Laman

Tampilkan postingan dengan label Mendidik Anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mendidik Anak. Tampilkan semua postingan

MENDIDIK ANAK DI BULAN RAMADHAN (SOAL JAWAB 3)

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 12 Ramadhān 1436 H/29 Juni 2015 M
🌙 Materi Tematik Ramadhān
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

~ MENDIDIK ANAK DI BULAN RAMADHĀN (SOAL JAWAB 3) ~

Soal
Apakah orangtua tetap mendapatkan pahala dari pahala anak walaupun puasa anak hanya setengah hari? Dan apakah anak juga tetap mendapatkan pahala?

Jawab
Jelas orangtua mendapat pahala karena dia berusaha untuk mendidik anak-anak. Mentarbiyah anak merupakan amalan shālih, salah satu bentuk dari pengamalan firman Allāh:

قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا 

"Jagalah dirimu dan keluargamu dari neraka Jahannam." (At-Tahrīm 6)

Bagaimana caranya? Tidak mungkin bisa dilakukan kecuali dengan tarbiyah.

Ada kaidah:

ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب

"Suatu perkara yang wajib tidak mungkin ditegakkan kecuali dengan perkara lain, maka perkara lain tersebut hukumnya juga wajib."

Shalat Jum'at bagi laki-laki wajib, tidak mungkin seseorang pergi ke masjid kecuali dengan melangkahkan kakinya, maka hukum melangkahkan kakinya ke masjid juga wajib karena dia tidak mungkin shalat Jum'at dirumah sendiri.

Demikian juga Allāh memerintahkan bahwasanya untuk menjaga anak dan keluarga dari neraka Jahannam, tidak mungkin itu bisa terwujudkan kecuali dengan mengadakan pendidikan kepada anak-anak. Dan semakin pendidikan (tarbiyah) disegerakan kepada anak-anak maka semakin baik.

Oleh karenanya ayah ibu yang sejak kecil mendidik anaknya untuk shalat, dikenalkan Al-Qurān, kemudian dikenalkan dengan orang-orang shālih misal ustadz-ustadz. Bahkan para masyayikh menashihatkan agar anak dibawa ke majlis-majlis ustadz, kenalkan bahwa itu adalah ustadz, orang yang ayah cintai yang mereka telah berdakwah dijalan Allāh, sehingga anak-anak timbul dalam hatinya kecintaan kepada orang-orang shālih.

Banyak sarana yang bisa menjadikan anak-anak menjadi anak yang shālih, diantaranya mendidik anak sejak kecil untuk shalat, puasa. Jadi pendidikan anak sejak kecil untuk melatih mereka tentunya akan mendatangkan pahala bagi kedua orangtua yang mendidik mereka.

Adapun sang anak tidak mendapatkan pahala karena puasanya tidak sempurna, tapi dari sisi orangtua dia akan mendapatkan pahala. Dan pahala tersebut akan nampak jika anak-anak tersebut sudah besar. Tatkala besar mereka sudah terbiasa melakukan ibadah puasa, meskipun kita katakan puasa dia yang setengah hari tidak bermanfaat tetapi kalau dia terus melakukan ibadah tersebut maka sudah besar akan mudah untuk melaksanakan ibadah puasa. Saat inilah nampak fungsi/manfaat dari pendidikan semenjak dini.

Wallāhu Ta'āla a'lam bishshawāb.
_______________

Soal
Bolehkan anak-anak dilatih puasa dengan diberi iming-iming imbalan? Apakah hal tersebut tidak membiasakan jika besarnya setiap akan melakukan puasa dia akan terus mengharap balasan.

Jawab
Hal ini diperbolehkan oleh para ulama, memberikan hadiah duniawi dalam rangka untuk memotivasi.

Tentunya diwaktu lain, orangtua juga menjelaskan bahwa pemberian hadiah ini hanya sekedarnya, hadiah ini hanya pemberian kecil, Allāh telah menyiapkan pahala yang besar, apa saja yang diminta di surga kelak akan dikabulkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Sedikit kita sampaikan kepada anak-anak seperti itu.

Di suatu waktu kita berikan motivasi dengan materi, tapi ingat, motivasi bukan hanya dari sisi materi, terkadang dengan kata-kata yang indah seperti :

"Ayah bangga punya anak seperti kamu"

"Kamu hebat"

Ini memotivasi anak, jangan sampai anak sudah melakukan sesuatu, misal merapikan kamarnya, tapi tidak ada ekspresi apa-apa dari orangtua. Tunjukkan bahwa kita senang dengan perbuatan dia sehingga anak termotivasi.

Namun di lain waktu kita ingatkan tentang keikhlashan, kita gabungkan antara keduanya. Dan ini ada dalilnya dalam hadits Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sangat berbuat baik kepada kaum musyrikin, apa yang mereka minta terkadang diberikan.

