Laman

Tampilkan postingan dengan label Matan Abu Syuja' (Kitab Thaharah). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Matan Abu Syuja' (Kitab Thaharah). Tampilkan semua postingan

YANG DIHARAMKAN SAAT HAID DAN NIFAS, JUNUB DAN HADATS KECIL

YANG DIHARAMKAN SAAT HAID DAN NIFAS, JUNUB DAN HADATS KECIL

🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 17 Jumadal Ūlā 1437H / 26 Februari 2016M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abu Syuja' | Kitab Thahārah
🔊 Kajian 28 | Yang Diharamkan Saat Haid, Nifas,  Junub Dan Hadats Kecil
⬇ Link Download: https://goo.gl/ZpnDDX
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

YANG DIHARAMKAN SAAT HAID & NIFAS, JUNUB DAN HADATS KECIL

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para Sahabat Bimbingan Islam yang dirahmati Allāh Ta'āla, kita lanjutkan halaqah fiqh ini pada halaqah yang ke-28. Dan ini adalah halaqah terakhir pada Kitab Thahārah.

Ada 3 bagian yang disebutkan oleh Penulis pada halaqah kali ini.

PERTAMA
HAL-HAL YANG DIHARAMKAN UNTUK DILAKUKAN OLEH SEORANG WANITA YANG SEDANG HAIDH ATAU NIFAS

قال المصنف:
((ويحرم بالحيض والنفاس ثمانية أشياء))

((Ada 8 perkara yang terhalang/tidak boleh dilakukan oleh seorang wanita yang mengalami haidh ataupun nifās))

Ada beberapa catatan dalam masalah ini :

⑴ Hal ini berlaku pula apabila belum bersuci ataupun belum mandi besar walaupun darah itu sudah terhenti (baik darah haidh ataupun nifās), selama belum bersuci atau mandi besar maka hal ini berlaku.

⑵ Dalam hadits (dalil) hanya disebutkan haidh saja. Namun para ulama ijmā' bahwasanya nifās diqiyaskan sama dengan haidh hukumnya.

⑶ Darah istihādhah (penyakit) tidak termasuk dalam pembahasan ini karena wanita yang mengalami istihādhah hukumnya sama dengan wanita yang dia dalam keadaan suci.

قال المصنف:
((الصلاة والصوم وقراءة القرآن ومس المصحف وحمله ودخول المسجد والطواف والوطء والاستمتاع بما بين السرة والركبة))

⑴ Shalāt
⑵ Berpuasa
⑶ Membaca Al-Qurān
⑷ Menyentuh mushaf Al-Qurān dan membawanya
⑸ Masuk ke dalam masjid
⑹ Thawāf
⑺ Berhubungan intim
⑻ Bercumbu dengan apa yang ada di antara pusar dan lutut seorang wanita

Kita akan membahas satu-persatu,

■ ⑴ Shalāt dan ⑵ Puasa

Hal ini berdasarkan hadīts Sa'īd Al-Khudriy radhiyallāhu Ta'āla 'anhu tatkala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ditanya tentang kekurangan agama yang ada pada seorang wanita. Maka Beliaupun menjawab:

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَت ْلَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟ فَذَلِكِ مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا

"Bukankah wanita apabila dia mengalami haidh maka dia tidak shalāt dan juga tidak berpuasa? Itulah kekurangan yang ada di dalam agamanya."
(HR. Imām Bukhari dan Imām Muslim)

■ ⑶ Membaca Al-Qurān

Para ulama disini berbeda pendapat, bolehkah seseorang yang mengalami haidh ataupun nifās membaca Al-Qurān dari hafalannya atau membaca Al-Qurān tanpa menyentuh mushaf?

Para ulama, mayoritas (jumhūr ulama) melarang seorang wanita yang haidh untuk membaca Al-Qurān.

Dalilnya adalah hadīts Ibnu 'Umar yang diriwayatkan oleh Imām At-Tirmidzi, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

لا تقرأ الجنب ولا الحائض شيئاً من القرآن

"Janganlah seorang yang hāidh atau junub dia membaca sedikitpun dari Al-Qurān."

Ini adalah salah satu dalil yang dipakai oleh para ulama yang mengatakan bahwa seorang yang mengalami haidh ataupun junub dilarang membaca Al-Qurān walaupun dari hafalannya.

Yang kuat (rājih) adalah bolehnya seorang wanita yang haidh ataupun nifās untuk membaca Al-Qurān tanpa menyentuh Al-Qurān, apakah dengan hafalannya ataupun dengan melihat.

Ini adalah pendapat dari Malikiyyah, Zhahiriyyah dan riwayat perkataan Imām Syāfi'ī dan dikuatkan oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah dan dirajihkan oleh Syaikh Bin Bāz rahimahullāh.

Akan tetapi yang jadi permasalahan adalah untuk orang yang junub, karena keadaan junub beda dengan haidh dan nifas.
Para ulama berbeda pendapat tentang membaca Al-Qurān bagi orang yang junub.

• Pendapat Pertama
Bahwasanya tidak boleh secara mutlak. Ini adalah pendapat jumhūr (mayoritas) para ulama dan juga fatwa dari para shahābat.

• Pendapat Kedua
Ini diperbolehkan. Ini adalah pendapat madzhab Zhāhiriyyah dan juga perkataan beberapa orang shahābat radhiyallāhu Ta'āla 'anhum.

Dalil yang membolehkan:
• Tidak ada nash (dalil) yang sharīh (gamblang) yang melarang seorang yang junub untuk membaca Al-Qurān.
• Hadīts 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā tatkala beliau mengatakan:

أَنَّ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ 

"Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam senantiasa berdzikir kepada Allāh dalam setiap keadaannya*." (HR. Bukhāri dan Muslim)

*Setiap keadaan termasuk dalam keadaan junub.

Dan mereka mengatakan bahwa orang yang junub boleh membaca Al-Qurān karena Al-Qurān termasuk dzikir kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Namun yang rājih (kuat) yang dikuatkan oleh Syaikh Bin Bāz rahimahullāh adalah pendapat jumhūr (mayoritas) para ulama karena dalam junub ada pengkhususan yaitu hadīts 'Ali radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, beliau berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقرئنا القرآن ما لم يكن جنبا

"Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam membacakan Al-Qurān kepada kami selama Beliau tidak junub."

(HR.Ahmad, Abū Dāwud dan Ibnu Mājah)

Dan kata beliau, tidak boleh mengqiyaskan antara haidh dan nifās dengan junub karena junub waktunya pendek sedangkan haidh dan nifās waktunya panjang.

Haidh dan nifās bukan pilihan seseorang untuk mengalaminya, sedangkan junub adalah keadaan yang merupakan pilihan dari seseorang sehingga dia masuk dalam keadaan junub.

■ ⑷ Menyentuh Al-Qurān dan membawanya

Menurut pendapat Syāfi'īyyah dalam masalah ini bahwasanya hal itu adalah terlarang. Dan juga sebagaimana yang disebutkan dalam matan bahwasanya seorang yang haidh tidak boleh menyentuh mushaf karena ini juga adalah pendapat seluruh madzhab dan juga jumhūr mayoritas para ulama dan juga pendapat para shahābat radhiyallāhu Ta'āla 'anhum, berdasarkan firman Allāh Ta'āla :

لا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

"Tidaklah menyentuhnya (Al-Qurān) kecuali orang-orang yang suci." (Al-Wāqi'ah 80)

Dalam hadīts yang hasan bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

لا يمس القرآن الا الطاهرون 

"Tidaklah menyentuh Al-Qurān kecuali orang-orang yang suci."
(HR. Imām Bukhāri, Imām Nasāi dan Ibnu Hibban)

Hal ini berlaku juga bagi orang yang junub.

Pertanyaan:

Bolehkah bagi seorang yang haidh junub untuk menyentuh Al-Qurān dengan kain pelapis atau penghalang?

Jawab
Syaikh bin Bāz membolehkan seseorang wanita haidh menyentuh Al-Qurān dengan syarat ada kain penghalang seperti kaus tangan atau kain yang lainnya.

