Laman

Tampilkan postingan dengan label Kitabul Jami' Bab peringatan terhadap akhlak buruk. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kitabul Jami' Bab peringatan terhadap akhlak buruk. Tampilkan semua postingan

KEUTAMAAN MEREDAM AMARAH

KEUTAMAAN MEREDAM AMARAH

🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 10 Muharam 1439 H / 30 September 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Peringatan Terhadap Akhlak-Akhlak Buruk
🔊 Hadits 25 | Keutamaan Meredam Amarah
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Bab04-H25
~~~~~~~~~~~~~~~

*KEUTAMAAN MEREDAM AMARAH*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwān dan Akhawāt yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita masuk pada hadīts ke-25 tentang “Keutamaan Meredam Amarah".

Al Hafizh Ibnu Hajar membawakan hadīts dari 'Annas bin Mālik. Shahābat 'Annas bin Mālik berkata:

... مَنْ كَفَّ غَضَبَهُ كَفَّ اللَّهُ عَنْهُ عَذَابَهُ

_"Barangsiapa menahan amarahnya maka Allāh akan menahan adzab-Nya (yaitu) Allāh akan mencegah adzab-Nya."_

(Hadīts riwayat At Thabrani dalam kitābnya Al Mu’jamu Al Ausath)

==> Menahan adzab-Nya (yaitu) Allāh akan mencegah dan adzab-Nya tidak mengenai orang ini, sebagai balasan kalau dia meredam amarahnya.

Kata Ibnu Hajar rahimahullāh, hadīts ini memiliki sahid (penguat yang datang dari shahābat yang lain).

Berbeda dengan muta'bi', kalau ada mutāba’ah berarti datang lewat jalan yang lain tetapi shahābatnya sama.

Dan ada penguat dari hadīts Ibnu Umar radhiyallāhu 'anhumā yang diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunya.

Hadīts ini menjelaskan tentang keutamaan meredam amarah, memiliki keutamaan khusus.

Oleh karenanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengkhususkan penyebutannya di dalam Al Qur'ān, yaitu antara ciri-ciri  penghuni surga adalah:

...... وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ

_"Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain."_

(QS Āli Imrān: 134)

Sebagaimana disebutkan oleh para ahli bahasa: كظم الغيظ,  yaitu mengikat (menutup) tempat air (al kirbah) tatkala air sudah penuh.

Al kirbah adalah tempat air zaman dahulu yang terbuat dari kulit.

الْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ

Maksudnya adalah orang yang memendam amarah tatkala amarahnya sudah memuncak.

Ini hebat, bukan diawal kemarahan tetapi tatkala penyebab amarahnya sudah luar biasa, amarahnya sudah berada dipuncaknya, kemudian dia tahan maka ini orang yang hebat.

Dan telah lalu pembahasan tentang orang-orang yang meredam amarah dan pahalanya sangat banyak (kita tidak akan mengulang lagi).

Di dalam hadīts ini dikatakan barangsiapa meredam amarahnya maka Allāh akan menahan adzab-Nya.

Tetapi hadīts ini secara sanad merupakan hadīts yang dhaif karena di dalamnya ada seorang perawi yang bernama Khālid Ibnu Burdin.

Perawi ini adalah perawi yang lemah, Imām Bukhāri tatkala menyebutkan biografi Khālid Ibnu Burdin dalam At tarikh Al Kabir beliau berkata, "Dia tidak bisa diikuti," artinya tidak bisa dikuatkan (lemah).

Adz Dzahabi juga mengomentari Khālid Ibnu Burd dengan mengatakan bahwa dia perawi yang majhul sehingga hadīts ini adalah hadīts yang lemah.

Demikian juga syahid yang didatangkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullāh, sanadnya lemah sehingga kita tidak bisa menjadikan dua hadīts ini sebagai dalīl.

Naun telah kita ketahui bahwasanya meredam amarah akan mendatangkan pahala yang besar dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dan diantaranya orang yang meredam amarah adalah termasuk dari ciri-ciri penghuni surga, sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

_"Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa."_

(QS Āli Imrān: 133)

Diantara ciri-ciri orang yang bertaqwa tersebut kata Allāh:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

_"(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan."_

(QS Āli Imrān: 134)

Dan keutamaan menahan amarah sangat baik.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan kita orang-orang yang mudah untuk meredam amarah, A
aamiin

______________________

◆ Yuk.... Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah dan Studio Bimbingan Islām

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)
~~~~~~~~~~~~~~~

