kebanyakan ulamā hadīts."

Jadi, untuk masalah dibekam dan membekam sebaiknya dihindari, walaupun sebagian ulamā memperinci bahwa kalau memang yang dibekam itu kuat tidak menyebabkan dia lemah maka dia boleh berbekam, kalau memang dibutuhkan.

Dan bekam itu sebuah pengobatan yang sangat efektif. Berdasarkan testimoni, kanker bisa diobati dengan dibekam, māsyā Allāh.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah menurunkan pengobatan untuk umat ini diantaranya adalah dengan bekam.

Kemudian juga ada type pengobatan yang sama yaitu dengan fasdu.

⇛Fasdu itu adalah pengobatan dengan memutuskan sebagian pembuluh darah sehingga darah akan keluar. Ini pengobatan di Arab.

⇛Jadi diputuskan sebagian urat darahnya sehingga darah mengucur, seperti kran mampet dibocorin kemudian air yang kotor keluar, setelah itu di tutup lagi, jadi yang kotor biar keluar terlebih dahulu.

Yang seperti ini tidak membatalkan puasa. Wallāhu Ta'āla A'lam bish Shawwab

*⑹ Muntah dengan sengaja (التقيؤ عمدا)*

Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنِ اسْتَقَاءَ فَليَقْضِ

"Barangsiapa yang muntah, tidak sengaja maka dia tidak wajib untuk mengqadha' (artinya puasanya tidak batal) tapi orang yang sengaja memuntahkan diri, maka dia harus mengqadha' puasanya."

(Hadīts riwayat Abū Dāwūd 2/310, Tirmidzi 3/79, Ibnu Mājah 1/536, Ahmad 2/498 dari jalan Hisyam bin Hasan, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah, sanadnya shahīh)

Atau dengan perkara-perkara lain, misalnya sengaja perutnya di tekan-tekan, dia tahu bila ditekan akan muntah (sengaja) atau dengan menunggingkan kepala, dia tahu bahwa menunggingkan kepala akan muntah, maka batal puasanya.

Segala perkara yang menyebabkan muntah dengan sengaja maka itu membatalkan puasa.

*⑺ Keluarnya darah hāidh dan nifas*

Wanita, bila tiba-tiba keluar darah hāidh maka harus membatalkan puasanya dan tidak sah puasanya, meskipun kurang 5 menit lagi berbuka.

Selesai dalam masalah: مُفَطِرَاتٍ الصَّوم , pembatal-pembatal puasa.

Sekarang timbul pertanyaan:

"Ustadz, apakah setiap pembatal itu, apabila dilakukan pasti membatalkan puasa?

Misalnya seseorang tiba-tiba makan dan minum, apakah pasti dia batal?"

Tidak, ada syaratnya.

Maka dalam majelis ke lima belas Syaikh mengatakan: Syarat-syarat sehingga pembatal puasa itu betul-betul membatalkan.

Kalau hāidh dan nifas pasti batal, karena hāidh dan nifas keluar dengan sendirinya, baik disengaja ataupun tidak.

Singkat kata kata Beliau bahwa pembatal-pembatal puasa itu tidak akan membatalkan kecuali dengan 3 (tiga) syarat :

①  أن يكون عالما

Orang ini tahu bahwa hal itu benar-benar membatalkan.

Maka kalau ada orang jāhil, tidak tahu kalau perkara itu dapat membatalkan maka tidak batal.

Dia berpuasa tapi makan dan minum, ditanya: "Kamu puasa?"
"Iya ,saya puasa"
"Lah, kok makan dan minum?"
"Lho, memang kenapa?"
"Lho, yang namanya puasa itu tidak boleh makan dan minum bisa batal puasa nya."
" Oh ,iya tah? Dalīl nya apa?"

Baru kemudian disebutkan (dibacakan) surat Al Baqarah.

"Oh, saya tidak tahu, betul-betul baru tahu sekarang yang namanya puasa tidak boleh makan dan minum."

Berarti puasanya batal atau tidak?

Tidak.

Mana dalīlnya?

Firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

"Yā Allāh, mudah-mudahan engkau tidak menghukum kami, sesuatu yang tidak atau kami lupa atau kami salah."

(QS Al Baqarah: 286)

Termasuk di dalamnya adalah ketidaktahuan.

Atau misalnya orang yang memang tidak tahu hukumnya syar'i, betul-betul tidak tahu hukum syar'i.

أن يظن أن هذا الشيء غير مفطر فيفعله، أو جاهلا  بالحال أي بالوقت

"Jadi dia tidak tahu bahwa hal itu membatalkan atau dia tidak tahu kalau dia sedang puasa".