Adapun orang yang junub maka dia tidak boleh membaca Al-Qurān sebagaimana tadi sudah dijelaskan panjang lebar.

■ ⑸ Masuk masjid

Ada beberapa point, bahwasanya
🔹Orang masuk masjid untuk tinggal di masjid

Maka hal ini tidak diperbolehkan berdasarkan kesepakatan para Imām Madzhab berdasarkan firman Allāh Ta'āla:

لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا ۚ 

"Janganlah kalian mendekati shalāt sedangkan kalian dalam keadaan mabuk sampai kalian mengetahui apa yang kalian katakan. Dan begitu juga orang yang junub tidak diperbolehkan untuk masuk kecuali dia hanya lewat saja sampai dia bersuci (mandi besar)." (An-Nisā 43)

🔹Allāh Ta'āla melarang orang yang junub untuk masuk ke dalam masjid kecuali hanya apabila lewat saja.

Dalil yang lain, dalam hadīts Ummu 'Athiyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā, tatkala dia berkata:

امرنا أن نخرج الحيض يوم العيدين وذوات الخدور، فيشهدن جماعة المسلمين ودعوتهم ، ويعتزل الحيض مصلهن

"Beliau (Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam) memerintahkan kami untuk mengeluarkan orang-orang haidh pada hari 'Īd dan juga wanita-wanita yang masih dalam pingitan hingga mereka melihat jama'ah kaum Muslimīn serta dakwahnya.

Adapun orang-orang yang haidh berada diluar dari tempat shalat para wanita yang ada. (HR. Imām Bukhāri dan Muslim)

■ ⑹ Thawāf

Seorang wanita haidh ataupun nifās dilarang untuk melaksanakan thawāf, berdasarkan hadīts Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

الطَّوَافُ حَوْلَ البَيْتِ مِثْلُ الصَّلاةِ

"Thawāf di dalam rumah Allāh adalah seperti shalat." (HR. Tirmidzi)

Artinya manakala seorang wanita haidh dan nifas dilarang untuk shalat maka mereka juga dilarang untuk melaksanakan ibadah thawāf.

■ ⑺ Berhubungan intim antara suami dan istri

Hal ini dilarang berdasarkan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ 

"Dan tinggalkanlah wanita (istri-istri) kalian dalam keadaan haidh mereka dan janganlah kalian dekati mereka sampai mereka bersih." (Al-Baqarah 222)

Maksudnya di sini adalah larangan untuk mencampuri/menggauli istri yang dalam keadaan haidh.

■ ⑻ Mencumbui/menikmati antara pusar dan kedua lutut istri.

Berdasarkan hadīts Abū Dāwud, dari 'Abdullāh bin Sā'ad beliau bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

ما يحل لي من امرأتي وهي حائض ؟ قال : " لك ما فوق الإزار "

"Apa yang dihalalkan untuk saya perbuat sementara istri saya haidh?" Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pun menjawab: "Lakukan apa saja yang di atas izār/sarung (di atas pusar)."

KEDUA
HAL-HAL YANG DIHARAMKAN UNTUK DILAKUKAN OLEH SEORANG YANG SEDANG JUNUB

قال المصنف:
((ويحرم على الجنب خمسة أشياء: الصلاة وقراءة القرآن ومس المصحف وحمله والطواف واللبث في المسجد))

((Dan ada 5 perkara yang terlarang bagi seorang yang dia dalam keadaan junub))

Ini sebagian besarnya sudah dijelaskan pada pembahasan masalah haidh.

Bahwasanya orang yang dalam keadaan junub dilarang untuk:

⑴ Shalat
⑵ Membaca Al-Qurān
⑶ Memegang mushaf dan membawanya
⑷ Thawāf
⑸ Tinggal berada di dalam masjid

KETIGA
HAL-HAL YANG DIHARAMKAN UNTUK DILAKUKAN OLEH SEORANG YANG SEDANG HADATS KECIL

قال المصنف:
((ويحرم على المحدث ثلاثة أشياء الصلاة والطواف ومس المصحف وحمله))

((Dan diharamkan bagi seorang yang hadats 3 perkara))

Tiga perkara yang terlarang bagi seseorang yang batal (tidak dalam keadaan suci)

⑴ Shalat
⑵ Thawāf

Berdasarkan hadits Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam riwayat Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, beliau berkata:

لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَأَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأ

"Allāh tidak akan menerima shalat salah seorang di antara kalian apabila dia berhadats (batal dari suci) sampai dia berwudhū'." (HR. Bukhāri dan Muslim)

⇒Thawāf adalah termasuk shalat

⑶ Memegang mushaf Al-Qurān dan membawanya.

Bagi seorang yang muhdits (dalam keadaan hadats) maka dia tidak boleh menyentuh ataupun membawa Al-Qurān.

Ini adalah pendapat jumhūr ulama dan juga kesepakatan Imam yang Empat dan juga fatwa dari para shahābat radhiyallāhu Ta'āla 'anhum jamī'an.

Ini yang bisa kita sebutkan dalam pembahasan kali ini.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan kepada kita kemudahan untuk kita senantiasa terus menuntut ilmu dan in syā Allāh kita akan lanjutkan pada kitab berikutnya (Kitābush Shalāh).

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
وآخر دعونا عن الحمد لله رب العلمين

__________________________
PENDAFTARAN Grup WhatsApp
BIMBINGAN ISLAM Gelombang 5

⏰  WAKTU PENDAFTARAN
Senin, 6 Jumadil Awal 1437H
/ 15 Februari 2016M
sampai dengan
Ahad, 29 Jumadil Awal 1437H
/ 9 Maret 2016M

🌐  LINK PENDAFTARAN
Pendaftaran dapat dilakukan melalui link:
http://BimbinganIslam.com/PendaftaranAnggota