LARANGAN MENGADU DOMBA BAGIAN, 03 DARI 03

LARANGAN MENGADU DOMBA BAGIAN, 03 DARI 03

🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 09 Muharam 1439 H / 29 September 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Peringatan Terhadap Akhlak-Akhlak Buruk
🔊 Hadits 24 | Larangan Mengadu Domba (Bagian 3 dari 3)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Bab04-H24-3
~~~~~~~~~~~~~~

*LARANGAN MENGADU DOMBA BAGIAN, 03 DARI 03*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita melanjutkan pembahasan tentang "Bahaya Namimah".

Bagaimana kalau ada orang datang kepada kita kemudian orang tersebut melakukan namimah?

Orang tersebut melakukan namimah menceritakan kejelekan orang lain kepada kita kemudian kita membenci orang tersebut?

Yang pertama kita harus ingat sebagaiman perkataan Hasan Al Basri rahimahullāh, beliau berkata:

"Barangsiapa menukil namīmah (keburukan orang lain atau orang tersebut menceritakan kejelekan orang lain) kepadamu yakinlah suatu saat dia akan menceritakan keburukanmu kepada orang lain juga."

Jadi sama seperti kata orang kalau kamu mendengar orang mengghībah orang lain maka suatu saat kamu akan dighībahi juga oleh orang tersebut.

Sama jika kamu mendengar seorang melakukan namimah di depanmu maka suatu saat orang tersebut akan menamimahmu (menceritakan keburukanmu) kepada orang lain. Maka harus hati-hati.

Ada nasehat yang indah dari Imām Nawawi rahimahullāh, beliau menukil dari Al Ghazali sebagaimana beliau nukil dalam kitābnya Syahrul Al Minhaj (Sharah Shahīh Muslim), beliau berkata tentang orang yang melakukan namimah:

وكل من حملت إليه نميمة ، وقيل له : فلان يقول فيك ، أو يفعل فيك كذا ، فعليه ستة أمور :
الأول : ألا يصدقه لأن النمام فاسق .
الثاني : أن ينهاه عن ذلك ، وينصحه ويقبح له فعله .
الثالث : أن يبغضه في الله تعالى فإنه بغيض عند الله تعالى ، ويجب بغض من أبغضه الله تعالى .
الرابع : ألا يظن بأخيه الغائب السوء .
الخامس : ألا يحمله ما حكي له على التجسس والبحث عن ذلك .
السادس : ألا يرضى لنفسه ما نهي النمام عنه ; فلا يحكي نميمته عنه ، فيقول : فلان حكى كذا فيصير به نماما، ويكون آتيا ما نهي عنه.

_“Setiap orang yang dinukil namimah kepadanya maka orang yang di namimahi ini hendaklah melakukan 6 perkara:_

_(1) Jangan dia benarkan perkataan nammām ini._

_(2) Larang dia, lalu nasehati orang tersebut dan menjelekkan yang dilakukannya_

_(3) Dia harus membenci orang ini karena Allāh, karena orang yang melakukan nammām (tukang namimah) dibenci disisi Allāh, dan kita wajib membenci orang yang dibenci oleh Allāh._

_(4) Jangan dia berburuk sangka kepada saudaranya yang tidak hadir dihadapannya._

_(5) Jangan sampai kabar yang dia dengar dari tukang namimah ini membuat dia akhirnya mencari-cari kabar (tajassus),tidak perlu!_

_(6) Jangan sampai dia ridhā untuk dirinya dan dia terjerumus dalam namimah.”_

Jadi:

==> ⑴ Jangan dia benarkan perkataan nammām ini.

Karena orang yang melakukan namimah adalah orang fasiq.

Dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

_"Wahai orang-orang yang berimān! Jika seseorang yang fāsiq datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu."_

(QS Al Hujurāt: 6)

⇒ Orang fāsiq kabarnya tidak diterima, maka jangan membenarkan perkataannya.

==> ⑵ Larang dia. Katakan:

√ "Kenapa engkau melakukan ini dihadapan saya?"

√ "Kenapa engkau mengadu domba di antara dia dengan saya?"

√ "Kenapa engkau ceritakan dia kepadaku?"

Lalu nasehati orang tersebut dan jangan lupa hendaknya dia sampaikan kejelekan dari apa yang dilakukannya.

Nasehati orang tersebut, katakan bahwa perbuatannya sangat buruk dan merupakan dosa besar dan lainnya.

==> ⑶ Dia harus membenci orang ini karena Allāh.

Karena orang yang melakukan nammām (tukang namimah) dibenci disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan kita tahu, kita wajib membenci orang yang dibenci oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Pelaku namimah dibenci oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

==> ⑷ Jangan dia berburuk sangka kepada saudaranya yang tidak hadir dihadapannya.

Karena tukang namimah ini pasti ngawur karena dia orang fāsiq, jangan kita berburuk sangka kepada saudara kita.

==> ⑸ Jangan sampai kabar yang didengar dari tukang namimah ini membuat dia akhirnya mencari-cari kabar (tajassus), tidak perlu!

==> ⑹ Jangan sampai dia ridhā untuk dirinya dan dia terjerumus dalam namimah.

Bila dia tidak suka dengan pelaku namimah di depan dia,  maka dia juga jangan jadi tukang namimah.

Setelah itu kata Imām Nawawi rahimahullāh:

وكل هذا المذكور في النميمة إذا لم يكن فيها مصلحة شرعية فإن دعت حاجة إليها فلا منع منها

_“Enam perkara ini kita lakukan lalu kita tinggalkan namimah dan kita nasehati orang yang melakukan namimah dihadapan kita kecuali kalau ada maslahat.”_

Adapun kalau memang ada hajat (maslahat yang syari') yang mengharuskan kita untuk croscek maka tidak jadi masalah.

Misalnya ada seorang yang datang kepada kita dan mengabarkan bahwasanya, "Si Fulān ingin membunuh mu," "Si Fulān ingin mencelakakan keluargamu," "Si Fulān ada rencana mengambil hartamu," orang seperti ini bukan namimah tetapi orang ini sayang kepada kita.

Kita harus jeli tatkala melihat suatu perkara.

Wallāhu Ta'āla A'lam.

______________________

◆ Yuk.... Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah dan Studio Bimbingan Islām

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)
-------------------------------------

LARANGAN MENGADU DOMBA, BAGIAN 02 DARI 03

LARANGAN MENGADU DOMBA, BAGIAN 02 DARI 03

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 08 Muharam 1439 H / 28 September 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Peringatan Terhadap Akhlak-Akhlak Buruk
🔊 Hadits 24 | Larangan Mengadu Domba (Bagian 2 dari 3)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Bab04-H24-2
~~~~~~~~~~~~~~~

*LARANGAN MENGADU DOMBA, BAGIAN 02 DARI 03*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita melanjutkan pembahasan tentang "Bahaya namimah".

Di antara hal yang menguatkan bahwasanya namimah adalah dosa besar adalah bahwasanya seorang yang melakukan namimah pasti dia melakukan ghībah, tetapi sebaliknya orang yang melakukan ghībah belum tentu melakukan namimah.

Oleh karenanya dalam hadīts yang pernah kita sebutkan yaitu:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ

_Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melewati dua kuburan, beliau mengatakan:_

_"Dua penghuni kubur ini sedang di adzab yang satu (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namīmah (mengadu domba)."_

(Hadīts riwayat Bukhāri dalam Al Jami’ Ash Shahīh (1/317-Fathul Bari), no. 216, 218, 1361, 1378, 6052 dan 6055)

Dalam sebagian riwayat, "Adapun yang satunya melakukan ghībah."

Jadi, hadīts tentang dua orang yang diadzab di dalam kuburannya​, salah satunya dalam satu riwayat dia melakukan namimah dan dalam riwayat lain dia melakukan ghībah.

Apa perbedaan antara namimah dengan ghībah?

Ibnu Hajar rahimahullāh telah menjelaskan bahwasanya telah diperselisihkan di antara para ulamā perbedaan tentang ghībah dan namimah.

Apakah kedua perkara ini, perkara yang sama? Ataukah dua perkara ini perkara yang berbeda?

Yang rājih bahwasanya dua perkara ini berbeda.

√ Namimah itu kita menyebutkan tentang kondisi seseorang, lalu diceritakan kepada orang lain dengan niat untuk merusak di antara mereka berdua dan tanpa ridhā dia ceritakan apakah diketahui atau tidak diketahui oleh orang yang kita ceritakan.

√ Ghībah yaitu menceritakan kejelekan seseorang yang orang tersebut tidak ridhā untuk dia  ceritakan.

Bedanya dimana?

Bedanya, kalau namimah ada niat untuk merusak di antara keduanya sedangkan ghībah tidak disyaratkan demikian.

Terkadang seorang melakukan ghībah dan dia tidak ada niat untuk mengadu domba di antara kedua belah pihak.

Oleh karenanya orang yang melakukan namimah dia pasti melakukan ghībah karena dia pasti menceritakan suatu yang tidak diridhāi oleh saudaranya untuk diceritakan.

Ada tambahan untuk sisi namimah, yaitu niatnya untuk memecah belah atau mengadu domba di antara dua kaum muslimin.

Oleh karenanya Ibnu Hajar berkata:

كل نميمة غيبة وليس كل غيبة نميمة

_"Sesungguhnya setiap namimah pasti ghībah, dan tidak setiap ghībah namimah."_

Ikhwān dan Akhawāt yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Ini di antara hal yang menjelaskan bahwasanya namimah adalah dosa besar karena kita tahu ghībah adalah dosa besar dan namimah lebih parah daripada ghībah, karena di dalamnya ada sisi (keinginan) untuk kerusak hubungan dua orang.

Dan di antara hal yang menunjukkan namimah adalah perkara yang sangat buruk adalah karena namimah adalah bentuk menyakiti orang lain. Menyakiti dua orang yang mungkin tadinya baik, saling menyintai, kemudian dirusak dengan nammām (mengadu domba). Tentunya ini menganggu dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah melarang hal ini.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

_"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."_

(QS Al Ahzab: 58)

Justru kita dapati terlalu banyak dalīl yang menyerukan kepada kaum muslimin untuk saling menyintai, untuk saling menyayangi, untuk saling memberi udzur di antara mereka.

Bahkan di dalam Islām seorang boleh berdusta dalam rangka untuk mendamaikan.

Dalam hadīts, kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

لاَ يَحِلُّ الْكَذِبُ إِلاَّ فِي ثَلاَثٍ يُحَدِّثُ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ لِيُرْضِيَهَا وَالْكَذِبُ فِي الْحَرْبِ وَالْكَذِبُ لِيُصْلِحَ بَيْنَ النَّاسِ

_"Tidaklah halal dusta kecuali pada tiga perkara, seorang suami berbohong kepada istrinya untuk membuat istrinya ridhā, berdusta tatkala perang, dan berdusta untuk mendamaikan (memperbaiki hubungan) diantara manusia."