Sebagaimana dalam Shahīh Muslim, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah memberikan kambing 1 lembah diberikan kepada orang kafir Quraisy sampai orang tersebut semangat memotivasi kaumnya: "Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam Islam karena Muhammad kalau sudah kasih sesuatu seperti orang yang tidak takut miskin sama sekali."

Sampai perawi dalam Shahīh Muslim menyebutkan ada orang-orang yang masuk Islam benar-benar karena mengharapkan harta, tetapi setelah mengenal Islam mereka tidak mengharapkan kecuali akhirat.

Oleh karenanya diantara kelompok yang berhak menerima zakat adalah al-muallafatu qulūbuhum, orang-orang yang baru masuk Islam kita berikan harta.

Supaya apa? Kita pancing mereka dengan dunia supaya tetap kokoh keimanan mereka.

Anak-anakpun demikian, sebagaimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan harta kepada orang-orang musyrikin agar masuk Islam, kemudian setelah masuk Islam, iman mereka kokoh.

Dan kitapun boleh memberikan kepada anak-anak motivasi dan pentingnya ikhlash. Dan kalau mereka sudah terbiasa dengan ibadah baru kita kurangi sedikit demi sedikit hadiah tersebut dan kita ingatkan dengan keikhlashan bahwa keikhlashan adalah perkara yang sangat penting.
_______________

Soal
Saya orangtua yang memiliki anak yang cacat (tuna rungu) berumur 9 tahun dan saya kesulitan mengajarkannya puasa, berdosakah saya apabila dia terlambat puasa walaupun usianya telah baligh?

Jawab
Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ 

"Bertaqwalah kepada Allāh semampu kalian." (At-Taghābun 16)

لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلَّا وُسْعَهَا

"Allāh tidak membebani kepada hambaNya sesuatu yang diluar kemampuan hambaNya." (Al-Baqarah 286)

Tugas kita hanya berusaha memberi nashihat kepada anak kita, kalau anak tidak faham lalu bagaimana lagi. Meskipun dia terlambat melaksanakan puasa setelah lewat masa baligh maka orangtua tidak akan berdosa, justru usaha kita memberi tahu anak adalah mendapatkan pahala disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Tidak ada sedikitpun usaha kebaikan yang kita lakukan yang lalai dari pencatatan Allāh, semua dicatat oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Oleh karenanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

وَلاَ تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ

“Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun walau hanya berbicara kepada saudaramu dengan wajah yang tersenyum kepadanya. Amalan tersebut adalah bagian dari kebajikan.”

(HR. Abu Daud no. 4084 dan Tirmidzi no. 2722. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits ini shahih).

Senyum itu yang hanya 1 detik itu dicatat oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, tidak akan terlupakan. Apalagi seorang ibu yang diuji oleh Allāh dengan anak yang cacat kemudian dia berusaha mengajarkannya puasa namun si anak tidak mengerti, tidak faham-faham dan baru faham setelah 3 tahun masa balighnya, maka sang ibu sama sekali tidak berdosa, dia sudah berusaha dan bahkan mendapatkan pahala di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Wallāhu Ta'āla a'lam bishshawāb.

Sumber :

👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📺 Sumber: https://youtu.be/amOgLep4hOs
___________________________
🍃 Program Cinta Ramadhan~Yayasan Cinta Sedekah :
1. Tebar Paket Ifthar & Sahur Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim & Dhu'afa
4. Tebar Al-Quran Nasional

📦 Donasi Cinta Ramadhan
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek 3310004579
| atas nama Cinta Sedekah
| Kode Bank 147
| Konfirmasi donasi,
sms ke 0878 8145 8000
dengan format:
Nama#Domisili#Jumlah Transfer#Donasi Untuk Program

MENDIDIK ANAK DI BULAN RAMADHAN (SOAL JAWAB 2)


Sumber :
🌍 BimbinganIslam.com
Ahad, 11 Ramadhan 1436 H/28 Juni 2015 M
🌙 Materi Tematik Ramadhān
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

~ MENDIDIK ANAK DI BULAN RAMADHĀN (SOAL JAWAB 2) ~

Soal
Bagaimana seorang bapak yang sudah 3 kali punya istri dan belum punya anak? Kemudian ada seorang pemuda yang sampai meninggal belum punya anak, bagaimana mendapatkan do'a dari anak yang shālih? Atau adalagi seorang bapak yang meninggalkan anak istrinya untuk merantau selama sekian tahun dan dia menikah lagi, kemudian dia meninggal apakah dia masih berhak mendapat do'a anak-anaknya?

Jawab
Seorang yang sudah berusaha memiliki anak tetapi tidak berhasil, jelas tidak ada anak yang akan mendo'akan dia maka hendaklah dia berusaha menjadi orang yang shālih. Hal ini menimpa sebagian Syaikh, ada yang memiliki 3 istri tapi tidak memiliki anak, terkadang Syaikh tersebut ketika bercerita tentang birrul walidayn (berbakti kepada kedua orangtua) dia bersediah karena dia tidak memilliki seorang anak yang akan berbakti kepada dia, tapi dia menjalani kehidupan tersebut.