🔓  PEMBUKAAN GRUP
Ahad, 11 Jumadil Akhir 1437H / 21 Maret 2016M

DEFINISI DAN HUKUM HAIDH, NIFAS, ISTIHAHDAH

🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 19 Rabi'ul Akhir 1437H / 29 Januari 2016M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abu Syuja' | Kitab Thahārah
🔊 Kajian 27 | Hāidh,  Nifās Dan Istihādhah
⬇ Download audio: https://goo.gl/Zav6L0
~~~~~~~~~~~~~
MATAN KITAB:

(فصل) ويخرج من الفرج ثلاثة دماء دم الحيض والنفاس والاستحاضة فالحيض هو الدم الخارج من فرج المرأة على سبيل الصحة من غير سبب الولادة ولونه أسود محتدم لذاع والنفاس هو الدم الخارج عقب الولادة والاستحاضة هو الدم الخارج في غير أيام الحيض والنفاس وأقل الحيض يوم وليلة وأكثره خمسة عشر يوما وغالبه ست أو سبع وأقل النفاس لحظه وأكثره ستون يوما وغالبه أربعون وأقل الطهر بين الحيضتين خمسة عشر يوما ولا حد لأكثره وأقل زمن تحيض فيه المرأة تسع سنين وأقل الحمل ستة أشهر وأكثره أربع سنين وأقل الحمل ستة أشهر وأكثرها أربع سنين وغالبه تسعة أشهر.

DEFINISI DAN HUKUM HĀIDH, NIFĀS, ISTIHĀHDAH

Ada 3 macam darah yang keluar dari kemaluan wanita: (a) darah hāidh, (b) darah nifās, (c) darah istihādhah.

Darah haidh adalah darah yang keluar dari kemaluan perempuan dengan cara sehat bukan karena melahirkan. Dan warnanya kehitam-hitaman, terasa panas dan diikuti mual-mual pada perut.

Nifās adalah darah yang keluar setelah melahirkan.

Istihādhah adalah darah yang keluar di selain hari-hari haid dan nifas.

Paling sedikitnya darah haidh adalah satu hari satu malam. Dan yang paling banyak adalah 15 hari. Umumnya 6 (enam) atau 7 (tujuh) hari. 

Paling sedikitnya nifas adalah sebentar dan paling banyak 60 hari dan umumnya 40 hari.

Paling sedikitnya masa suci di antara dua masa haidh adalah 15 hari. Dan tidak ada batas untuk paling banyaknya.

Usia minimal wanita haidh adalah 9 (sembilan) tahun. Paling sedikitnya usia kehamilan 6 bulan. Paling panjang kehamilan 4 tahun. Umumnya masa hamil adalah 9 bulan.
➖➖➖➖➖➖➖

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و بعد

Para Sahabat Bimbingan Islam yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, pada halaqah yang ke-27 ini kita akan lanjutkan pelajaran thahārah dalam Kitab Matan Abū Syujā'. 

قال المصنف: 
((ويخرج من الفرج ثلاثة دماء دم الحيض والنفاس والاستحاضة)) 

((Dan dari kemaluan wanita keluar 3 macam darah: ⑴ darah hāidh, ⑵ darah nifas dan ⑶ darah istihādhah)) 

Ketiga darah ini adalah darah yang biasa keluar dari kemaluan seorang wanita. 

■ HĀIDH 

قال المصنف: 
((فالحيض هو الدم الخارج من فرج المرأة على سبيل الصحة من غير سبب الولادة ولونه أسود محتدم لذاع)) 

((Dan darah hāidh adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita dalam keadaan sehat dan bukan disebabkan karena kelahiran. Warna darah tersebut hitam matang [maksudnya adalah merah kehitaman]))  

Hāidh adalah proses peluruhan dinding rahim. Dan secara umum memiliki siklus yang tetap pada seorang wanita. Dan ciri-ciri hāidh yang normal dapat dilihat secara umum dari warna, tekstur maupun baunya. 

✓Darah hāidh berwarna merah matang
✓Bertekstur kental
✓Lebih bau dibandingkan darah biasa

Para Sahabat sekalian, 

● BAGAIMANA PENENTUAN MASA HĀIDH? 

Dia dapat dilakukan oleh 2 hal; 

⑴ Dengan adat kebiasaan yang terjadi pada seorang wanita pada tanggal tertentu, siklus tertentu atau kebiasaan yang biasa terjadi setiap bulannya. 

⑵ Dengan tamyīz (membedakan) darah yang keluar. Jika memiliki ciri-ciri hāidh maka dia adalah darah haidh. 

● BAGAIMANA CARA MENENTUKAN SELESAINYA MASA HĀIDH? 

Dapat diketahui dengan 2 cara: 

⑴ Dengan keluarnya cairan putih dari kemaluannya di akhir masa haidhnya, masa adat kebiasaannya. 

⑵ Dengan kekeringan. 
Maksudnya dengan melihat kemaluannya sudah kering atau belum. Yaitu dengan cara menggunakan kain katun atau yang semisalnya, kemudian dimasukkan ke dalam kemaluannya, jika tetap kering maka dia telah suci. 

■ DARAH NIFAS 

قال المصنف: 
((والنفاس هو الدم الخارج عقب الولادة)) 

((Dan darah nifas adalah darah yang keluar disebabkan proses persalinan)) 

Walaupun yang keluar masih berbentuk gumpalan daging (mudghah) atau gumpalan darah ('alaqah), baik dalam keadaan hidup atau dalam keadaan meninggal dunia, baik yang keluar itu sempurna & lengkap ataupun yang keluar tidak sempurna atau hanya bagian tertentu saja, maka dia masuk ke dalam hukum nifas karena nifas secara bahasa artinya al-wilādah (persalinan). 
Dan pernah disinggung pada pertemuan sebelumnya tentang khilaf para ulama: Kapan masuk ke dalam masa nifas, kapan darah tersebut disebut darah nifas, apakah sebelum kelahiran, atau masa kelahiran ataukah setelah kelahiran. 

■ ISTIHĀDHAH 

قال المصنف 
((والاستحاضة هو الدم الخارج في غير أيام الحيض والنفاس)) 

((Dan istihādhah adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita, bukan pada masa haidh dan juga bukan pada masa nifas. Dan darah istihādhah, dia memiliki sifat dan ciri seperti darah biasa (berwarna merah segar, encer dan tidak berbau).)) 

Dan untuk darah istihādhah tidak ada batasan waktu. Darah istihādhah memiliki hukum sama seperti darah biasa. Oleh karena itu, orang yang keluar darah istihādhah dia hukumnya sama seperti orang biasa, dia tetap wajib shalat, puasa dan boleh berhubungan dengan suaminya. 

Hukumnya orang yang terkena darah istihādhah sama seperti hukumnya orang yang suci. Hal ini berdasarkan hadits 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā tentang Fāthimah bintu Abi Hubaisy yang diriwayatkan oleh Imām Bukhāriy dan Muslim. Beliau berkata: 

قالت :يا رسول الله إني أستحاض فلا أطهر ، أفأدع الصلاة ؟ فقال : لا ، إنما ذلك عرق ، وليس بالحيضة ، فإذا أقبلت الحيضة فاتركي الصلاة ، فإذا ذهب قدرها فاغسلي عنك الدم وصلي .

Beliau bertanya: "Yā Rasūlullāh, saya seorang wanita yang mengalami istihādhah (keluar darah secara terus menerus) sehingga saya tidak bisa bersuci. Haruskah saya meninggalkan shalat?" Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pun menjawab: "Tidak, sesungguhnya darah itu berasal dari urat. Apabila datang haidh maka tinggalkanlah shalat. Dan jika sudah habis ukuran waktunya maka cucilah darah tersebut dan shalatlah."

Penjelasan berikutnya dalam Matan Abū Syujā' adalah mengenai: 

● DURASI/MASA/WAKTU DARI MASING-MASING DARAH TERSEBUT

قال المصنف: 
((وأقل الحيض يوم وليلة)) 

((Dan masa yang paling sedikit dari haidh adalah 1 hari 1 malam)) 

Hal ini berdasarkan pengamatan ataupun kejadian di lapangan dan juga berdasarkan hadits 'Ali radhiyallāhu Ta'āla 'anhu yang diriwayatkan oleh Imām Bukhāriy. 

((وأكثره خمسة عشر يوما)) 

((Dan masa haidh yang paling banyak adalah 15 hari)) 

Dan ini pula berdasarkan istiqrā (pengamatan) dan kejadian di lapangan dan juga berdasarkan hadits 'Ali radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, beliau mengatakan: 

ما زاد على خمسة عشر فهو استحاضة

"Apa yang lebih dari 15 hari maka dia adalah istihādhah." (HR Bukhāriy secara mu'allaq)

قال المصنف: 
((وغالبه ست أو سبع)) 

((Dan secara umum/kebanyakan adalah 6 hari atau 7 hari)) 

Hal ini berdasarkan hadits Hamnah bintu Jahsy, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 

تحيضي في علم الله ستا أو سبعا كما تحييض النسآء و يطهرن

"Ambillah masa haidh berdasarkan ilmu Allāh Subhānahu wa Ta'āla sebanyak 6 atau 7 hari sebagaimana para wanita haidh dan bersuci." (HR Ash-hābus Sunān)

قال المصنف: 
((وأقل النفاس لحظه وأكثره ستون يوما)) 

((Dan masa nifas yang paling sedikit/pendek adalah sesaat atau tidak ada batasannya dan paling banyak adalah 60 hari)) 

Dalilnya berdasarkan istaqrā (pengamatan) dan kejadian yang terjadi di lapangan. 

قال المصنف: 
((وغالبه أربعون)) 

((Dan secara umum adalah 40 hari)) 

Dalilnya adalah berdasarkan hadits dari Ummu Salamah, beliau mengatakan: 

كانت النفساء تجلس على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم أربعين يوما و أربعين ليلة

"Para wanita yang nifas di zaman Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mereka mereka duduk (yaitu tidak shalat) selama 40 hari dan 40 malam." 

(HR? Abū Dāwūd dan Tirmidzi dan diperselisihkan derajat hasannya, akan tetapi Syaikh Al-Albāniy menshahihkannya)

Apabila seorang wanita yang mengalami nifas kemudian darahnya berhenti maka dia wajib untuk bersuci dengan mandi besar walaupun belum sampai 40 hari, walaupun baru 1 minggu atau kurang dari itu. 

قال المصنف: 
((وأقل الطهر بين الحيضتين خمسة عشر يوما ولا حد لأكثره)) 

((Masa suci antara 2 haidh adalah paling sedikit 15 hari. Dan masa suci yang paling banyak tidak ada batasannya)) 

Hal ini berdasarkan istiqrā (penelitian) atau pengamatan di lapangan bahwa ada seorang wanita yang masa sucinya hanya 15 hari dan ada seorang wanita yang haidhnya hanya sekali dalam setahun, artinya masa sucinya cukup panjang. 

قال المصنف: 
((وأقل زمن تحيض فيه المرأة تسع سنين)) 

((Dan umur yang paling kecil bagi seorang wanita untuk mengalami haidh adalah 9 tahun)) 

Hal ini berdasarkan istiqrā (pengamatan/penelitian) dan kejadian yang terjadi di lapangan. 

قال المصنف: 
((وأقل الحمل ستة أشهر وأكثره أربع سنين وأقل الحمل ستة أشهر وأكثرها أربع سنين وغالبه تسعة أشهر)) 

((Masa kehamilan yang paling pendek normal adalah 6 bulan. Dan masa kehamilan yang paling panjang yang pernah ada yaitu 4 tahun. Dan secara umum, masa kehamilan seorang wanita adalah selama 9 bulan)) 

Dalil masa hamil yang terpendek yaitu 6 bulan adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla: 

وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ 

"Dan masa mengandung dan masa menyusui adalah 30 bulan." (QS Al-Ahqāf: 15)

Disini Allāh menggabungkan 2 masa, totalnya adalah 30 bulan. 

Kemudian firman Allāh Ta'āla di ayat yang lain: 

وَفِصَاله فِي عَامَيْنِ

"Dan masa menyusui selama 2 tahun." (QS Luqmān: 14)

⇒ 2 tahun = 24 bulan. 
⇒ Artinya masa hamil minimal = 30 bulan, dikurangi 24 bulan yaitu 6 bulan. 

Sedangkan dalil yang lainnya adalah berdasarkan istiqrā (pengamatan) dan kejadian yang ada. 

Demikian yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan kita cukupkan. 

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم 
وآخر دعونا أن الحمد لله رب العلمين
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
______________________________ 
📦 Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam 
| Bank Mandiri Syariah 
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507 
| A.N : YPWA Bimbingan Islam 
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

🌐 Website:  
http://www.bimbinganislam.com
👥 Facebook Page:  
Fb.com/TausiyahBimbinganIslam
📣 Telegram Channel: 
http://goo.gl/4n0rNp
📺 TV Channel: 
http://BimbinganIslam.tv

Tayammum (Bagian 2)

Tayammum (Bagian 2)

🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 13 Rabi'ul Awwal 1437 H / 25 Desember 2015M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitab Thahārah
🔊 Kajian 25 | Tayammum (Bagian 2)
~~~~~~~~~~~~~