(Hadīts riwayat At Thirmidzi IV/331 no 1939 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albāniy kecuali lafazh [Untuk membuat istrinya ridhā])

Di dalam Islām seorang boleh berdusta dalam rangka untuk mendamaikan dua orang yang sedang bersengketa. Sedangkan namimah malah merusak dua orang yang saling menyintai.

Oleh karenanya, namimah merupakan dosa besar karena memutus hubungan antara dua orang yang saling menyintai atau dua pihak yang saling menyintai. Ini merupakan dosa besar dan sangat bertentangan dengan syari'at Islām.

Kemudian, di antara hal yang memperburuk namimah adalah namimah merupakan bentuk mencari-cari kesalahan orang lain. Karenanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلم يَدْخُل الإيمَانُ قَلْبَهُ ! لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعْ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعْ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ

_"Wahai orang yang imannya masih sebatas lisannya dan belum masuk ke hati, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim, janganlah kalian mencari-cari aurat ('aib) mereka. Karena barang siapa yang selalu mencari-cari kesalahan mereka, maka Allah akan membongkar kesalahannya, serta barang siapa yang diungkap auratnya oleh Allah, maka Dia akan memperlihatkannya (aibnya) di rumahnya."_

(Hadīts riwayat Ahmad nomor 18940)

Orang yang melakukan namimah, dia banyak mengumpulkan kemungkaran.

Di antara hal yang menunjukkan buruknya namimah, pelaku namimah akan menderita pada hari kiamat.

Bukankah dalam hadīts Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

_"Apakah kalian tahu siapa muflis (orang yang pailit) itu?"_

_Para shahābat menjawab:_

_"Muflis (orang yang pailit) itu adalah yang tidak mempunyai dirham maupun harta benda."_

_Tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:_

_"Muflis (orang yang pailit) dari umatku ialah, orang yang datang pada hari Kiamat membawa (pahala) shalāt, puasa dan zakāt, namun (ketika di dunia) dia telah mencaci dan (salah) menuduh orang lain, makan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain (tanpa hak). Maka orang-orang itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka akan ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka."_

(Hadīts riwayat Muslim nomor 2581, At Tirmidzi nomor 2418)

Namimah bisa menyebabkan ini semua. Namimah bisa menyebabkan:

√ Si A mencela si B, si B mencela si A.

√ Si A memukul si B, si B memukul si A.

Saling menuduh bahkan bisa berlanjut dengan pertumbahan darah. Semuanya gara-gara namimah.

Oleh karenanya jika namimah menyebabkan orang terjerumus ke dalam kebangkrutan, bagaimana lagi pelaku namimah tersebut.

Demikian, In Syā Allāh kita lanjutkan pada pertemuan berikutnya.

Wallāhu Ta'āla A'lam bishawab.

______________________

◆ Yuk.... Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah dan Studio Bimbingan Islām

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)
-------------------------------------