Seseorang tatkala berusaha ingin punya anak tetapi tidak dianugerahi oleh Allāh maka seharusnya dia yakin bahwa dibalik semua itu ada hikmah yang Allāh kehendaki. Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyatakan:

وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا

"Allāh jadikan siapa yang Dia kehendaki mandul." (Asy-Syūra 50)

Dan kita tetap berhusnuzhan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita ingat kisah Nabi Khidr dengan Nabi Mūsa ketika bertemu dengan seorang anak maka Nabi Khidr membunuh anak tersebut, lalu Nabi Mūsa mengingkari perbuatan Nabi Khidr, dengan bertanya: "Apakah engkau membunuh seorang anak yang suci, yang tidak memiliki dosa-dosa?" Ini perbuatan yang munkar. Akan tetapi setelah Nabi Khidr diberitahu oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla tentang masa depan, maka Nabi Khidr menjelaskan tentang sebab kenapa membunuh anak tersebut, ternyata anak itu kalau besar akan menjadi anak yang durhaka yang mengantarakan kedua orangtuanya melakukan kezhaliman, maka jelaslah bagi Nabi Mūsa tentang hal tersebut.

Demikian juga dengan perkara yang lain, misalkan seseorang tidak memiliki anak. Kita tidak tahu, seandainya kalau kita memiliki seorang anak bisa jadi anak tersebut menjadi anak durhaka. Kita husnuzhan kepada Allāh, kita tidak diberi keturunan oleh Allāh pasti ada hikmahnya dan didalam keputusan Allāh pasti ada kebaikan dan yang terbaik. Allāh lebih mengetahui kemashlahatan seorang hamba daripada hamba itu sendiri.

Adapun pemuda dan pemudi yang meninggal dalam keadaan tidak punya anak pun demikian nasibnya, sama, tidak ada anak yang mendo'akan dia tetapi dia berusaha menjadi orang yang shālih. Jika dia berusaha menjadi orang yang shālih maka keshālihannya akan bermanfaat meskipu tidak ada anak shālih yang mendo'akan dia.

Kita tahu bahwa sebagian ulama meninggal tidak memiliki anak seperti Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah rahimahullāh tidak menikah dan tidak memiliki anak. Akan tetapi keshālihan beliau akan bermanfaat bagi dirinya.

Tentang seseorang yang merantau meninggalkan anak istrinya lalu meninggal dunia, apakah anak yang tidak pernah dia urus tadi bermanfaat? Kita katakan, ya bermanfaat. Jika ternyata anak tersebut anak yang shālih, meskipun ayahnya bisa dibilang "kurang ajar" karena meninggalkan keluarganya, tidak bertanggung jawab, hanya menikah, menghamili kemudian ditinggal sementara ibu yang setengah mati mengurus sang anak. Akan tetapi dia menjadi anak yang shālih dan tahu kalau ayahnya "kurang ajar" dan diapun berdo'a "Yā Allāh, ampuni ayahku" dan do'a ini bermanfaat, inilah keutamaan memiliki seorang anak yang shālih. Ayahnya merupakan sebab adanya anak tersebut. Oleh karena itu seorang anak tidak boleh melupakan kebaikan seorang ayah meskipun ayahnya dalam keadaan musyrik.

وَإِن جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۚ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ

"Jika orangtuamu memaksamu untuk melakukan kesyirikan... maka jangan engkau ikuti mereka akan tetapi pergaulilah mereka berdua dengan baik (di dunia)." (Luqmān 15)

Bagaimanapun kondisinya, ayah memiliki jasa kepada kita, jasa yang tidak bisa kita lupakan yaitu adanya kita di atas muka bumi ini. Orangtua yang musyrik dan mengajak kepada kesyirikan saja jasanya tidak boleh dilupakan apalagi yang muslim, mungkin orangtua kita melakukan dosa besar, tapi kita mendo'akannya maka do'a tersebut dapat bermanfaat bagi orangtua.

Allāhu a'lam bishshawāb
_______________

Soal
Bagaimana kita mentarbiyah anak yang masih dalam kandungan agar menjadi anak shālih, terkhusus dibulan Ramadhān ini, apakah berpengaruh ke janin yang ada dikandungan apabila kita berpuasa?

Jawab
Allāhu a'lam bishshawāb, janin yang ada dalam kandungan, saya tidak tahu cara mentarbiyahnya. Kalau masih janin tidak ada yang bisa kita lakukan kecuali berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Akan tetapi, kondisi orangtua yang menjadi shālih, kita puasa, kita shalat, inilah yang mempengaruhi do'a kita.