MATAN KITAB:

وفرائضه أربعة أشياء: النية ومسح الوجه ومسح اليدين مع المرفقين والترتيب. وسننه ثلاثة أشياء: التسمية وتقديم اليمنى على اليسرى والمولاة.
(فصل) والذي يبطل التيمم ثلاثة أشياء ما أبطل الوضوء ورؤية الماء في غير وقت الصلاة والردة. وصاحب الجبائر يمسح عليها ويتيمم ويصلي ولا إعادة عليه إن كان وضعها على طهر ويتيمم لكل فريضة ويصلي بتيمم واحد ما شاء من النوافل.

TATA CARA (FARDHU/RUKUN) TAYAMMUM
Fardhu/rukun atau tatacara tayammum ada 4 (empat) yaitu (a) niat, (b) mengusap wajah, (c) mengusap kedua tangan sampai siku, (d) tertib (urut).

SUNNAHNYA TAYAMMUM
Sunnahnya tayammum ada 3 (tiga) yaitu: (a) Membaca bismillah, (b) mendahulukan yang kanan dari yang kiri, (c) bersegera.

YANG MEMBATALKAN TAYAMMUM
Yang membatalkan tayammum ada 3 (tiga) yaitu: (a) perkara yang membatalkan wudhu, (b) melihat air di selain waktu shalat, (c) murtad.

Orang yang memakai perban mengusap di atasnya, bertayammum dan shalat dan tidak perlu mengulangi shalatnya apabila saat memakai perban dalam keadaan suci.

Satu tayammum berlaku untuk satu kali shalat fardhu dan 1 shalat sunnah. Satu kali tayammum dapat dipakai beberapa kali shalat sunnah.
➖➖➖➖➖➖➖

TAYAMMUM (BAGIAN 2)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para Sahabat Bimbingan Islam yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, pada halaqah yang ke-25 ini kita akan lanjutkan pembahasan tentang Tayammum.

■ PEMBAHASAN PERTAMA | Tentang syarat-syarat diperbolehkannya untuk seseorang tayammum

Dan sudah dijelaskan pada halaqah sebelumnya.

■ PEMBAHASAN KEDUA | Tentang perkara yang wajib di dalam tayammum (Furūdhut Tayammum)

قال المصنف:
((وفرائضه أربعة أشياء))

((Dan kewajiban-kewajiban di dalam tayammum ada 4 macam))

● KEWAJIBAN KE ⑴

((النية))

((Niat))

Tidak sah tayammum tanpa niat.

⇒ Ini adalah kesepakatan para Imam Madzhab dan dikatakan bahwa ini adalah ijmā' berdasarkan hadits.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

إنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

"Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu tergantung pada niatnya." (Muttafaqun 'alayh, hadits Bukhari Muslim)

Dan tayammum adalah termasuk jenis ibadah yang membutuhkan untuk niat sehingga niat adalah salah satu kewajiban didalam tayammum.

Niat seorang yang bertayammum adalah agar diperbolehkan untuk melaksanakan shalat. Dan tayammum adalah badal (pengganti) dari wudhū'.

● KEWAJIBAN KE ⑵

((ومسح الوجه))

((Dan mengusap wajah))

Dengan debu dan tanah.

⇒ Ini adalah ijmā', sebagaimana yang dinukilkan oleh Ibnu Qudāmah dan Ibnu Rajab.

Mengusap wajah sebagaimana yang dilakukan pada saat berwudhū' yaitu pada area wajah, dan batas-batasannya sudah pernah kita jelaskan sebelumnya.

● KEWAJIBAN KE ⑶

((و مسح اليدين مع المرفقين))

((Dan mengusap kedua tangan sampai kedua siku))

Pada pembahasan ini ada 3 point;

• POINT PERTAMA | MENGUSAP KEDUA TANGAN

Dikatakan ini adalah ijmā' oleh Ibnu Qudāmah dan Ibnu Rajab.

• POINT KEDUA | APAKAH MENGUSAP TANGAN HARUS SAMPAI SIKU ATAUKAH CUKUP PADA PERGELANGAN TANGAN SAJA?

Pendapat Syāfi'īyyah dan Hanafiyyah bahwasanya adalah wajib sampai kedua siku.

Berdasarkan:

• ⑴ Perbuatan para shāhabat

• ⑵ Sisi pendalilan bahwasanya tayammum adalah pengganti wudhū', manakala seseorang berwudhū' sampai siku maka tayammum sebagai penggantinya pun sampai siku.

Dan pendapat yang lain adalah pendapat Hanabilah dan Malikiyyah bahwasanya mengusap tangan pada saat tayammum hanya sampai pada pergelangan tangan saja, berdasarkan hadits 'Ammar bin Yāsir radhiyallāhu 'anhu bahwasanya disana tidak disebutkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak mengajarkan sampai siku (yaitu pada saat mengajarkan tata cara tayammum).

• POINT KETIGA | TATA CARA TAYAMMUM

• ⑴ Seseorang menepukkan telapak tangan ke tanah atau yang lainnya 1 kali saja.