Misalnya dia tidak tahu bahwasanya waktu saat itu dia sudah wajib berpuasa.

⇛Misalnya ada seseorang menyangka bahwa waktu fajar belum tiba (misalnya karena jamnya mati), kemudian dia makan terus, padahal fajar sudah tiba. Maka yang seperti ini tidak membatalkan puasa, karena tidak tahu.

② أن يكون ذاكرا

Ingat kalau dia sedang puasa.

Kalau dia lupa maka pembatal-pembatal tersebut tidak membatalkan dan tidak mengqadha'.

⇛Contoh seorang makan dan minum karena lupa, termasuk di dalamnya (maaf) suami istri melakukan jima' karena lupa kalau keduanya sedang puasa.

Wallāhu Ta'āla a'lam bishawab

③ أن يكون مختارا

Melakukannya dengan sukarela.

Jadi tidak dipaksa, makanya bila ada wanita sedang puasa kemudian suaminya pulang dari safar memaksa istrinya (untuk jimak) maka yang seperti ini istrinya tetap tidak batal.

'Alā kulli hal, yang jelas kalau seseorang melakukannya karena terpaksa maka tidak batal.

Demikian yang bisa saya sampaikan pada kesempatan hari ini, mudah-mudahan yang sedikit ini bermanfaat dan masih banyak tentunya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan puasa, tetapi saya cukupkan sampai disini.

Demikian.

وصلى الله على نبينا محمد
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
___________________________
🌺 Program CINTA RAMADHAN ~ Cinta Sedekah

1. Tebar Ifthar Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim Dhu'afa

📦 Salurkan Donasi anda melalui :
Rekening Yayasan Cinta Sedekah
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek  3310004579
| Kode Bank 147

Konfirmasi donasi sms ke
📱0878 8145 8000
dengan format :
Donasi Untuk Program#Nama#Jumlah Transfer#TglTransfer

🌐 www.CintaSedekah.Org
👥 Fb.com/GerakanCintaSedekah
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q

FIQIH RAMADHAN (BAG. 11)

FIQIH RAMADHAN (BAG. 11)

🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 06 Ramadhān 1437 H / 11 Juni 2016 M
👤 Ustadz Zaid Susanto, Lc
📔 Materi Tematik | Fiqih Ramadhān (Bagian 11)
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-Ramadhan1437-UZS-11
📺 Video Source: https://youtu.be/48pgv9ZUnCc
-----------------------------------

FIQIH RAMADHAN (BAG. 11)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum Muslimin dan Muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh, yang di rahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita kembali melanjutkan apa yang tersisa dari pembahasan fiqih puasa (fiqih Ramadhān), kita akan sampaikan beberapa perkara yang membatalkan puasa.

Syaikh Muhammad Shālih bin Al 'Utsaimin rahimahullāh mengatakan:

وال ْمفتطِّرات سبعة أنواع

*Jadi Pembatal-pembatal puasa itu ada 7*

الأكل أو الشرب

*(3) Makan atau Minum*

Yaitu masuknya makanan atau minuman ke dalam rongga tubuh dari (lewat) mulut atau hidung, makanan apa saja.

⇛Sehingga kalau seorang sengaja menelan batu, padahal batu bukan makanan, tapi dia maksudkan untuk makan, maka batal puasanya.

▪Bagaimana hukumnya kalau hanya sekedar mencium bau makanan?

*Maka tidak batal.*

√ Demikian juga kalau mencicipi makanan, maka tidak batal.

→ Maksud mencicipi makanan adalah hanya sekedar rasa di lidah setelah itu dikeluarkan (kalau bisa) tapi terkadang sulit (jadi tidak mengapa).

→ Dicicipi saja sudah terasa dan tidak harus ditelan, karena mencicipi makanan itu letak rasanya di lidah. Syaraf (indra) perasa itu letaknya di lidah, karena itu jika makanan sudah ditelan hilang rasanya.

⇛ *Jadi kalau sekedar mencicipi tidak masalah dan tidak membatalkan puasa.*

▪Ustadz, bagaimana kalau ada orang memakai tetes mata kemudian terasa pahit ditenggorokan (karena memang ada jalur saraf dari mata ke tenggorokan), apakah membatalkan puasa?

*Jawabannya: Tidak !*

√ Sebagaimana orang yang kentut di dalam air, kalaupun air betul-betul masuk lewat dubur maka tidak membatalkan puasa.

√ Karena mata, telinga kemudian dubur dan anggota tubuh yang lainnya bukan tempat masuknya makanan atau minuman. Tempat masuknya makanan dan minuman adalah mulut atau hidung.