Tatkala kita berpuasa, kita shalat dan ibadah yang lainnya maka keshālihan ini yang akan mempengaruhi dikabulkannya do'a kita. Akan tetapi tidak boleh meyakini kalau dalam keadaan hamil tapi tidak dibawa puasa maka akan menjadi anak yang nakal, tidak ya. Allāh memberi keringanan (rukhshah) untuk seorang ibu yang menyulitkan dia maka dia boleh berbuka, jangan dia memberikan kemudharatan kepada sang anak. Dia nekat berpuasa sehingga anaknya kurang sehat kemudian sampai kemampuan intelektualnya kurang sehingga sulit diberitahu maka ini kesalahan kita.

Kalau seorang wanita hamil sulit melakukan ibadah puasa maka ada keringanan bagi dia untuk berbuka dan mengganti dengan hari-hari yang lainnya atau membayar fidyah.

Oleh karenanya, menjadikan anak agar shālih sejak kandungan adalah kita berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla supaya menjadikan anak yang dalam kandungan menjadi anak yang shālih, yang berbakti kepada orangtua, yang menyejukkan pandangan dan menjadi buah hati kedua orangtua.

Adapun keyakinan jika ingin anak laki-laki yang cakap dengan membaca surat Yūsuf dan ingin anak perempuan yang cantik dengan membaca surat Maryam maka ini merupakan khurafat, ini tidak ada hubungannya. Surat-surat dalam Al-Qurān bukan demikian tujuannya.

Allāhu Ta'āla a'lam bishshawāb.

Sumber :

👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📺 Sumber: https://youtu.be/amOgLep4hOs
___________________________
🍃 Program Cinta Ramadhan~Yayasan Cinta Sedekah :
1. Tebar Paket Ifthar & Sahur Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim & Dhu'afa
4. Tebar Al-Quran Nasional

📦 Donasi Cinta Ramadhan
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek 3310004579
| atas nama Cinta Sedekah
| Kode Bank 147
| Konfirmasi donasi,
sms ke 0878 8145 8000
dengan format:
Nama#Domisili#Jumlah Transfer#Donasi Untuk Program

MENDIDIK ANAK DI BULAN RAMADHAN (SOAL JAWAB)


Sumber :
🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 10 Ramadhan 1436 H/27 Juni 2015 M
🌙 Materi Tematik Ramadhān
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

~ MENDIDIK ANAK DI BULAN RAMADHĀN (SOAL JAWAB) ~

Soal
Didalam hadits disebutkan bahwa jika anak 10 tahun tidak mau shalat maka boleh dipukul, lalu apakah puasa juga boleh dipukul jika tidak mau puasa?

Jawab
Untuk shalat ada nash khusus bahwasanya kalau 10 tahun tidak mau shalat dipukul, adapun puasa tidak ada nash untuk hal ini.

Akan tetapi seseorang melatih anaknya untuk puasa tetapi tidak sekeras seperti shalat karena ibadah puasa kedudukannya lebih ringan daripada ibadah shalat, boleh dengan pukulan ringan, dan dilakukan sudah menjelang dewasa, namun tidak ada perintah khusus mengenai hal ini, berbeda dengan shalat.

Kalau sudah 10 tahun tidak mau shalat dan kita tidak memukul justru kita yang berdosa karena perintah tersebut tertuju untuk orangtua.

Adapun puasa, tidak ada perintah khusus dan itu hanya taktik dalam melatih anak-anak untuk puasa, kalau dalam pandangan kita dengan dipukul (pukulan yang ada manfaatnya dan dalam rangka untuk mendidik) maka silakan dilakukan. Tapi kalau sekiranya tidak ada manfaatnya maka tidak perlu dipukul.

Berbeda dengan shalat yang harus ada pemukulan, tentunya bukan pemukulan yang mematahkan tulang atau merubah wajah atau membengkakkan seluruh tubuh, akan tetapi pukulan untuk mendidik untuk menunjukkan bahwa masalah shalat adalah masalah yang penting.

Allāhu a'lam bishshawāb.
_______________

Soal
Bagaimana jika orangtua mati dalam keadaan musyrik?

Jawab:
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

ولد صالح يدعو له 

"Anak shālih yang mendo'akannya."

Tentunya, kita harus melihat dalil yang lain dari Al-Qurān dan As-Sunnah mengenai permasalah do'a. Kita tahu bahwa seseorang yang mati dalam keadaan musyrik/kafir, maka banyak ayat dalam Al-Qurān menyatakan tidak ada manfaat do'a oranglain terhadap dia karena kesyirikannya tidak akan diampuni. Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

 اللَّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاء

"Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla tidak mengampuni dosa kesyirikan dan akan mengampuni dosa selain kesyirikan bagi seorang yang Allāh kehendaki." (An-Nisā 48)

إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ 

"Sesungguhnya orang yang melakukan kesyirikan maka Allāh haramkan surga bagi dia dan tempat kembalinya adalah nereka Jahannam, tidak ada seorangpun yang bisa menolong orang-orang yang berbuat zhalim (kesyirikan)." (Al-Māidah 72)

Syirik merupakan kezhaliman yang paling besar.

إِنَّالشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

"Sesungguhnya syirik adalah kezhaliman yang paling besar (yang berkaitan dengan hal Allāh Subhānahu wa Ta'āla)." (Luqmān 13)

Allāh ingin ditauhidkan (diEsakan) dalam peribadatan kemudian seseorang berbuat kesyirikan. Syirik itu lebih besar dari berzina, membunuh, mencuri harta harta oranglain dan durhaka kepada orangtua atau membunuh orangtua, kenapa? Karena dosa-dosa ini berhubungan dengan hak manusia.

Adapun syirik berkaitan dengan hak Allāh Subhānahu wa Ta'āla, Allāh ciptakan kita dan memberi fasilitas kepada kita kemudian diantara kita ada yang berdo'a kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka ini merupakan dosa yang sangat besar sehingga Allāh tidak akan mengampuni dosa syirik akbar, akan kekal di neraka selama-lamanya.

فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ 

(Muddatstsir 48)

Tidak ada syafa'at yang bermanfaat bagi orang yang seperti ini.

Oleh karenanya dalam Al-Qurān, saat pamannya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, Abū Thālib akan meninggal dunia, kemudian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ingin mendakwahi pamannya.

Kita tahu bahwasanya Abū Thālib sangat membela keponakannya, Abū Thālib tidak membiarkan seorangpun dari kaum musyrikin untuk mengganggu sang keponakan sehingga tatkala Abū Thālib sakit keras, Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam ingin mendakwahi pada kesempatan yang terakhir, kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

يَا عمي قُلْ : لَا إِلَه إِلَّا اللَّه ، كَلِمَة أُحَاجّ لَك بِهَا عِنْد اللَّه 

"Wahai pamanku, katakanlah lā ilāha illa Allāh, suatu kalimat yang aku akan bela engkau di akhirat kelak."

Tapi tatkala itu ada Abū Jahal, 'Abdullah bin Umayyah dan orang-orang kafir yang memprovokasi dengan mengatakan: "Abū Thālib, apakah kamu membenci agama nenek moyangmu?". Akhirnya Abū Thālib enggan mengucapkan kalimat tauhid.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kemudian mengulangi lagi, "Wahai pamanku, katakanlah lā ilāha illa Allāh." Kemudian Abū Jahal dan 'Abdullah bin Umayyah sama-sama memprovokasi supaya tidak mengatakan kalimat tauhid. Akhirnya meninggallah Abū Thālib dalam keadaan tidak mengucapkan Lā ilāha illa Allāh.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata: "Aku akan benar-benar memohon kepada Allāh untuk mengampunimu selama aku tidak dilarang."

Ternyata Allāh melarang Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk berdo'a untuk orang-orang musyrik meskipun mereka karib kerabat. Kata Allāh:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَن يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ  

"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. "(At-Taubah 113)

Oleh karena tatkala Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menziarahi kuburan ibunya Āminah (sebagaimana dalam Shahih Muslim).

Āminah meninggal dalam keadaan musyrik, akhirnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam meminta izin kepada Allāh berdo'a agar Allāh mengampuni ibunya. Akan tetapi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ditegur, tidak boleh, akhirnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam minta izin untuk menziarahi ibunya dan diizinkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita katakan, memang do'a sang anak sangat bermanfaat, khususnya kepada kedua orangtua, selama kedua orangtua bukan orang musyrik. Akan tetapi jika orangtua meninggal dalam keadaan musyrik maka orangtua telah terjerumus ke dalam dosa yang sangat besar dan kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla bahwa syafa'at siapapun tidak akan bermanfaat, tidak ada seorangpun yang bisa menolong orang-orang yang berbuat kesyirikan termasuk anaknya.

Wallāhu Ta'āla a'lam bishshawāb.
_______________

Soal
Bagaimana kedudukan hadits tentang bapak Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di neraka?

Jawab
Dalam hadits Anas bin Mālik radhiyallāhu 'anhu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata kepada seseorang tentang ayahnya yang meninggal dalam keadaan musyrik,

إِنَّ أَبِى وَأَبَاكَ فِى النَّارِ

"Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka Jahannam." (Hadits shahīh, HR. Muslim)

Orang yang tahu ilmu hadits, tentunya mengerti akan kedudukan Shahīh Muslim, sebagaimana mengerti tentang Shahīh Al-Bukhari, yang menghimpun hadits-hadits yang shahih.

Dan hadits-hadits yang menjelaskan tentang kafirnya ayah dan ibu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam termaktub dalam Shahīh Muslim. Dan hadits yang menceritakan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam diizinkan menziarahi kuburan ibunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah radhiyallāhu 'anhu dan merupakan hadits yang shahīh.