• ⑵ Mengusap wajah.

• ⑶ Mengusap kedua tangan sampai pergelangan tangan atau sampai kedua siku.

● KEWAJIBAN KE ⑷

((والترتيب))

((Tertib))

Wajib melakukan secara berurutan.

■ PEMBAHASAN KETIGA | Tentang sunnah-sunnah di dalam tayammum.

قال المصنف:
((وسننه ثلاثة أشياء))

((Dan sunnah-sunnah di dalam tayammum ada 3 macam))

● SUNNAH PERTAMA 

((التسمية))

((Membaca basmalah-sebelum bertayammum))

Ini adalah pendapat Syāfi'īyyah dan jumhur (mayoritas) para ulama berdasarkan dalil-dalil yang sudah disebutkan sebelumnya.

● SUNNAH KEDUA

((وتقديم اليمنى على اليسرى))

((Mendahulukan bagian kanan atas bagian yang kiri))

Berdasarkan hadits 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā, beliau mengatakan:

كانَ رَسُولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ في تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفي شَأْنِهِ كُلِّهِ (رواه البخاري)

"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyukai untuk mendahulukan bagian kanan pada saat memakai sandal, pada saat bersisir dan pada saat berthaharah (bersuci) dan pada seluruh keadaan Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam." (HR Bukhari)

● SUNNAH KETIGA

((والمولات))

((Bersambung/sambung menyambung tidak berhenti))

Berdasarkan qiyas terhadap wudhū'.

Tambahan dari sunnah-sunnah yang disebutkan dalam matan di atas,

● SUNNAH KEEMPAT

((نفخ الأيدي بعد ضربهما))

((Meniup kedua tangan setelah memukulkan ke tanah))

Bertujuan untuk mempersedikit tanah-tanah yang masih menempel di tangan.

■ PEMBAHASAN KEEMPAT | Tentang pembatal-pembatal tayammum.

قال المصنف:
((والذين يبطل التيمم ثلاثة أشياء))

((Dan perkara-perkara yang membatalkan tayammum ada 3 macam))

● PEMBATAL ⑴

((ما يبطل الوضوء))

((Semua perkara yang membatalkan wudhū'))

Maka hal itu membatalkan tayammum, misalnya buang angin dan lain sebagainya.

● PEMBATAL ⑵

((ورؤية الماء في غير وقت الصلاة))

((Dan melihat/mendapatkan air sebelum melaksanakan shalat))

Hal itu membatalkan tayammum karena tayammum adalah pengganti dari wudlu disebabkan tidak ada air

Dalam masalah melihat air ini ada beberapa keadaan:

• ⑴ Apabila dia melihat/mendapatkan air SEBELUM melaksanakan shalat maka tayammum seseorang itu batal dan tidak sah shalat dengan tayammumnya.

Dan ini dikatakan oleh para ulama adalah ijmā'.

• ⑵ Apabila dia melihat air pada saat SEDANG shalat maka wajib membatalkan shalat kemudian berwudhū' dengan air dan mengulangi shalatnya.

Ini adalah pendapat Hanafiyyah dan Hanabilah dan dipilih oleh Imam Asy-Syāfi'ī dan juga oleh Syaikh Ibnu 'Utsaimin.

• ⑶ Apabila melihat air SETELAH melaksanakan shalat dan MASIH di dalam waktu shalat tersebut, maka tidak diulangi shalatnya.

Ini adalah kesepakatan para Imam madzhab.

• ⑷ Apabila dia melihat/mendapatkan air SETELAH selesai shalat dan telah KELUAR waktu maka dia tidak mengulangi shalatnya.

Dan ini berdasarkan ijmā' para ulama.

● PEMBATAL ⑶

((والردة))

((Murtad))

Keluar dari agama islam, sebagaimana murtad membatalkan thahārah lainnya, maka murtad pun membatalkan tayammum.

■ PEMBAHASAN KELIMA | Tentang orang-orang yang diperban atau digips atau yang semisalnya.

((وصاحب الجبائر يمسح عليها ويتيمم))

((Dan bagi orang-orang yang mengenakan jabāir, mereka mengusap diatasnya dan bertayammum))

Al-Jabāir (الجبائر) adalah jama' dari al-jabīrah (الجبيرة), dia adalah kayu atau benda yang keras yang digunakan untuk meluruskan dan mengencangkan bagian yang patah agar tersambung kembali (seperti gips untuk patah tulang, perban dan semisalnya) maka cukup diusap diatasnya dan bertayammum.

Berdasarkan hadits Jābir radhiyallāhu Ta'āla 'anhu tentang seorang shāhabat yang terluka kepalanya dan diperban kemudian junub dan bertanya kepada para shāhabat. Maka diperintahkan untuk mandi, maka airpun masuk ke dalam lukanya dan kemudian meninggal dunia.

Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pun bersabda:

إنما كان يكفيه أن يتيمم ويعصر أو يعصب شك موسى على جرحه خرقة ثم يمسح عليها ويغسل سائر جسده (رواه أبو داود)

"Cukup baginya untuk bertayammum dan membalut kain di atas lukanya dan mengusap di atas kain tersebut." (HR Abū Dāwud)

Disini perawi Mūsa ragu kalimat yang dipakai apakah ya'shira (يعصر) atau ya'shiba (يعصب)

Mushannif pun melanjutkan:

((و يصلي ولا إعادة عليه إن كان وضعها على طهر))

((Apabila demikian, maka dia kemudian melaksanakan shalat dan tidak perlu mengulangi shalat tersebut apabila memakai perban didalam keadaan demikian))

■ PEMBAHASAN KEENAM | Tentang tayammum di dalam shalat fardhu dan shalat sunnah.

قال المصنف:
((ويتيمم لكل فريضة و يصلي بتيمم واحد ماشاء من النوافل))

((Dan bertayammum untuk setiap akan melaksanakan shalat fardhu dan untuk shalat sunnah maka dapat dilakukan sekehendaknya dengan sekali tayammum saja))

Ini pendapat madzhab Syāfi'ī, bahwasanya:

• ⑴ 1 tayammum hanya untuk 1 shalat fardhu.

• ⑵ 1 tayammum boleh untuk shalat sunnah dalam beberapa shalat sunnah.

Demikian yang bisa disampaikan.

وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه و سلم
وآخر دعونا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
______________________________
📦 Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

🌐 Website: 
http://www.bimbinganislam.com
👥 Facebook Page: 
Fb.com/TausiyahBimbinganIslam
📣 Telegram Channel:
http://goo.gl/4n0rNp
📺 TV Channel:
http://BimbinganIslam.tv

Tayamum (Bagian 1)

Tayamum (Bagian 1)

🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 06 Rabi'ul Awwal 1437 H /  18 Desember 2015 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 24 | Tayammum (Bagian 1)
⬇ Download Audio: https://goo.gl/ZlepvD
➖➖➖➖➖➖➖
MATAN KITAB

(فصل) وشرائط التيمم خمسة أشياء: وجود العذر بسفر أو مرض، ودخول وقت الصلاة، وطلب الماء، وتعذر استعماله وإعوازه بعد الطلب، والتراب الطاهر الذي له غبار فإن خالطه جص أو رمل لم يجز.

Syarat bolehnya tayammum ada 5 (lima): ⑴ adanya udzur karena perjalanan atau sakit, ⑵ masuk waktu shalat, ⑶ mencari air, ⑷ tidak dapat menggunakan air dan tidak ada air setelah mencari, ⑸ debu suci. Apabila tercampur najis atau pasir maka tidak sah.
➖➖➖➖➖

TAYAMMUM (BAGIAN 1)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله و بركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و بعد.

Para Sahabat penuntut ilmu yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, pada halaqah yang ke-24 ini, pada matan Abū Syujā' kita akan memasuki pembahasan tentang "Tayammum" dan kita akan jadikan beberapa point:

■ PERTAMA | APA YANG DIMAKSUD DENGAN TAYAMMUM?