Sampai dicontohkan oleh ulama:

*Seandainya ada orang yang sedang masak sayur, menggunakan panci/belanga yang besar sekali, mau berbuka puasa bersama. Terus, mau mencicipi atau mau mengaduk kemudian dicari sendok besar yang digunakan untuk mengaduk tapi tidak ada, sehingga memakai kakinya. Ketika mengaduk terasa gurih di tenggorokannya maka puasanya tidak batal.*

⇛Mengapa?

Karena kaki bukan tempat masuknya makanan.

ما كان بمعنى الأكل والشراب

*(4) Sesuatu yang seperti makanan dan minuman*

Ada 2 macam sesuatu yang seperti (bermakna sama) dengan makanan dan minuman:

حقن الدم في الصائم

① Donor darah yang dimasukkan ke dalam tubuh orang yang sedang berpuasa.

Misal:

Seorang yang lagi berpuasa kemudian mengalami pendarahan, فيحقن به دم , kemudian darah itu didonorkan kepada dia (ada donor ada penerima.

⇛Bagaimana orang yang berpuasa kemudian menerima donor darah?

Kata Syaikh, فيفطر بذل , maka puasanya batal.

لأن الدم هو غاية الغذاء بالطعام والشراب

"Karena darah itulah tujuan dari makanan dan minuman."

الإبر المغذ ِّية
② Infus

التي يكتفى بها عن الأكل والشرب فإذا تناولها أفطر

"Infus ini apabila dia mewakili makanan dan minuman maka yang seperti ini membatalkan puasa."

⇛Walaupun infus bukan makanan dan minuman akan tetapi maknanya sama, dia menguatkan.

▪Ustadz, bagaimana kalau suntikan obat, misalkan suntikan anti biotik?

Misalnya:

Lagi puasa digigit anjing rabies, نعوذ بالله من ذالك , maka harus disuntik anti rabies, maka yang seperti itu tidak menbatalkan puasa.

Wallāhu Ta'āla A'lam bishawab

[insyā Allāh, bersambung ke bagian 12]
___________________________
🌺 Program CINTA RAMADHAN ~ Cinta Sedekah

1. Tebar Ifthar Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim Dhu'afa

📦 Salurkan Donasi anda melalui :
Rekening Yayasan Cinta Sedekah
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek  3310004579
| Kode Bank 147

Konfirmasi donasi sms ke
📱0878 8145 8000
dengan format :
Donasi Untuk Program#Nama#Jumlah Transfer#TglTransfer

🌐 www.CintaSedekah.Org
👥 Fb.com/GerakanCintaSedekah
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q

FIQIH RAMADHAN (BAG. 10)

FIQIH RAMADHAN (BAG. 10)

🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 05 Ramadhān 1437 H / 10 Juni 2016 M
👤 Ustadz Zaid Susanto, Lc
📔 Materi Tematik | Fiqih Ramadhān (Bagian 10)
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-Ramadhan1437-UZS-10
📺 Video Source: https://youtu.be/48pgv9ZUnCc
-----------------------------------

FIQIH RAMADHAN (BAG. 10)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh, yang di rahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita kembali melanjutkan pembahasan apa yang tersisa dari pembahasan fiqih puasa (fiqih Ramadhān). Kita akan sampaikan beberapa perkara yang membatalkan puasa.

Syaikh Muhammad Shālih bin Al 'Utsaimin rahimahullāh mengatakan:

وال ْمفتطِّرات سبعة أنواع

Pembatal-pembatal puasa itu ada 7:

*⑴ Al jima' | Hubungan suami istri*

Baik itu halal maupun harām.

⇛Yang halal bagaimana? Yaitu hubungan suami istri (pada umumnya).

⇛Yang harām bagaimana?

√ Hubungan suami istri ketika hāidh.
√ Hubungan suami istri (maaf) tidak lewat kemaluannya tapi lewat dubur, ini kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah perbuatan homoseksual shaghir (menyerupai kaumnya Nabi Luth).

√ Masih pacaran (ini banyak sekali sekarang), belum resmi. Terkadang orang itu inginnya cepet yang enak-enak saja tidak mau melalui suatu proses yang sebetulnya mudah sekali.

Agama islam itu mudah dan memudahkan, menjadikan sesuatu yang harām menjadi halal.

Maka segala bentuk jima', entah itu yang halal atau yang harām, (yaitu) masuknya kemaluan laki-laki kedalam kemaluan perempuan maka ini membatalkan puasa.

Kata Syaikh:

Dan ini adalah pembatal puasa yang paling besar dosanya.

Puasanya batal dan dia juga berdosa.

Maka, kapan saja kalau ada orang yang berpuasa kemudian berhubungan suami istri, maka puasanya batal, baik puasa wajib maupun puasa sunnah.