Tentunya kita tunduk kepada Al-Qurān dan hadits-hadits Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengatakan:

فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

"Jika kalian berselisih tentang sesuatu maka kembalikan kepada Allāh dan RasulNya (kepada Al-Qurān dan hadits Nabi)." (An-Nisā 59)

Al-Imām An-Nawawi dalam kitabnya Al-Minhāj Syarh Shahīh Muslim menegaskan akan hal ini yaitu ayah dan ibu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam meninggal dalam keadaan kafir/musyrik. Dan kita tahu bagaimana kedudukan Imām Nawawi, muhaqqiq (peneliti) besar dalam madzhab Syāfi'ī.

Kalau saya atau kita yang mengatakan mungkin kurang dipercaya, tetapi saya ta'birkan bahwasanya ini pendapat yang diperjuangkan oleh Imām Nawawi rahimahullāh dalam kitabnya Al-Minhāj Syarh Shahīh Muslim.

Dan kita ketahui bahwa ada hikmah dibalik ini, bahwasanya betapapun shālihnya seorang anak, sedangkan ayahnya dalam keadaan musyrik maka tidak akan bermanfaat keshālihan tersebut, meskipun anaknya adalah Nabi.

Sebagaimana Nabi Ibrāhīm 'alayhissalām, ayahnya musyrik penyembah berhala, tentunya ayahnya sayang kepada anaknya, akan tetapi tatkala Nabi Ibrāhīm 'alayhissalām mulai mendakwahkan tauhid maka ayahnya benci kepadanya. Dan kenabian Nabi Ibrāhīm 'alayhissalām tidak bermanfaat bagi kesyirikan sang ayah.

Demikian juga hadits-hadits Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang kafirnya kedua orangtua Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan kita tunduk kepada hadits-hadits Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang shahīh.

Sumber :

👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📺 Sumber: https://youtu.be/amOgLep4hOs
___________________________
🍃 Program Cinta Ramadhan~Yayasan Cinta Sedekah :
1. Tebar Paket Ifthar & Sahur Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim & Dhu'afa
4. Tebar Al-Quran Nasional

📦 Donasi Cinta Ramadhan
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek 3310004579
| atas nama Cinta Sedekah
| Kode Bank 147
| Konfirmasi donasi,
sms ke 0878 8145 8000
dengan format:
Nama#Domisili#Jumlah Transfer#Donasi Untuk Program

Mendidik Anak di Bulan Ramadhan

🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 09 Ramadhan 1436 H/26 Juni 2015 M
🌙 Materi Tematik Ramadhān
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

~ MENDIDIK ANAK DI BULAN RAMADHĀN ~

Bulan Ramadhān merupakan furshah (kesempatan emas) untuk mendidik anak mengajarkan ibadah puasa dan kita dianjurkan untuk mendidik anak-anak agar terbiasa beribadah sejak dini.

Dalam shalat, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ أَبْنَاءَ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ

"Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat semenjak 7 tahun dan pukullah mereka jika mereka tidak mau shalat setelah mereka berumur 10 tahun." (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Irwā'u Ghalīl, no. 247)

Ini perintah dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk memerintah anak kita untuk shalat.

Kita tahu bahwasanya seorang anak yang berumur 7 tahun atau 10 tahun belum baligh, belum wajib untuk shalat, akan tetapi orangtua diperintahkan untuk mendidik mereka.

Artinya bahwa jika orangtua membiarkan anak-anaknya tidak shalat pada umur 10 tahun maka orangtua yang berdosa, orangtua yang salah jika sehingga anaknya setelah besar tidak shalat karena saat anaknya masih kecil orangtua tidak perhatian dan tidak memerintahkan shalat.

Perintah ini diperintahkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ditujukan kepada orangtua.

Demikian juga ibadah puasa, kita hendaknya melatih anak-anak untuk melaksanakan ibadah puasa semenjak mereka kecil. Oleh karenanya disebutkan dalam atsar dari Rabī' Bintu Muawwidz radhiyallāhu 'anhā mengatakan:

كنا نصوم ونصوِّم صبياننا، ونجعل لهم اللعبة من العهن 

Kami dahulu para shahābat berpuasa dan kami memerintahkan anak-anak untuk berpuasa. Kami buatkan mainan bagi mereka mainan yang terbuat dari kain wol." (kalau salah seorang anak menangis maka kami berikan mainan tersebut sampai mereka lupa/lalai sehingga datang waktu berbuka puasa). (HR. Bukhari)

Jadi, mereka para salaf dahulu melatih anak-anak mereka untuk melaksanakan ibadah puasa sejak kecil.

Ini adalah atsar yang sangat agung yang menjelaskan bagaimana perhatian para ulama salaf, selain mereka berpuasa juga mereka melatih anak-anak mereka untuk melaksanakan ibadah puasa, bahkan mereka berusaha membantu dengan membuat mainan untuk anak-anak.

Oleh karenanya kitapun demikian, melatih anak-anak dan mengajak anak-anak untuk berpartisipasi melakukan ibadah yang sangat agung yaitu ibadah puasa. Sejak kecil kita latih mereka meskipun mereka tidak mampu, misal baru berumur 5 tahun, mungkin mereka tidak mampu untuk puasa sehari penuh, maka kita melatih mereka untuk berpuasa misal setengah hari, yang penting mereka merasakan bahwasanya mereka juga ikut melaksanakan ibadah puasa.