Tayammum (التيمم) ;

• Secara bahasa maknanya adalah القصد (al-qashdu: maksud/yang dituju) dan الطلب (ath-thalab: mencari)

• Secara istilah adalah:

القصد إلى الصعيد ومسح الوجه واليدين به على صفة مخصوصة بشرائط مخصوصة بديلاً عن الوضوء أو الغسل

"Bermaksud atau menuju atau menggunakan ash-sha'īd dan mengusap wajah & kedua tangan dengannya (ash-sha'īd tersebut) dengan cara yang khusus dengan syarat-syarat yang khusus juga, yang dia adalah sebagai thaharah pengganti dari wudhū' maupun mandi.

⇒ Ash-sha'īd ditafsirkan oleh para ulama dengan makna التراب الطهور (at-turāb ath-thahūr: tanah yang suci). Atau sebagian ulama mengatakan ash-sha'īd adalah:

كل ما صعد على الارض

"Semua yang muncul ke permukaan bumi."

■ KEDUA | DALIL-DALIL DISYARI'ATKANNYA TAYAMMUM

⑴ AL-QURĀN

Allāh Ta'āla berfirman:

فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

"Apabila kalian tidak mendapati air maka bertayammumlah dengan tanah yang suci." (QS An-Nisā: 43)

⑵ HADITS RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM

Diriwayatkan oleh Hudzaifah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

وَ جُعِلَتْ لَنَا الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا وَجُعِلَتْ لَنَاتُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ

"Dan dijadikan untuk kami bumi seluruhnya adalah masjid dan dijadikan untuk kami tanahnya suci & mensucikan jika kami tidak mendapatkan air." (HR Muslim)

⑶ IJMA' PARA ULAMA

⇒ Bahwasanya tayammum adalah disyari'atkan di dalam Islam.

■ KETIGA | HIKMAH DISYARI'ATKANNYA TAYAMMUM

Bahwasanya dia adalah rahmat (kasih sayang) dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla terhadap kaum muslimin dengan memberikan kemudahan berupa disyari'atkannya tayammum.

Allāh Ta'āla berfirman:

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"Dan Allāh tidak menghendaki kesulitan bagi kalian, justru Allāh Subhānahu wa Ta'āla menghendaki untuk kalian agar membersihkan kalian serta menyempurnakan nikmatnya agar kalian bersyukur." (QS Al-Māidah: 6)

■ KEEMPAT | SYARAT DIPERBOLEHKANNYA TAYAMMUM

قال المصنف:
((و شرائط التيمم خمسة أشيآء))

((Dan syarat-syarat tayammum ada 5 perkara))

• SYARAT ⑴

((وجود العذر بسفر أو مرض))

((Adanya udzur/alasan disebabkan safar/bepergian atau disebabkan penyakit))

⇒ Disini ada dhābith (ketentuan) bolehnya seseorang bertayammum, diantaranya:

❶ Al-'Ajz  (العجز)

Yaitu ketidakmampuan dalam menggunakan air, apakah karena tidak bisa menggunakan air atau dikhawatirkan dalam menggunakan air tersebut akan menyebabkan kemudharatan yang lebih besar.

❷ Al-Faqdu (الفقد)

فقدان الماء

"Tidak mendapatkan air sama sekali."

Diantara sebab al-'ajz (ketidakmampuan) tersebut diantaranya adalah safar (bepergian) dan sakit, sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مِّنكُم مِّن الْغَآئِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ...

"Dan apabila kalian dalam keadaan sakit atau dalam keadaaan safar dan kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah... "(QS An-Nisā: 43)

⇒ Ibnu 'Abbas radhiyallāhu Ta'āla 'anhu menafsirkan ayat ini bahwasanya: "Jika kalian sakit maka bertayammumlah dan jika kalian dalam keadaan safar dan tidak mendapatkan air maka bertayammumlah."

• SYARAT ⑵

((ودخول وقت الصلاة))

((Dan masuknya waktu shalat))

Firman Allāh Ta'āla:

إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ

"Apabila kalian akan mendirikan shalat maka cucilah wajah-wajah kalian." (QS Al-Māidah: 6)

Oleh karena itu diperintahkannya untuk thahārah pada saat masuk waktu shalat.

Adapun wudhū' maka disana terdapat dalil yang lain yang MENGECUALIKAN bahwasanya wudhū' diperbolehkan sebelum masuk waktu shalat. Sedangkan tayammum, maka dia tetap pada kaidah asal yaitu dilakukan pada saat masuk waktu shalat.

Oleh karena itu disyaratkan pada tayammum adalah masuknya waktu shalat.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

وجعلت لي الأرض مسجدا وطهورا أينما أدركتني الصلاة تيممت وصليت
"Dan dijadikan bumi ini sebagai masjid yang dia adalah suci, dimana saja shalat mendapati saya maka saya bertayammum dan saya shalat." (HR Ahmad)

⇒ Dan disini kita melihat bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bertayammum pada saat shalat mendapati Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Kemudian kata para ulama bahwasanya tayammum juga dia adalah thahārah yang disebabkan oleh sesuatu yang darurat dan darurat itu dimulai pada saat waktu shalat sudah masuk.

• SYARAT ⑶

((وطلب الماء))

((Mencari air))

⇒ Maksudnya pada saat tidak mendapatkan air dan setelah berusaha sungguh-sungguh untuk mencari air dan tidak mendapatkannya maka diperbolehkan untuk bertayammum.

• SYARAT ⑷

((و تعذر استعماله إعوازه بعد الطلب))

((Tidak bisa menggunakan air disebabkan kebutuhan akan air setelah mencari air tersebut))

Apabila seseorang mencari dan mendapatkan air tidak melebihi dari kebutuhan yang darurat seperti untuk minum, untuk menyelamatkan hidupnya dan lain sebagainya, maka diperbolehkan dia untuk tidak menggunakan air yang dia butuh padanya, untuk beralih kepada tayammum.

• SYARAT ⑸

((والتراب الطاهر الذي له غبار فإن خالطه جص أو رمل لم يجز))

((Tanah yang suci yang memiliki debu, apabila bercampur dengan semen/plester atau bercampur dengan kerikil maka tidak sah))

Ini adalah pendapat madzhab Syāfi'iyyah bahwasanya disyaratkan tanah suci yang memiliki debu.

Ada beberapa pembahasan yang akan kita tambahkan:

● PEMBAHASAN PERTAMA | HUKUM TAYAMMUM MENGGUNAKAN TANAH

Ini diperbolehkan secara umum oleh para ulama. Dalilnya adalah:

⑴ Firman Allāh Ta'āla:

فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

"Dan bertayammumlah dengan sha'īd yang baik." (QS An-Nisā: 43)

⇒ Makna ash-sha'īd disini lebih utama untuk ditafsirkan/diterjemahkan sebagai ath-thurāb (tanah).

⑵ Hadits Hudzaifah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

فُضِّلْنا عَلَى النَّاسِ بِثَلاثٍ : جُعِلَتْ صُفُوفُنَا كَصُفُوفِ الْمَلائِكَةِ ، وَ جُعِلَتْ لَنَا الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا ، وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ

"Kami diutamakan atas manusia (umat yang lain) dengan 3 hal; dijadikan shaf-shaf kami seperti shaf malaikat, dijadikan untuk kami bahwa semua permukaan bumi adalah masjid, dijadikan untuk kami tanahnya suci dan mensucikan apabila tidak mendapatkan air." (HR Muslim)

● PEMBAHASAN KEDUA | HUKUM TAYAMMUM DENGAN MENGGUNAKAN SELAIN TANAH

Para ulama berbeda pendapat pada masalah tayammum dengan selain tanah.

✓PENDAPAT PERTAMA

Bahwasanya tayammum dengan selain tanah tidak boleh dan tidak sah.

Dan ini adalah madzhab Syāfi'iyyah dan Hanābilah dan salah satu riwayat dari Mālikiyyah.