LARANGAN MENCELA ORANG YANG TELAH MEINIGGAL DUNIA, BAGIAN 2 DARI 2

LARANGAN MENCELA ORANG YANG TELAH MEINIGGAL DUNIA, BAGIAN 2 DARI 2

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 06 Muharam 1439 H / 26 September 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Peringatan Terhadap Akhlak-Akhlak Buruk
🔊 Hadits 23 | Larangan Mencela Orang Yang Telah Meninggal Dunia (Bagian 2 dari 2)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Bab04-H23-2
~~~~~~~~~~~~~~~

*LARANGAN MENCELA ORANG YANG TELAH MEINIGGAL DUNIA, BAGIAN 2 DARI 2*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwān dan Akhawāt shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita masih pada pembahasan hadīts ke-23, tentang larangan mencela mayat-mayat, (yaitu) orang yang sudah meninggal dunia.

Ada satu hadīts yang dijadikan pembahasan para ulamā, seakan-akan hadīts ini membolehkan mencela orang yang sudah meninggal dunia.

Yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Al Bukhāri dan juga Imām Muslim dari hadīts Annas bin Mālik radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, beliau berkata:

مَرُّوا بِجَنَازَةٍ فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا خَيْرًا، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم " وَجَبَتْ ". ثُمَّ مَرُّوا بِأُخْرَى فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا شَرًّا فَقَالَ " وَجَبَتْ ". فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ ـ رضى الله عنه ـ مَا وَجَبَتْ قَالَ " هَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ خَيْرًا فَوَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ، وَهَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ شَرًّا فَوَجَبَتْ لَهُ النَّارُ، أَنْتُمْ شُهَدَاءُ اللَّهِ فِي الأَرْضِ ".

_Suatu hari para shahābat melewati suatu jenazah, maka para shahābat memuji jenazah tersebut. Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata, "Wajabat (wajib jenazah ini)."_

_Kemudian mereka melewati jenazah yang lain lalu mereka menyebutkan keburukan jenazah ini. Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata, "Fawajabat (wajib juga jenazah ini)."_

_Mendengar hal ini, maka 'Ummar berkata, "Apa yang wajib, wahai Rasūlullāh terhadap jenazah ini?"_

_Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata"_

_"Jenazah yang pertama, kalian memuji (menyebutkan) kebaikan bagi jenazah ini, maka wajib bagi dia masuk surga. Adapun jenazah kedua kalian menyebutkan keburukan-keburukannya maka wajib bagi jenazah ini untuk masuk neraka jahannam. Kalian adalah saksi-saksi Allāh di atas muka bumi."_

(Hadīts Riwayat Bukhāri no 1367 dan Muslim 949)

⇒ Hadīts ini zhahirnya menjelaskan bolehnya seorang mencela jenazah yang sudah meninggal dunia.

Oleh karenanya para ulamā khilaf bagaimana mengkompromikan antara hadīts ini dengan hadīts larangan mencela mayat.

Dua-duanya dari sisi sanadnya sama-sama diriwayatkan oleh Imām Bukhāri oleh karenanya sama-sama kuat.

◆ Ada beberapa cara para ulamā dalam mengkompromikan dua hadīts ini.

⑴ Ada yang mengatakan bahwasanya yang dibolehkan adalah mencela mayat atau menyebutkan keburukan-keburukannya sebelum dikuburkan. Adapun setelah dikuburkan maka tidak boleh lagi.

⇒ Karena di dalam hadīts tersebut sang mayat tatkala dicela, dia belum dikuburkan masih diusung (hendak dikuburkan).

Oleh karenanya ada yang mengatakan kalau sudah dikuburkan sudah selesai, karena kalau sebelum dikuburkan dia belum mendapatkan hasil dari perbuatannya.

Begitu dia sudah masuk ke dalam kubur maka dia sudah mendapatkan hasil dari perbuatannya, apakah mendapatkan nikmat kubur  atau mendapat adzab kubur.

⑵ Ada yang membedakan antara mencela dengan menyebutkan keburukan.

Ini disebutkan oleh Al Munāwi dalam kitābnya Fathul Qadīr beliau berkata:

السب غير الذكر بالشر

_"Celaan berbeda dengan menyebut keburukan."_

⇒ Mencela ada sisi menghina

Misalnya:

√ "Kurang ajar mayat ini, (maaf) bangsat, dulu penjahat."

Ini namanya mencela.

Tapi kalau menyebut keburukan, misalnya mengatakan, "Dulu dia pernah begini (tanpa harus memaki-maki)."

Maka bukan mencela.

Sehingga, kata sebagian ulamā yang tidak diperbolehkan adalah mencela mayat, mencaci maki mayat. Adapun menyebutkan keburukannya itu boleh.

Kemudian beliau (Al Munāwi) berkata:

و بفرض عدم المغايرة فالجائز سب الأشرار و المنهي سب الأخيار

_Kalau ternyata tidak ada bedanya antara mencela dan menyebutkan keburukan, karena hanya cara mengungkapkannya saja yang berbeda tapi ternyata hasilnya sama (sama-sama menyebutkan keburukan mayat), maka:_

فالجائز سب الأشرار

_Yang diperbolehkan adalah mencela orang-orang yang buruk dan yang dilarang adalah mencela orang-orang yang baik._

⇒ Oleh karenanya pendapat yang benar bahwasanya boleh mencela mayat kalau ada maslahatnya.

Oleh karenanya Al Imām Al Bukhāri rahimahullāh, tatkala menyebutkan hadīts larangan mencela mayat beliau bawakan dalam bab "Mā yunha min sabil amwāt (Apa yang dilarang dari mencela mayat)", menunjukan ada yang diperbolehkan.

⇒ Kalau ada yang dilarang berarti ada yang diperbolehkan.

Wallāhu A'lam bishshawab, pendapat  yang kuat tentang masalah kapan kita boleh mencela mayat, kapan kita boleh menyebutkan keburukannya. Tidak ada bedanya antara dia masih hidup atau dia sudah meninggal dunia, (artinya) hukumnya sama.

Misalnya masalah ghībah. Kapan boleh kita mengghībah seorang yang masih hidup?

Para ulamā menjelaskan ghībah diperbolehkan jika begini, begini dan begini, (misalnya) dalam rangka untuk menjelaskan kesalahan-kesalahannya, dalam rangka untuk melaporkan kezhalimannya sebagaimana 8 poin yang telah kita sebutkan tentang ghībah-ghībah yang diperbolehkan.

Demikian pula berlaku bagi orang yang sudah meninggal dunia. Bagi yang sudah meninggal dunia maka kitapun boleh mengghībahnya kita pun boleh menyebutkan kejelekannya pada poin-poin yang diperbolehkan ghībah tatkala dia masih hidup.

Para ulamā telah sepakat bahwa kita boleh menyebutkan kesalahan kesalahan para perawi, meskipun mereka sudah meninggal dunia.

Misalnya:

⇒ Perawi ini dhaif, perawi ini lemah, perawi ini pendusta.

Kenapa?

Karena ini merupakan ghībah yang diperbolehkan, meskipun mereka sudah meninggal dunia dan dalam rangka untuk menjaga keshahīhan suatu hadīts.

Demikian juga bila ada kesalahan yang sudah tersebar, kesalahan tersebut ditulis oleh seorang 'alim yang sudah meninggal dunia, kita boleh menjelaskan tanpa harus mencaci makinya. Kita menjelaskan bahwa dia punya kesalahan seperti ini, seperti ini, agar kesalahannya tidak diikuti.

Demikian juga (misalnya) ahlul bid'ah. Ahlul bid'ah yang sudah meninggal dunia ternyata dia menyebarkan kesesatan, maka kita boleh mencaci maki dia dan kita boleh menjelaskan kesalahan-kesalahannya demi untuk menjaga agama Islām.

Jadi, Wallāhu A'lam bishshawab, apa yang diperbolehkan bagi kita menyebutkan kejelekannya tatkala masih hidup, itupun yang diperbolehkan tatkala dia sudah meninggal dunia. Karena tidak ada perbedaan antara yang meninggal maupun yang masih hidup.

Kehormatan seorang muslim yang masih hidup atau yang sudah meninggal sama saja. Hanyasaja mencela yang sudah meninggal lebih ditekankan tidak boleh lagi.

Karena, sebagaimana pernah kita jelaskan kalaupun dia ternyata salah, tidak mungkin lagi dia merubah dirinya, karena sudah meninggal dunia. Dan kalaupun dia benar dan ternyata celaan kita yang keliru maka dia tidak bisa membela dirinya.

Berbeda dengan orang yang masih hidup kalau kita mencela ternyata dia salah maka dia bisa memperbaiki dirinya.

Kalau kita mencela dia ternyata dia benar dia tidak bisa membela dirinya.

و الله ا. علم بالصواب

______________________

◆ Yuk.... Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah dan Studio Bimbingan Islām

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)
-------------------------------------

LARANGAN MENCELA ORANG YANG TELAH MEINIGGAL DUNIA, BAGIAN 1 DARI 2

LARANGAN MENCELA ORANG YANG TELAH MEINIGGAL DUNIA, BAGIAN 1 DARI 2

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 05 Muharam 1439 H / 25 September 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Peringatan Terhadap Akhlak-Akhlak Buruk
🔊 Hadits 23 | Larangan Mencela Orang Yang Telah Meninggal Dunia (Bagian 1 dari 2)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Bab04-H23-1
~~~~~~~~~~~~~~~

*LARANGAN MENCELA ORANG YANG TELAH MEINIGGAL DUNIA, BAGIAN 1 DARI 2*

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwān dan Akhawāt BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita masuk pada hadīts yang ke-23.

Dari 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā, beliau berkata, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

لَا تَسُبُّوا الأَمْوَاتِ فَإِنَّهُم قَدْ أَفْضَوا إلَى مَا قَدَّمُوْا

_"Janganlah kalian mencaci mayat-mayat, sesungguhnya mereka telah sampai kepada hasil dari amalan yang mereka lakukan di dunia."_

(Hadīts riwayat Imām Al Bukhāri nomor 6035, versi Fathul Bari nomor 6516)

Ikhwān dan Akhawāt yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah menjadikan kehormatan seorang muslim termasuk dari perkara yang besar di antara kehormatan-kehormatan yang terbesar.

Dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjaga kehormatan seorang muslim atau muslimah.

Oleh karenanya dalam suatu hadīts, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala melihat Ka'bah, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata:

مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَالْمُؤْمِنُ أَعْظَمُ حُرْمَةً عِنْدَ اللَّهِ مِنْكِ،

_"Betapa agung engkau wahai Ka'bah dan betapa agung kehormatanmu. Dan orang mu'min memiliki kehormatan yang lebih besar di sisi Allāh daripada kehormatanmu, wahai Ka'bah."_

(Hadīts Riwayat At Tirmidzi no 2032, dihasankan oleh Syaikh Al Albāniy rahimahullāh dalam shahīh sunan At Tirmidzi 2/391, Maktabah Al Ma'ārif cet 1/1420H)

⇒ Kita tahu bahwasanya Ka'bah diagungkan. Ternyata seorang mu'min kehormatannya lebih agung di sisi Allāh dari pada kehormatan Ka'bah.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan kehormatan seorang muslim dan muslimah, bukan hanya tatkala dia masih hidup, bahkan kehormatannya berlaku dan terus diakui oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla meskipun dia sudah meninggal dunia.

Oleh karenanya kehormatannya bukan hanya dijaga tatkala dia masih hidup, bahkan tatkala dia sudah meninggal dunia lebih ditekankan untuk dijaga lagi kehormatannya.