Dan kalau mereka sudah melaksanakan ibadah puasa, maka kita berikan hadiah, kita tunjukkan rasa gembira kita dengan mengatakan:

"Ayah bangga kepadamu, kamu sudah bisa puasa."

Kita motivasi dia untuk bisa terus melakukan puasa karena tidak semua anak mampu untuk puasa sehari penuh, maka kita buat sistem puasa setengah hari untuk melatih mereka. Kemudian kita menyuruh mereka sekolah dan kita suruh puasa dari pagi sampai siang, lalu kalau sudah pulang sekolah baru buka puasa. Ini salah satu bentuk puasa. Atau sebaliknya, disekolah boleh makan dan minum sedangkan dirumah tidak boleh makan dan minum agar berbuka bersama orangtua.

Ini kita mengajari kepada anak tentang pentingnya bersabar menunggu ifthar, pentingnya pengorbanan. Kita jelaskan kepada anak-anak tentang:
• keutamaan puasa
• pahala-pahala besar yang tanpa batas yang Allāh sediakan bagi orang yang berpuasa
• adanya pintu surga yang bernama "Rayyan"
• bagaimana orang yang berpuasa akan bergembira tatkala bertemu dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla

Sehingga mereka termotivasi sejak kecil untuk melaksanakan ibadah puasa.

Seandainya anak-anak tersebut setelah besar menjadi anak yang shālih, rajin shalat, rajin puasa, toh yang mendapat keuntungan orangtua sendiri.

Itulah harta terindah dan terbaik yang dimiliki orangtua yaitu anak shālih karena anak shālih tersebut akan memberi manfaat kepada orangtua jika dia telah meninggal dunia.

Oleh karena itu saya mengharap kepada orangtua sekalian untuk mengajak anak-anak, melatih mereka untuk mengerjakan ibadah puasa yang agung ini.

Jika mereka mampu berpuasa 1 hari penuh maka inilah yang terbaik, melatih mereka bersabar, kita beri hadiah. Namun jika mereka tidak mampu puasa seharian penuh maka kita latih mereka untuk berpuasa setengah hari atau beberapa jam.
_______________

Soal
Amalan baik anak akan sampai kepada orangtua walaupun orangtuanya sudah meninggal, lalu bagaimana dengan amalan buruk seorang anak, apakah hal itu sama yaitu akan sampai kepada orangtua?

Jawab
Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى (38) وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى (39)

"Ketahuilah seorang tidak akan menanggung dosa oranglain. Dan tidak ada bagi seorang hamba kecuali apa yang dia usahakan." (An-Najm 38-39)

Orangtua yang sudah berusaha mendidik anaknya dengan semaksimal mungkin, mendidiknya sejak kecil, memberikan pengarahan kepada anak tersebut, kemudian anak tersebut menjadi anak nakal, maka ini diluar kemampuan orangtua tersebut.

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ 

"Bertaqwalah kalian kepada Allāh semampu kalian." (At-Taghābun 16)

Yang penting orangtua sudah berusaha dan yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla nilai adalah usaha, jika si anak nakal maka orangtua tidak ikut memikul dosanya.

Kita tahu sebagian para Nabi, anak-anak mereka anak yang badung, contohnya seperti Nabi Nūh 'alayhissalām yang senantiasa mendakwahi anaknya, bahkan kita tahu Nabi Nūh 'alayhissalām berdakwah selama 950 tahun.

إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلاً وَنَهَاراً 

"Aku mendakwahi kaumku siang dan malam." (Nūh 5)

Dan tentunya perhatian Nabi Nūh kepada keluarganya lebih daripada kaumnya, akan tetapi lebih dari 950 tahun Nabi Nūh berdakwah, ternyata istrinya adalah kafir.

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَاِمْرَأَةَ لُوطٍ  

"Allāh memberikan permisalan kepada orang kafir tentang kafirnya istri Nabi Nūh dan kafirnya istrinya Nabi Lūth." (At-Tahrīm10)

Demikian juga anak Nabi Nūh adalah anak yang kafir, bahkan Nabi Nūh mendakwahi terus anaknya sampai dititik penghabisan yaitu tatkala banjir besar tetapi anaknya masih membangkang dan akhirnya meninggal dalam keadaan kafir.
Tentunya, kita tahu, setelah Nabi Nūh berdakwah sekian lama, kekafiran seorang anak tidak akan memberi kemadharatan kepada sang ayah.

Demikian juga kita, tatkala kita sudah berusaha dan mengarahkan anak-anak kita, mendidik dan menjelaskan mana yang boleh mana yang tidak boleh, mana yang halal mana yang haram kemudian kita motivasi mereka untuk melakukan kebaikan tetapi lantas si anak masih badung dan nakal, maka ini diluar kemampuan kita.