Lalu bagaimana apabila ini dilakukan?

Maka wajib bagi orang yang melakukannya mengqadha' untuk hari itu dan ditambah kafarah mughaladhah (denda yang berlipat-lipat besar).

Apa itu kafarahnya?

Kafarah yang pertama membebaskan budak, kemudian kalau tidak bisa membebaskan budak maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut, tidak boleh batal disela-selanya kecuali ada udzur syar'i.

⇛Misalnya terpotong oleh dua hari raya atau hari tasyrik atau mungkin sakit yang memang menghalangi dia dari puasa, atau safar sehingga mengakibatkan dia untuk berbuka, atau hāidh, dan lain-lain. Ini adalah udzur-udzur syar'i.

Demikian, Wallāhu Ta'āla A'lam.

*⑵ Keluarnya air mani*

Keluarnya air mani karena sengaja, baik karena dia mencium, menyentuh, meraba atau onani (masturbasi).

Bahkan sebagian ulama mengatakan, kalau mikir (menghayal) kemudian sampai keluar air mani maka puasanya batal.

Kalau melihat kemudian dia menundukan pandangan mata, kemudian melihat lagi sampai keluar air mani maka batal puasanya.

Makanya ada pembahasan masalah seperti itu berarti kemungkinan besar ada (terjadi). Sampai pernah bercerita kepada saya tentang kejadian itu, melihat kemudian keluar air mani, karena kuatnya syahwat.

Sebagian ulamā ada yang mengatakan, kalau melihat pertama kemudian keluar air mani maka tidak batal puasanya, tapi kalau dia melihat pertama kemudian diulang lagi kemudian keluar air mani, maka batal puasanya, kenapa?

Karena dia mengulang-ulang melihatnya.

Dalam hadīts dikatakan:

"Pandangan pertama itu jatahmu (tidak sengaja) dan pandangan kedua ini tanggung jawabmu."

~~~~~~
Dari Buraidah, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Ali radliyallahu ‘anhu:

يَا عَلِيّ ُ! لاَتُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ, فَإِنَّمَا لَكَ الأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الأَخِيْرَةُ

“Wahai Ali, janganlah engkau mengikuti pandangan (pertama yang tidak sengaja) dengan pandangan (berikutnya), karena bagi engkau pandangan yang pertama, dan tidak boleh bagimu pandangan yang terakhir (pandangan yang kedua).”

(HR At Tirmidzi nomor 2701, versi Maktabatu Ma'arif Riyadh nomor 2777)
~~~~~~~

Maka, kalau tidak sengaja kemudian keluar air mani maka tidak batal.

Allāhu Ta'āla A'lam bish Shawwab.

Adapun yang berpikir (kemudian keluar mani) yang saya sampaikan tadi sebetulnya tidak batal karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا

"Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengampunkan dari umatku sesuatu yang hanya merupakan bisikan-bisikan dalam hatinya."

(HR Bukhari nomor 4864, versi Fathul Bari nomor 5249)

Jadi kalau mikir kemudian keluar mani maka tidak batal.

Wallāhu Ta'āla  A'lam bish Shawab

Tapi kalau keluar mani dengan sengaja, dengan mencium atau memegang atau onani dan yang lainnya maka yang seperti ini adalah membatalkan puasa.

Karena puasa itu hakikatnya adalah meninggalkan hawa nafsu sebagaimana sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadīts qudsi:

يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي، الصِّيَامُ لِي

"Dia meninggalkan makannnya, minumannya, dan nafsu syahwatnya, karena puasa untuk-Ku."

(HR Bukhari nomor 1761, versi Tathul Bari nomor 1894)

Kalau mencium boleh tidak?

Kalau dia orang yang kuat
syahwatnya dan yakin dengan mencium akan keluar air mani maka tidak boleh mencium, dan anda lebih tahu tentang diri anda.

Apabila suaminya tidak mengapa bila mencium, maka tidak mengapa.

Wallāhu Ta'āla A'lam bish Shawwab.

[insyā Allāh, bersambung ke bagian 11]
___________________________
🌺 Program CINTA RAMADHAN ~ Cinta Sedekah

1. Tebar Ifthar Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim Dhu'afa

📦 Salurkan Donasi anda melalui :
Rekening Yayasan Cinta Sedekah
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek  3310004579
| Kode Bank 147

Konfirmasi donasi sms ke
📱0878 8145 8000
dengan format :
Donasi Untuk Program#Nama#Jumlah Transfer#TglTransfer

🌐 www.CintaSedekah.Org
👥 Fb.com/GerakanCintaSedekah
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q