Oleh karenanya Al Imām Al Bukhāri, meriwayatkan dari Ibnu 'Abbās radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā, dimana Ibnu 'Abbās menghadiri penyelenggaraan jenazah Maemunah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā (istri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam) di suatu tempat namanya Saraf, maka Ibnu 'Abbās berkata kepada orang-orang yang akan mengusung jenazah Maemunah:

هَذِهِ زَوْجَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا رَفَعْتُمْ نَعْشَهَا فَلَا تُزَعْزِعُوهَا وَلَا تُزَلْزِلُوهَا وَارْفُقُوا

_"Ini adalah istri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka jika kalian mengangkat kerandanya, maka janganlah kalian mengerak-gerakannya dan janganlah kalian mengoncang-goncangkannya tetapi angkatlah dengan lembut."_

(Hadīts shahīh riwayat Bukhāri no 5067, Muslim no 1465, An Nasāi' no 3196)

Ibnu Hajar rahimahullāh dalam Fathul Bāri' berkata:

يستفاد منه أن حرمة المؤمن بعد الموت باقية، كما كانت في حياته

_Sesungguhnya diambil faedah dari hadīts inii, bahwasanya, "Kehormatan seorang mu'min setelah dia meninggal tetap berlaku sebagaimana tatkala dia masih hidup."_

Dan juga ada hadīts lain:

كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا

_"Dan mematahkan (menghancurkan) tulang seorang mu'min tatkala dia sudah meninggal dunia sama dengan tatkala dia masih hidup."_

(HR Ahmad nomor 23172,  Abū Dāwūd no 3191, Ibnu Ibnu Mājah nomor 1616)

⇒ Ini penjelasan Ibnu Hajar rahimahullāh Ta'āla.

Ini dalīl bahwasanya kehormatan seorang mu'min masih berlaku bahkan tatkala dia sudah meninggal dunia.

Oleh karena itu Ibnu 'Abbās mewasiatkan agar istri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam diangkat dengan pelan-pelan, tidak boleh digoncang-goncangkan (digerak-gerakan), karena beliau (Maemunah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā) tetap terhormat meskipun sudah meninggal dunia.

Kemudian, sebagaimana kita ketahui bahwasanya dalīl-dalīl dalam syari'at yang mengharāmkan mencela seorang muslim secara mutlak, tidak ada perbedaan apakah dia masih hidup atau sudah meninggal dunia.

Contohnya seperti Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ

_"Mencela seorang muslim adalah kefāsikan."_

(Hadīts riwayat Muslim no 64 dan Bukhāri no 48,6044,7076 dari hadīts Ibnu Mas'ūd radhiyallāhu Ta'āla 'anhu)

Syari'at tidak mengatakan, "Kecuali kalau sudah meninggal dunia."

Ini menunjukan bahwasanya syari'at memperhatikan hak seorang muslim tidak membedakan apakah dia masih hidup atau sudah meninggal dunia.

Tatkala dia sudah meninggal dunia penekanan untuk mengharāmkan pencelaan terhadap seorang muslim lebih ditekankan lagi, karena ada hadīts khusus yang menjelaskan larangan secara khusus bagi mencela seorang muslim yang sedang meninggal dunia, sebagaimana hadīts yang sedang kita jelaskan.

Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

لَا تَسُبُّوا الأََموَاتِ فَإِنَّهُم قَد أَفضَوا إِلَى مَا قَدَّموا

_"Janganlah kalian mencela mayat-mayat, karena sesungguhnya mereka telah sampai kepada hasil amalan yang mereka lakukan tatkala didunia."_

(Hadīts shahīh Riwayat Bukhāri nomor 1393)

Dan hadīts ini diriwayatkan oleh Imām Bukhāri dan beliau membuat bab hadīts ini dengan bab "Mā yunha min sabil amāt" (Apa yang dilarang dalam mencela mayat-mayat).

Ikhwān dan Akhawāt BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Hadīts ini menunjukan bahwasanya mencela orang yang sudah meninggal dunia lebih parah hukumnya dari pada mencela orang yang masih hidup.

Karena sebagian ulamā menyatakan, kalau orang masih hidup kita cela kemudian sampai celaan kepada orang tersebut, maka orang tersebut, bila ternyata memang orang tersebut bersalah, bisa menperbaiki dirinya.

Karena ada masukan meskipun masukan tersebut datang dalam bentuk celaan maka dia bisa merubah dirinya.

Adapun mayat kalau kita mencela dia, apa faedahnya?

Karena dia sudah meninggal dunia tidak bisa memperbaiki dirinya lagi kalau pun dia bersalah. Karena dia (orang yang meninggal) sudah sampai pada hasilnya (sudah selesai) sudah tidak bisa lagi beramal lagi di dunia.

Kemudian kalau celaan tersebut tidak benar dan sampai kepada orang yang masih hidup maka orang yang masih hidup masih bisa membela diri, jika celaan tersebut tidak benar. Adapun bila orang "sudah" meninggal dunia maka dia tidak bisa membela dirinya.

Oleh karenanya mencela orang yang sudah meninggal hukumnya lebih parah dari pada mencela orang yang masih hidup.

Kita akan lanjutkan pembahasan ini pada pertemuan berikutnya,  In syā Allāhu Ta'āla.

_____________________

◆ Yuk.... Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah dan Studio Bimbingan Islām

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)
-------------------------------------

LARANGAN MENCELA ORANG YANG TELAH MEINIGGAL DUNIA (Bagian 1)

LARANGAN MENCELA ORANG YANG TELAH MEINIGGAL DUNIA (Bagian 1)

🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 13 Jumadal Ūla 1438 H / 10 Februari 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Peringatan Terhadap Akhlak-Akhlak Buruk
🔊 Hadits 23 | Larangan Mencela Orang Yang Telah Meninggal Dunia (Bagian 1 dari 2)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Bab04-H23-1
~~~~~~~~~~~~~~~~~

*LARANGAN MENCELA ORANG YANG TELAH MEINIGGAL DUNIA*


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله


Ikhwān dan Akhawāt BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita masuk pada hadīts yang ke-23, dari 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā, beliau berkata, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

لَا تَسُبُّوا الأَمْوَاتِ فَإِنَّهُم قَدْ أَفْضَوا إلَى مَا قَدَّمُوْا

_"Janganlah kalian mencaci mayat-mayat, sesungguhnya mereka telah sampai kepada hasil dari amalan yang mereka lakukan di dunia."_

(Hadīts riwayat Imām Al Bukhāri nomor 6035, versi Fathul Bari nomor 6516)

Ikhwān dan Akhawāt yang dirahmatin oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah menjadikan kehormatan seorang muslim termasuk dari perkara yang besar diantara kehormatan-kehormatan yang terbesar.

Dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjaga kehormatan seorang muslim atau muslimah.

Oleh karenanya dalam satu hadīts, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala melihat Ka'bah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata:

مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَالْمُؤْمِنُ أَعْظَمُ حُرْمَةً عِنْدَ اللَّهِ مِنْكِ،

_"Betapa agung engkau wahai Ka'bah, dan betapa agung kehormatanmu, dan orang mu'min memiliki kehormatan yang lebih besar disisi Allāh daripada kehormatanmu, wahai Ka'bah."_

(Hadīts Riwayat At Tirmidzi no 2032, dihasankan oleh Syaikh Al Albāniy rahimahullāh dalam shahīh sunan At Tirmidzi 2/391, Maktabah Al-Ma'ārif cet 1/1420H)

⇒ Kita tahu bahwasanya Ka'bah diagungkan, ternyata seorang mu'min kehormatannya lebih agung disisi Allāh dari pada kehormatan Ka'bah.

Dan ternyata Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan kehormatan seorang muslim dan muslimah bukan hanya tatkala dia masih hidup, bahkan kehormatannya berlaku dan terus diakui oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla meskipun dia sudah meninggal dunia.

Oleh karenanya kehormatannya bukan hanya dijaga tatkala dia masih hidup, bahkan tatkala dia sudah meninggal dunia lebih ditekankan untuk dijaga lagi kehormatannya.

Oleh karenanya Al Imām Al Bukhāri, meriwayatkan dari Ibnu 'Abbās radhiyallāhu Ta'āla 'anhuma dimana Ibnu 'Abbās menghadiri penyelenggaraan jenazah Maemunah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā (istri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam) di suatu tempat namanya Saraf maka Ibnu 'Abbās berkata kepada orang-orang yang akan mengusung jenazah Maemunah:

هذه زوجة النبي صلى الله عليه وسلم فإذا رفعتم نعشها فلا تزعزعوها ولا تزلزلوها وارفقوا

_"Ini adalah istri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka jika kalian mengangkat kerandanya, maka janganlah kalian mengerak-gerakannya, dan janganlah kalian mengoncang-goncangkannya tetapi angkatlah dengan lembut."_

(Hadīts shahīh riwayat Bukhāri no 5067, Muslim no 1465, An Nasāi' no 3196)

Ibnu Hajar rahimahullāh dalam Fathul Bāri' berkata:

يستفاد منه أن حرمة المؤمن بعد الموت باقية، كما كانت في حياته

_Sesungguhnya diambil faedah dari hadīts inii, bahwasanya, "Kehormatan seorang mu'min setelah dia meninggal tetap berlaku sebagaimana tatkala dia masih hidup."_

Dan juga ada hadīts lain:

 إِنَّ كَسْرَ عِظَمِ الْمُؤْمِنِ مَيِّتًا مِثْلَ كَسْرِهِ حَيًّا

_"Dan mematahkan (menghancurkan) tulang seorang mu'min tatkala dia sudah meninggal dunia sama dengan tatkala dia masih hidup."_

(Hadīts Shahīh Riwayat Abū Dāwūd no 3191, Ibnu Ibnu Mājah I/516 no 1616)

⇒ Ini penjelasan Ibnu Hajar rahimahullāh Ta'āla.

Ini dalīl bahwasanya kehormatan seorang mu'min masih berlaku bahkan tatkala dia sudah meninggal dunia.

Oleh karena itu Ibnu 'Abbās mewasiatkan agar istri Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam diangkat dengan pelan-pelan, tidak boleh digoncang-goncangkan (digerak-gerakan), karena beliau (Maemunah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā) tetap terhormat meskipun sudah meninggal dunia.

Kemudian, sebagaimana kita ketahui bahwasanya dalīl-dalīl dalam syari'at yang mengharāmkan mencela seorang muslim secara mutlak, tidak ada perbedaan apakah dia masih hidup atau sudah meninggal dunia.

Contohnya seperti Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ

_"Mencela seorang muslim adalah kefāsikan."_

(Hadīts riwayat Muslim no 64 dan Bukhāri no 48,6044,7076 dari hadīts Ibnu Mas'ūd radhiyallāhu Ta'āla 'anhu)

Syari'at tidak mengatakan, "Kecuali kalau sudah meninggal dunia."

Ini menunjukan bahwasanya syari'at memperhatikan hak seorang muslim tidak membedakan apakah dia masih hidup atau sudah meninggal dunia.

Tatkala dia sudah meninggal dunia penekanan untuk mengharāmkan pencelaan terhadap seorang muslim lebih ditekankan lagi, karena ada hadīts khusus yang menjelaskan larangan secara khusus bagi mencela seorang muslim yang sedang meninggal dunia, sebagaimana hadīts yang sedang kita jelaskan.

Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

لَا تَسُبُّوا الأََموَاتِ فَإِنَّهُم قَد أَفضَوا إِلَى مَا قَدَّموا

_"Janganlah kalian mencela mayat-mayat yang sudah meninggal dunia, karena sesungguhnya mereka telah sampai kepada hasil amalan yang mereka lakukan tatkala didunia."_

(Hadīts shahīh Riwayat Bukhāri nomor 1393)

Dan hadīts ini diriwayatkan oleh Imām Bukhāri dan beliau membuat hadīts ini dengan bab Mā yunha min sabil amāt tentang, "Apa yang dilarang dalam mencela mayat-mayat".

Ikhwān dan Akhawāt BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Hadīts ini menunjukan bahwasanya mencela orang yang sudah meninggal dunia lebih parah hukumnya dari pada mencela orang yang masih hidup.

Karenanya sebagian ulamā menyatakan, kalau orang masih hidup kita cela kemudian sampai celaan kepada orang tersebut, maka orang tersebut, bila ternyata memang orang tersebut bersalah, bisa menperbaiki dirinya.

Karena ada masukan meskipun masukan tersebut datang dalam bentuk celaan maka dia bisa merubah dirinya.

Adapun mayat kalau kita mencela dia, apa faedahnya?

Karena dia sudah meninggal dunia tidak bisa memperbaiki dirinya lagi kalau pun dia bersalah. Karena dia (orang yang meninggal) sudah sampai pada hasilnya (sudah selesai) sudah tidak bisa lagi beramal lagi di dunia.

Kemudian kalau celaan tersebut tidak benar dan sampai kepada orang yang masih hidup maka orang yang masih hidup masih bisa membela diri, jika celaan tersebut tidak benar. Adapun bila orang "sudah" meninggal dunia maka dia tidak bisa membela dirinya.

Oleh karenanya mencela orang yang sudah meninggal hukumnya lebih parah dari pada mencela orang yang masih hidup.

Kita akan lanjutkan pembahasan ini pada pertemuan berikutnya,  In syā Allāhu Ta'āla.

___________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
-----------------------------------------

LARANGAN MENCELA, MELAKNAT DAN BERKATA KASAR SERTA KOTOR

LARANGAN MENCELA, MELAKNAT DAN BERKATA KASAR SERTA KOTOR


🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 12 Jumadal Ūla 1438 H / 09 Februari 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Peringatan Terhadap Akhlak-Akhlak Buruk
🔊 Hadits 22 | Larangan Mencela, Melaknat Dan Berkata Kasar Serta Kotor
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Bab04-H22
~~~~~~~~~~~~~~~~~

*LARANGAN MENCELA, MELAKNAT DAN BERKATA KASAR SERTA KOTOR*


بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwān dan Akhawāt BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita masuk pada hadīts yang ke-22 dari hadīts dari Ibnu Mas'ūd radhiyallāhu 'anhu secara marfu', Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

لَيْسَ المُؤْمِنُ بِالطَعَّانِ، وَلَا اللَعَّانِ، وَلَا الفَاحِشِ، وَلَا البَذِءِ

_"Bukanlah seorang mu'min, orang yang suka mencela, orang yang suka melaknat dan orang yang suka berkata-kata kasar dan juga berkata-kata kotor."_

‌(Hadīts ini kata Al Hafizh Ibnu Hajar dihasankan oleh Imām Tirmidzi dan di shahīhkan oleh Al Hakim dan Imām Ad Daruquthi merajīhkan hadīts ini, hadīts yang mauquf)

Hadīts ini diperselisihkan oleh para ulamā. Sebagian ulamā menyatakan hadīts ini marfu' (yaitu) diriwayatkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan sebagian ulamā mengatakan riwayatnya adalah mauquf (artinya) diriwayatkan dari shahābat (yaitu)  merupakan perkataan Ibnu Mas'ūd dan bukan perkataan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

⇒ Hadīts ini, apakah dia mauquf atau marfu', namun maknanya benar.

Bahwasanya seorang mu'min tidak boleh membiasakan dirinya untuk طَعَّان (mencela orang lain) tetapi hendaknya dia membiasakan dirinya untuk mengucapkan kata-kata yang baik.