Yang jadi masalah kalau ayahnya ikut memotivasi sang anak untuk nakal, misal menyediakan sarana-sarana yang diharamkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla;
• menonton film-film yang tidak benar
• membiasakan anak-anak untuk tidak shalat
• membiasakan anak untuk berhura-hura
• membebaskan anak bermain dengan siapa saja tanpa diperdulikan

Ini model pendidikan yang ngawur jika kemudian si anak menjadi nakal maka benar, dosanya akan mengalir kepada ayah dan ibunya, kenapa?

Karena ayah dan ibunya ikut andil dalam menyesatkan sang anak, sehingga dosanya ikut mengalir kepada orangtua. Sebagaimana siapa yang Memberikan petunjuk kepada kebaikan kemudian dilaksanakan maka dia akan mendapatkan pahala, demikian juga siapa yang memberi petunjuk kepada kesesatan kepada oranglain kemudian dilakukan oleh orang tersebut maka dosanya juga akan mengalir kepada yang memberi petunjuk kepadanya.

Wallāhu Ta'āla a'lam bishshawāb.
_______________

Soal
Bagaimana halnya dengan orangtua yang fasiq, apakah amalan shālih anak dapat membantu orangtua dalam kuburnya padahal selama hidupnya orangtua ini fasiq?

Jawab
Jika kondisi orangtua pasif dan cuek terhadap pendidikan anak bahkan tahu-tahu anak ditaqdirkan Allāh menjadi anak yang shālih maka kita katakan bahwasanya yang jelas do'a sang anak tetap bermanfaat bagi orangtua meskipun mereka tidak berusaha untuk mendidik sang anak.

Karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ 

"Allāh mengeluarkan yang hidup dari yang mati." (Ar-Rūm 19)

Kita dapati sebagian orangtua yang kafir ternyata anak-anaknya shālih bahkan orangtuanya musyrik, anaknya da'i, ini sering terjadi.

Lihatlah bagaimana Nabi Ibrāhīm 'alayhissalām, ayahnya musyrik ternyata anaknya seorang Nabi, ayahnya tidak pernah mendidik sang anak untuk berjalan menuju tauhid tetapi Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang memberikan hidayah kepada Nabi Ibrāhīm 'alayhissalām, bahkan Nabi Ibrāhīm 'alayhissalām akhirnya berusaha mendakwahi ayahnya.

"Wahai ayah, kenapa engkau menyembah berhala yang tidak bisa melihat dan tidak bisa memberi kemanfaatan kepada engkau sama sekali?"

Ketika Nabi Ibrāhīm 'alayhissalām terus mendakwahi ayahnya maka ayahnya pun marah kemudian mengusir Nabi Ibrāhīm 'alayhissalām.

Dari sini kita lihat terkadang seorang ayahnya kafir ternyata anaknya seorang muslim bahkan seorang da'i atau seorang Nabi seperti Nabi Ibrāhīm 'alayhissalām.

Jika ternyata kedua orangtua pasif tidak pernah memberi pengarahan dan anaknya menjadi anak yang shālih maka memang sulit kita katakan seluruh amalan shālih anak akan mengalir kepada kedua orangtuanya karena tidak ada andil yang dilakukan orangtuanya.

Akan tetapi jika anak shālih tersebut mendo'akan kedua orangtuanya maka jelas ini bermanfaat, anugerah yang Allāh berikan kepada kedua orangtua meskipun kedua orangtua tidak andil atau pasif, ternyata sang anak mendapatkan hidayah menjadi seorang da'i dan senantiasa berdo'a maka do'a tersebut akan bermanfaat bagi kedua orangtuanya.

Oleh karenanya sangat diharapkan kepada kedua orangtua untuk ada usaha meskipun sedikit supaya apa yang dilakukan sang anak kemudian mengalir kepada dia.

Contoh usaha seperti memasukkan anak ke sekolah agama, ini salah satu bentuk usaha.

Usaha lain, misal si anak sekolah umum maka saat sore dimasukkan ke dalam TPA, ini juga salah satu bentuk usaha.

Yang kita tidak tahu mana sebab yang dengan tiba-tiba sebab tersebut ternyata sang anak menjadi anak yang shālih di kemudian hari. Jika dia ada usaha maka bisa jadi amalan shālih anak tersebut akan mengalir kepada orangtua.

Allāhu Ta'āla a'lam bishshawāb.

Sumber :

👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📺 Sumber: https://youtu.be/amOgLep4hOs
___________________________
🍃 Program Cinta Ramadhan~Yayasan Cinta Sedekah :
1. Tebar Paket Ifthar & Sahur Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim & Dhu'afa
4. Tebar Al-Quran Nasional

📦 Donasi Cinta Ramadhan
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek 3310004579
| Kode Bank 147
| Konfirmasi donasi, sms ke 0878 8145 8000 dengan format:
Nama#Domisili#Jumlah Transfer#Donasi Untuk Program