Dalilnya adalah firman Allāh Ta'āla:

فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

(QS An-Nisā: 43)

⇒ Maknanya adalah bahwasanya ash-sha'īd adalah tanah yang memiliki debu dan dikuatkan dengan hadits Hudzaifah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu bahwasanya disebutkan dalam hadits tersebut:

وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا

"Dan dijadikan tanahnya bagi kami adalah suci dan mensucikan."

⇒ Disebutkan dalam hadits tersebut makna kalimat "ath-thurāb" secara teks redaksinya. Oleh karena itu yang dimaksudkan ash-sha'īd adalah ath-thurāb.

✓PENDAPAT KEDUA

Diperbolehkan untuk bertayammum dengan seluruh bagian (unsur) bumi yang muncul ke permukaan seperti tanah, kerikil, keramik, batu, batu yang licin dan sebagainya.

Ini adalah madzhab Hanafiyyah, Mālikiyyah dan pendapat yang dipilih oleh Imām Ath-Thabariy, Imām Ibn Hazm, Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, Syaikh Bin Bāz, Syaikh Al-Albaniy dan Syaikh 'Utsaimin.

Dalilnya adalah:

⑴ Firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

"Dan bertayammumlah dengan sha'īd yang baik." (QS An-Nisā: 43)

⇒ Makna ash-sha'īd disini diambil dari kalimat ash-shu'ūd dan maknanya adalah al-'uluw (tinggi/muncul).

Jadi seluruh unsur bumi yang muncul dipermukaan bumi maka bisa dikatakan sebagai ash-sha'īd yang diperbolehkan untuk tayammum.

⑵ Hadits dari Jābir radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

وجعلت لي الأرض مسجدا و طهورا

"Dan dijadikan bagi saya seluruh permukaan bumi adalah sebagai masjid dan sebagai sesuatu yang suci dan mensucikan." (HR Bukhari dan Muslim)

Hadits tersebut menunjukkan bahwa setiap tempat yang diperbolehkan diatasnya shalat maka dia diperbolehkan untuk tayammum dengannya.

⑶ Hadits Abū Juhaym Al-Haritsi Ibn Shammah Al-Anshāriy.

أَبِي جُهَيْمِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ الصِّمَّةِ الْأَنْصَارِيِّ فَقَالَ أَبُو الْجُهَيْمِ الْأَنْصَارِيُّ أَقْبَلَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ نَحْوِ بِئْرِ جَمَلٍ فَلَقِيَهُ رَجُلٌ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى أَقْبَلَ عَلَى الْجِدَارِ فَمَسَحَ بِوَجْهِهِ وَيَدَيْهِ ثُمَّ رَدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ

Abu Juhaym Ibn Hārits Al-Anshāriy berkata: Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam menghadap ke salah satu sisi dari sumur Jamal kemudian seorang laki-laki bertemu Beliau dan mengucapkan salam kepada Beliau namun Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam tidak menjawab salam sampai beliau menghadap kepada tembok kemudian mengusap wajahnya dan kedua tangannya dengan tembok tersebut kemudian Beliau baru menjawab salam orang tadi." (HR Bukhari dan Muslim)

Ini menunjukkan bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bertayammum dengan selain tanah yaitu dengan tembok dan ini adalah pendapat yang lebih kuat.

و الله تعالى أعلم
وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه و سلم
و آخر دعونا أن الحمد لله رب العلمين
السلام عليكم ورحمة الله و بركاته
______________________________
📦 Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

🌐 Website: 
http://www.bimbinganislam.com
👥 Facebook Page: 
Fb.com/TausiyahBimbinganIslam
📣 Telegram Channel:
http://goo.gl/4n0rNp
📺 TV Channel:
http://BimbinganIslam.tv