Bukankah Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah berfirman:

 وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا

_"Dan ucapkanlah kepada manusia dengan perkataan yang baik."_

(QS Al Baqarah: 83)

Adapun seseorang yang membiasakan dirinya untuk:

√ Melaknat orang lain,
√ Mencela,
√ Mencari-cari aib orang lain,
√ Menjatuhkan orang lain,
√ Berkata-kata kotor,
√ Berkata-kata kasar.

⇒ Maka ini menunjukan dia bukan mu'min yang sejati, dia tidak sempurna imānnya.

Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata, "Laisalmu'min" (bukanlah mu'min yang sempurna), ini menunjukan imānnya rendah.

Karena imānnya tidak bisa mencegah dia untuk berkata-kata kotor (berkata-kata kasar), berarti imānnya dipermasalahkan.

Oleh karenanya, shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Seorang berusaha membiasakan dirinya untuk berkata-kata yang baik karena lisan ini berbahaya.

Bukankah dalam hadīts yang mashyur dari Mu'ādz bin Jabbal radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata kepada Mu'ādz bin Jabbal:

كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا

_"Tahanlah lisānmu."_

Sehingga Mu'ādz bin Jabbal bertanya:

 يَا رسولَ الله وإنَّا لَمُؤاخَذُونَ بما نَتَكَلَّمُ بِهِ؟

_"Yā Rasūlullāh, apakah kita akan disiksa oleh Allāh, karena ucapan kita?"_

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata:

وَهَلْ يَكُبُّ الناسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ؟

_"Wahai Mu'ādz, bukankah yang menjerumuskan manusia dalam neraka jahannam, menjerumuskan mereka diatas wajah-wajah mereka kecuali akibat dari perbuatan lisān-lisān mereka?"_

(Hadīts riwayat Tirmidzi)

⇒ Lisān ini berbahaya maka jangan dibiasakan lisānnya berkata-kata kotor.

Seorang yang bijak pernah berkata:

عود لسانك قول الخير تحظبه، ان السنا لما عودت لا يعتد

_"Biasakanlah lisānmu untuk mengucapkan kata-kata yang baik, maka engkau akan meraih hal tersebut (artinya engkau akan terbiasa mengucapkan kata-kata yang baik), karena lisān itu tergantung apa yang engkau biasakan."_

Kalau seorang terbiasa (membiasakan) berkata-kata baik, ini bisa dilatih, maka dia akan terbiasa mengucapkan kata-kata yang baik. kalau seseorang biasa menahan dirinya untuk tidak mencela orang lain maka lisānnya akan terbiasa.

Tapi kalau dia biarkan lisānnya, terbiasa untuk mencela, terbiasa merendahkan, terbiasa berkata kotor maka lisānnya akan terbawa kepada hal tersebut.

Sebagian penyair pernah berkata:

احفَظْ لِسانَكَ أَيُّهَا الإِنْسانُ لا يَلْدَغَنَّكَ إِنَّهُ ثُعْبانُ

_"Jagalah lisānmu wahai manusia jangan sampai engkau tersengat oleh lisānmu karena lisānmu adalah ular."_

كَمْ في المقابِرِ مِنْ قَتيلِ لِسانِهِ كانَتْ تَهابُ لِقَاءَهُ الشُّجعانُ

_"Betapa banyak orang dikuburan menjadi korban dari lisānnya padahal sewaktu dia masih hidup dahulu dia ditakuti oleh orang-orang pemberani."_

⇒ Artinya, ada orang hebat di dunia, ditakuti oleh orang, ternyata waktu dikuburan dia menjadi korban lisānnya.

Kenapa?

Karena disiksa oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla karena dia menjadi korban lisānnya sendiri, (dahulu didunia dia suka mencela, suka memaki, suka melaknat).

Oleh karenanya seorang harus berusaha untuk menjaga lisānnya jangan sampai dia menjadi seorang yang suka melaknat dan mencela dan merendahkan orang lain, berkata-kata kotor.

Ini semua dibenci oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Wallāhu Ta'āla A'lam bish Shawwab
___________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia

Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
-----------------------------------------