Mengusap kedua Khuf

🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 29 Shafar 1437H / 11 Desember 2015M
📗 Matan Abu Syuja' | Kitab Thaharah
🔊 Kajian 23 | Mengusap Kedua Khuf
⬇️ Download audio: https://goo.gl/lijpGz
~~~~~~~~~~~~~

MATAN KITAB: MENGUSAP KEDUA KHUF

(فصل) والمسح على الخفين جائز بثلاث شرائط أن يبتدئ لبسهما بعد كمال الطهارة وأن يكونا ساترين لمحل الفرض من القدمين وأن يكونا مما يمكن تتابع المشي عليهما ويمسح المقيم يوما وليلة والمسافر ثلاثة أيام بلياليهن وابتداء المدة من حين يحدث بعد لبس الخفين فإن مسح في الحضر ثم سافر أو مسح في السفر ثم أقام أتم مسح مقيم.ويبطل المسح بثلاثة أشياء بخلعهما وانقضاء المدة وما يوجب الغسل.

Mengusap khuf (kaus kaki khusus) itu boleh dengan 3 (tiga) syarat:
(1) Memakai khuf setelah suci dari hadats kecil dan hadats besar.
(2) Khuf (kaus kaki) menutupi mata kaki .
(3) Dapat dipakai untuk berjalan.

Orang mukim dapat memakai khuf selama satu hari satu malam (24 jam). Sedangkan musafir selama 3 (tiga) hari 3 malam.

Masanya dihitung dari saat hadats (kecil) setelah memakai khuf. Apabila memakai khuf di rumah kemudian bepergian atau mengusap khuf di perjalanan kemudian mukim maka dianggap mengusap khuf untuk mukim.

Mengusap khuf batal oleh 3 (tiga) hal:
Melepasnya,
Habisnya masa,
Hadats besar.
(Fiqh AtTaqrib Matan Abi Syuja')
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Mandi Yang Disunnahkan Di Dalam Syariat (Ghusl)

Mandi Yang Disunnahkan Di Dalam Syariat (Ghusl)

🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 15 Shafar 1437 H / 27 November 2015 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitab Thahārah
🔊 Kajian 22 | Mandi Yang Disunnahkan Di Dalam Syariat (Ghusl)
⬇️ Download audio: https://goo.gl/ykqaBH
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

(فصل) والاغتسالات المسنونة سبعة عشر غسلا غسل الجمعة والعيدين والاستسقاء والخسوف والكسوف والغسل من غسل الميت والكافر إذا أسلم والمجنون والمغمى عليه إذا أفاقا والغسل عند الإحرام ولدخول مكة وللوقوف بعرفة وللمبيت بمزدلفة ولرمي الجمار الثلاث وللطواف.

Mandi mandi yang disunnahkan ada 17 keadaan yaitu: mandi untuk Jum’at, 2 (dua) hari raya, shalat minta hujan (istisqa’), gerhana bulan, gerhana matahari, setelah memandikan mayit, orang kafir apabila masuk Islam, orang gila dan ayan (epilepsi) apabila sembuah, saat akan ihram, akan masuk Makkah, wukuf di Arafah, mabit (menginap) di Muzdalifah, melempar Jumrah yang tiga, tawaf. (Fiqh AtTaqrib Matan Abi Syuja')
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

MANDI YANG DISUNNAHKAN DI DALAM SYARI'AT (GHUSL)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله و بركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و بعد.

Para Sahabat penuntut ilmu yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, pada halaqah yang ke-22 ini kita akan memasuki pembahasan tentang "Mandi Yang Disunnahkan Di Dalam Syari'at"

قال المصنف رحمه الله :
((والاغتسالات المسنونة سبعة عشر غسلا))

((Dan mandi-mandi yang disyari'atkan (disunnahkan) ada 17 macam))

Namun yang disebutkan oleh Penulis disini hanya ada 16 saja, wallāhu a'lam.

● ⑴

((غسل الجمعة))

((Mandi untuk shalat Jum'at))

Bagi seseorang yang akan berangkat untuk shalat Jum'at maka disunnahkan untuk mandi. Dan ini adalah pendapat jumhur pendapat Syāfi'i yang mengatakan bahwa hukumnya adalah sunnah. Adapun pendapat ulama zhāhiriyyah mengatakan hukumnya adalah wajib berdasarkan hadits Riwayat Muslim.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ أَتَى مِنْكُمْ الْجُمُعَة فَلْيَغْتَسِلْ

"Barangsiapa yang hendak datang untuk menunaikan shalat Jum'at maka mandilah." (HR Muslim)

Dan di dalam hadits tersebut ada kalimat perintah dan kalimat perintah menunjukkan bahwasanya hukumnya adalah wajib.

Namun pendapat jumhur adalah pendapat yang rajih (benar) karena di sana ada dalil-dalil yang lain yang memalingkan makna perintah tadi dari wajib menjadi sunnah. Diantaranya adalah sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ وَمَنْ اغْتَسَلَ فَهُوَ أَفْضَلُ

"Barangsiapa yang berwudhū' di hari Jum'at, maka sudah cukup dan barang siapa yang mandi maka itu lebih baik." (HR. Ash-hābus Sunān dan dihasankan oleh Imam Tirmidzi)

● ⑵ & ⑶
((والعيدين))

((Mandi untuk shalat dua 'Īd: 'Īdul Fithri & 'Īdul Adha))

Berkata Imam Nawawi di dalam Majmū' Syarh Al-Muhadzdzab:

وقال الشافعيّ وأصحابه: يستحب الغسل في العيدين، وهذا لا خلاف فيه والمعتمد فيه أثر ابن عمر، والقياس على الجمعة

Berkata Imām Syāfi'i dan Ash-hāb: "Disunnahkan untuk mandi untuk kedua shalat 'id dan ini tidak ada perbedaan pendapat didalamnya dan yang menjadi sandaran dalam masalah itu adalah contoh perbuatan Ibnu 'Umar juga qiyās terhadap shalat Jum'at."

● ⑷

((والإستسقاء))

((Mandi untuk shalat istisqa/shalat untuk meminta hujan))

Dan ini dalilnya adalah qiyās atau disamakan dengan dalil shalat Jum'at (qiyās terhadap shalat Jum'at. Dan merupakan moment (saat-saat) berkumpulnya manusia disatu tempat, oleh karena itu disunnahkan untuk mandi.

● ⑸

((والخسوف))

((Mandi untuk melaksanakan shalat khusūf/gerhana bulan))

● ⑹

((والكسوف))

((Mandi untuk melaksanakan shalat kusūf/gerhana matahari))

Dalilnya pun sama yaitu qiyās terhadap shalat Jum'at dan juga tempat berkumpulnya manusia, oleh karena itu disunnahkan untuk mandi.

● ⑺

((والغسل من غسل الميت))

((Mandi karena memandikan mayyit))

Dalil: Sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَلْيَغْتَسِلْ وَمَنْ حَمَلَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ

"Barangsiapa yang memandikan mayit, maka mandilah. Dan barangsiapa yang mengusung mayat, maka berwudhū'lah." (HR. Abū Dāwud, Tirmidzi dan beliau menghasankan hadits ini)

⇒ Dan perintah disitu maksudnya adalah sunnah sebagaimana diterangkan (dijelaskan) atau ada qarāin dari hadits yang lain yang menunjukkan bahwasanya perintah disana bukan bermaksud wajib namun bermaksud sunnah.

● ⑻

((والكافر إذا أسلم))

((Orang kafir apabila masuk Islam))

Maka disunnahkan untuk mandi, berdasarkan hadits Qays bin 'Āshim, beliau berkata:

أَنَّهُ أَسْلَمَ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَغْتَسِلَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ

"Qays bin 'Āshim masuk Islam, kemudian Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam menyuruhnya untuk mandi dengan air dan daun sidr (daun bidara)." (HR. Ash-hābus Sunān dengan sanad yang hasan)

● ⑼

((والمجنون))

((Orang yang gila lalu kemudian tersadar))

● ⑽

((والمغمى عليه إذا أفاقا))

((Orang yang pingsan yang kemudian siuman))

Maka disunnahkan bagi keduanya untuk mandi. Dan keduanya disamakan hukumnya karena sama-sama hilang akalnya. Dan ini berdasarkan hadits 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā didalam Riwayat Bukhāri dan Muslim yang menceritakan tentang manakala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sakit di akhir hayat Beliau. Kemudian Beliau pingsan dan manakala siuman Beliau meminta air untuk mandi.

● ⑾

((والغسل عند الإحرام))

((Mandi manakala akan mulai ihram))

Berdasarkan hadits dari Zayd bin Tsābit beliau berkata:

رَأَيْتُ رَسُوْلَ الله َّ-صلى الله عليه وسلم- تَجَرَّدَ لإِهْلاَلِهِ فَاغْتَسَلَ

"Saya melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melepaskan pakaiannya untuk memulai ihram dan Beliau mandi." (HR. Tirmidzi dan beliau menghasankan)

● ⑿

((و لدخول مكة))

((Mandi karena masuk ke dalam Mekkah))

Berdasarkan perbuatan Ibnu 'Umar dan beliau menyebutkan bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melakukan hal itu. (HR Al-Khamsah kecuali Imam Tirmidzi)

● ⒀

((وللوقوف بعرفة))

((Mandi karena wuqūf di 'Arafah))

Dan inipun berdasarkan perbuatan Ibnu 'Umar dan juga diqiyaskan bahwasanya hal ini adalah tempat berkumpulnya manusia, oleh karena itu disunnahkan untuk mandi.

● ⒁

((للمبيت بمزدلفة))

((Mandi karena mabit di Muzdalifah))

● ⒂

((ولرمى الجمار الثلاث))

((Mandi karena melempar jumrah yang tiga))

Dalilnya adalah qiyās bahwasanya ini adalah tempat berkumpulnya manusia di dalam ibadah.

● ⒃

((وللطواف))

((Mandi untuk melaksanakan thawāf))

Yang dimaksud disini oleh Penulis adalah seluruh thawāf (baik thawāf qudūm, thawāf ifādhah dan thawāf yang lainnya).

Ini adalah pendapat Imam Syāfi'i dalam Qawlul Qadīm (pendapat Beliau yang lama), yang mana mengatakan bahwasanya: "Mandi untuk thawāf adalah sunnah."

Namun pendapat beliau yang baru dalam Qawlul Jadīd bahwasanya: "Tidak disunnahkan mandi untuk thawāf." Berdasarkan hadits 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā beliau mengatakan:

أن النَّبِيَّ صلى اله عليه وسلم أَوَّلَ شَيْءٍ بَدَأَ بِهِ حِينَ قَدِمَ مَكَّةَ أَنَّهُ تَوَضَّأَ ثُمَّ طَافَ بِالْبَيْتِ (رواه الشيخان)

"Bahwasanya hal pertama yang dilakukan oleh Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam tatkala masuk ke dalam Mekkah adalah Beliau berwudhū' kemudian thawāf di Ka'bah."

Demikian yang bisa kita sampaikan dalam pasal ini.
----------

Kita tutup dengan wasiat dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Dari Abī Sa'īd Al-Khudriy radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا, فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ؟ فَاتَّقُوا الدُّنْيَا, وَاتَّقُوا النِّسَاءَ, فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ, كَانَتْ فِي النِّسَاءِ

"Bahwasanya dunia adalah manis dan hijau (indah) dan sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan jadikan kalian untuk mewarisinya (menggantikan satu orang dari orang-orang sebelumnya), maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan melihat apa yang akan kalian lakukan?

Maka berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan berhati-hatilah kalian dari fitnah para wanita karena sesungguhnya awal terjadinya fitnah (musibah) dikalangan Bani Isrāil adalah pada wanita." (HR. Muslim)

Oleh karena itu, Para Sahabat sekalian, semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan kita sebagai orang-orang yang tidak tertipu dengan gemerlapnya kehidupan dunia dan dengan tipuan dunia.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan kita orang-orang yang senantiasa istiqamah untuk kemudian menghadap Allāh dalam keadaan yang selamat.

و صلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه و سلم
______________________________
📦 Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

🌐 Website: 
http://www.bimbinganislam.com
👥 Facebook Page: 
Fb.com/TausiyahBimbinganIslam
📣 Telegram Channel:
http://goo.gl/4n0rNp
📺 TV Channel:
http://BimbinganIslam.tv