LARANGAN BERKATA KASAR DAN KOTOR

LARANGAN BERKATA KASAR DAN KOTOR



🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 11 Jumadil Ūla 1438 H / 08 Februari 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Peringatan Terhadap Akhlak-Akhlak Buruk
🔊 Hadits 21 | Larangan Berkata Kasar Dan Kotor
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Bab04-H21
~~~~~~~

*LARANGAN BERKATA KASAR DAN KOTOR*


السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله 


Al Imām Tirmidzi meriwayatkan dalam Sunannya, dimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 

مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِيْ مِيْزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ وَإِنَّ اللهَ لَيُبْغِضُ الْفَاحِشَ الْبَذِيْءَ

_"Sesungguhnya tidak ada sesuatu apapun yang paling berat ditimbangan kebaikan seorang mu'min pada hari kiamat seperti akhlaq yang mulia, dan sungguh-sungguh (benar-benar) Allāh benci dengan orang yang lisānnya kotor dan kasar."_

(Hadīts Riwayat At Tirmidzi nomor 2002, hadīts ini hasan shahīh, lafazh ini milik At Tirmidzi, lihat Silsilatul Ahādīts Ash Shahīhah no 876)

⇒ Dalam hadīts ini kita perhatikan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengkaitkan antara akhlaq yang mulia dengan lisān yang kotor. Seakan-akan bahwasanya kalau anda ingin menjadi orang yang berakhlaq yang mulia jangan memiliki lisān yang kotor. 

Oleh karenanya diantara barometer yang paling kuat untuk menilai seorang itu akhlaqnya mulia atau tidak adalah dengan melihat lisānnya, karena lisān itu ungkapan hati. 

Sehingga bisa diketahui bagaimana hatinya, kesombongannya atau tawadhu'nya, 

Husnuzhān atau su'uzhān semua bisa terlihat dari lisān, terlihat dari ungkapan-ungkapan lisānnya yaitu bisa mengambarkan dari isi hatinya. 

Maka benar jika demikian, standard atau barometer untuk menilai akhlaq seorang buruk dengan kita lihat lisānnya.

Karenanya dalam hadīts yang lain dalam Shahīh Muslim, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 

إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ وَدَعَهُ أَوْ تَرَكَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ

_"Sesungguhnya orang yang paling buruk kedudukannya pada hari kiamat disisi Allāh adalah orang yang ditinggalkan oleh masyarakat."_

(Hadīts Riwayat Muslim nomor 2591)

⇒ Ditinggalkan oleh manusia (teman-temanya),  kenapa? 

Karena اتِّقَاءَ فُحْشِهِ, takut dengan lisānnya yang buruk. 

Hadīts ini memberi peringatan kepada kita agar kita menjaga lisān kita.

Bahkan tatkala kita menyampaikan kebenaran, menyuarakan yang hak (misalnya): 

√ Ingin menyampaikan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
√ Ingin menyampaikan tauhīd.

Kita harus menjaga lisān kita. 

Jangan sampai kita berkata-kata yang kasar (kotor) sehingga membuat orang lain lari, orang tidak bisa menerima. 

Kenapa? 

Karena kotornya lisān kita. 

Perhatikan! 

Dalam satu hadīts tatkala datang sekelompok orang-orang Yahūdi datang menemui Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, kemudian mereka mengejek Nabi, mereka mendo'akan keburukan kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Kata mereka:

 السَّامُ عَلَيك 

‌‌_"Asāmu'alaik,  Yā Abū Qassim."_

_(Kebinasaan atasmu Wahai Abū Qassim)_

⇒ Kalau orang mendengar sepintas, seakan-akan mereka berkata, "Assalāmu'alaik (keselamatan bagi engkau)," tetapi huruf "lam" nya mereka hilangkan. Sehingga artinya menjadi semoga engkau cepat mati.

Maka Nabi menjawab, "Wa'alaikum (kalian juga)."

Cukup Nabi menjawab do'a keburukan mereka juga. 

Ternyata 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā tidak kuat (tidak sabar) tatkala mendengar suaminya (Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam) dicerca oleh orang-orang Yahūdi. 

Maka 'Āisyahpun marah (membalas), 'Āisyah berkata: 

وعليكم السام، لعنة الله عليكم وغضب الله عليكم إخوة القراد والخنازير

_"Wa'alaikumussam laknatullāhi alaikum, wa ghadhabullāhi'alaikum, Ikhwātalqirādatul walkhanāzīr"_

_(Semoga kalian yang cepat mati, laknat Allāh bagi kalian, Allāh murka bagi kalian, wahai saudara-saudara babi-babi dan monyet-monyet)._ 

Maka 'Āisyah ditegur oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam: 

يَا عَائِشَةَ لَا تَكُوْنِيْ فَاحِشَةَ

_"Wahai 'Āisyah jangan engkau menjadi orang yang mulutnya kotor."_ 

(Hadits Riwayat Muslim nomor 2165)

Dalam riwayat lain kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam: 

ما كان الرفق في شيء إلا زانه، ولا نُزع الرفق من شيء إلا شانه

_"Tidaklah kelembutan diletakkan pada suatu kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah diangkat kelembutan tersebut kecuali akan merusaknya."_

(Hadīts ini diriwayatkan oleh imam  Muslim nomor 2594 dengan lafazh yang berbeda.)

إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِي شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

_"Sesungguhnya kasih sayang (kelembutan) itu tidak akna berada pada sesuatu, melainkan ia akan menghiasinya. Sebaliknya, jika kasih sayang (kelembutan) itu dicabut dari sesuatu, melainkan ia akan membuatnya menjadi buruk."_

'Āisyah, dikatakan oleh  Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

 لا تكون فاحسه  

_"Janganlah engkau menjadi orang yang berkata-kata kotor."_

Dalam riwayat lain Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 

إِنَّ الله عزّ وجلّ لاَ يُحِبُ الفُحْشَ وَلَا التَفَحُش

_"Sesungguhnya Allāh 'azza wa jalla tidak suka dengan perbuatan keji dan kata-kata yang kotor (kasar)."_

(Hadits Riwayat Ahmad nomor 24735)

Padahal kalau kita perhatikan, bagaimana sikap 'Āisyah? 

Perkataanya benar, tidak ada yang salah semua perkataannya (dalīlnya) ada dalam Al Qurān. 

⑴ Kata 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā (ummul mu'minin), "Laknatullāh alaih," benar bahwasanya, "Laknatullāh alaikum," bahwasanya  orang Yahūdi terlaknat. 

Allāh yang berfirman: 

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ

_"Telah terlaknat orang-orang kāfir dari Bani Isrāil (Yahūdi) dengan lisān Daud dan 'Īsā putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas."_

(QS Al Māidah: 78)

كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

_"Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu."_

(QS Al Māidah: 79)

Mereka juga di murkai, kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla: 

 غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ

_Bukan dari jalan orang-orang yang di murkai._

Kita minta kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla agar dijauhkan dari jalan orang-orang yang di murkai yang setiap hari kita membaca dalam shalāt kita. 

⑵ Mereka dilaknat, mereka dimurkai oleh Allāh, sekarang mereka juga kata 'Āisyah saudaranya babi-babi dan monyet-monyet, dan benar. 

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman tentang nenek moyang orang-orang Yahūdi: 

 كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ

_"Jadilah kalian kera-kera yang hina."_

(QS Al Baqarah: 65)

Dalam ayat yang lain Allāh berfirman: 

قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِير

_"Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang orang-orang yang kedudukannya lebih buruk disisi Allāh?_ 

_Mereka adalah orang yang dilaknat oleh Allāh dan di murkai oleh Allāh, dan diantara mereka ada yang dirubah menjadi babi-babi dan monyet-monyet."_

(QS Al Māidah: 60)

⇒ Ternyata perkataan 'Āisyah benar, tidak ada salahnya tatkala 'Āisyah mencela orang-orang Yahūdi. 

Bahkan 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā mencela karena membela Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, membela sumber sunnah, bukan hanya sunnah tetapi membela orangnya. 

Siapa sumber sunnah? 

Sumber sunnah adalah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

'Āisyah membela Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tapi ternyata salah dan 'Āisyah ditegur oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Oleh karenanya tatkala kita menyeru kepada tauhīd, kepada sunnah, kita membantah orang-orang yang bersalah sampaikan dengan kata-kata yang lembut apalagi kepada orang-orang kāfir. 

Kepada orang-orang Yahūdi saja kita diminta memilih kata-kata yang baik apalagi kepada sesama muslim. 

Kalau kita mendebat, kita mendebat dengan cara yang baik. 

Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla: 

وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ 

_"Janganlah kalian mendebat ahlul kitāb, kecuali dengan cara yang terbaik."_

(QS Al 'Ankabut: 46)

Boleh berdebat dengan ahluk kitāb tapi dengan cara yang baik. Bila dengan ahlul kitāb saja kita disuruh berdebat dengan cara yang baik, 

√ Apalagi dengan berdebat sesama muslim, 
√ Apalagi dengan orang yang sama-sama mengucapkan "Lā ilāha illallāh".
√ Apalagi dengan yang sama-sama menginginkan kebaikan. 

Maka jaga lisān kita. 

⇒ Kalau kita tidak menjaga lisān kita, ingat! dosanya (akibatnya) bahaya, kita akan di murkai oleh Allāh (dibenci oleh Allāh). 

Ingat dalam hadīts tadi dalam sunan Tirmidzi, kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam: 

وَإِنَّ اللهَ لَيُبْغِضُ الْفَاحِشَ الْبَذِيْءَ

_Dan sungguh-sungguh (benar-benar) Allāh sangat benci kepada orang yang berkata-kata kasar dan kotor._

Di sini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mendatangkan " انّ " taukid untuk penekanan dan lam taukid, kalau kita artikan dalam bahasa Indonesia "dan".

Meskipun benar isinya tetapi bila kotor dan kasar maka Allāh tidak suka. Apalagi bila kata-katanya tidak benar, apalagi apabila tuduhannya tidak benar. 

Yang perkataannya benar saja jika disampaikan dengan cara yang kasar dibenci oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Maka kalau anda terbiasa dengan perkataan kasar (perkataan kotor), 

√ Suka menyindir orang, 
√ Suka menjatuhkan hati orang lain, 
√ Suka mengejek orang lain

Yā Akhi, jangan-jangan anda kemudian menjadi orang yang sangat dibenci oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Kenapa? 

Karena Allāh benci orang yang seperti ini, orang yang berakhlaq buruk, kalau anda sudah dibenci oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, apa yang bisa anda harapkan? 

Dibenci oleh pencipta alam semesta, gara-gara lisān anda yang kotor. 

Maka jagalah lisān. Berusahalah berkata-kata yang baik tidak menyinggung perasaan orang lain. Bukan hanya dalam berdakwah, bahkan dalam skala kecil (misalnya) terhadap istri kita, terhadap suami, terhadap anak-anak, jangan terbiasa kata-kata kotor. 

Supaya kita bisa berakhlaq mulia, supaya lebih dekat dengan Al habieb Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dihari kiamat kelak. 


وبالله التوفيق 
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 
__________ 

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

1. Pembangunan & Pengembangan Rumah Tahfizh 
2. Support Radio Dakwah dan Artivisi
3. Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jamaah di Indonesia

Silakan mendaftar di : 
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
-----------------------------------------