Sumber :
🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 10 Ramadhan 1436 H/27 Juni 2015 M
🌙 Materi Tematik Ramadhān
〰〰〰〰〰〰〰〰〰
~ MENDIDIK ANAK DI BULAN RAMADHĀN (SOAL JAWAB) ~
Soal
Didalam hadits disebutkan bahwa jika anak 10 tahun tidak mau shalat maka boleh dipukul, lalu apakah puasa juga boleh dipukul jika tidak mau puasa?
Jawab
Untuk shalat ada nash khusus bahwasanya kalau 10 tahun tidak mau shalat dipukul, adapun puasa tidak ada nash untuk hal ini.
Akan tetapi seseorang melatih anaknya untuk puasa tetapi tidak sekeras seperti shalat karena ibadah puasa kedudukannya lebih ringan daripada ibadah shalat, boleh dengan pukulan ringan, dan dilakukan sudah menjelang dewasa, namun tidak ada perintah khusus mengenai hal ini, berbeda dengan shalat.
Kalau sudah 10 tahun tidak mau shalat dan kita tidak memukul justru kita yang berdosa karena perintah tersebut tertuju untuk orangtua.
Adapun puasa, tidak ada perintah khusus dan itu hanya taktik dalam melatih anak-anak untuk puasa, kalau dalam pandangan kita dengan dipukul (pukulan yang ada manfaatnya dan dalam rangka untuk mendidik) maka silakan dilakukan. Tapi kalau sekiranya tidak ada manfaatnya maka tidak perlu dipukul.
Berbeda dengan shalat yang harus ada pemukulan, tentunya bukan pemukulan yang mematahkan tulang atau merubah wajah atau membengkakkan seluruh tubuh, akan tetapi pukulan untuk mendidik untuk menunjukkan bahwa masalah shalat adalah masalah yang penting.
Allāhu a'lam bishshawāb.
_______________
Soal
Bagaimana jika orangtua mati dalam keadaan musyrik?
Jawab:
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
ولد صالح يدعو له
"Anak shālih yang mendo'akannya."
Tentunya, kita harus melihat dalil yang lain dari Al-Qurān dan As-Sunnah mengenai permasalah do'a. Kita tahu bahwa seseorang yang mati dalam keadaan musyrik/kafir, maka banyak ayat dalam Al-Qurān menyatakan tidak ada manfaat do'a oranglain terhadap dia karena kesyirikannya tidak akan diampuni. Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
اللَّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاء
"Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla tidak mengampuni dosa kesyirikan dan akan mengampuni dosa selain kesyirikan bagi seorang yang Allāh kehendaki." (An-Nisā 48)
إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
"Sesungguhnya orang yang melakukan kesyirikan maka Allāh haramkan surga bagi dia dan tempat kembalinya adalah nereka Jahannam, tidak ada seorangpun yang bisa menolong orang-orang yang berbuat zhalim (kesyirikan)." (Al-Māidah 72)
Syirik merupakan kezhaliman yang paling besar.
إِنَّالشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
"Sesungguhnya syirik adalah kezhaliman yang paling besar (yang berkaitan dengan hal Allāh Subhānahu wa Ta'āla)." (Luqmān 13)
Allāh ingin ditauhidkan (diEsakan) dalam peribadatan kemudian seseorang berbuat kesyirikan. Syirik itu lebih besar dari berzina, membunuh, mencuri harta harta oranglain dan durhaka kepada orangtua atau membunuh orangtua, kenapa? Karena dosa-dosa ini berhubungan dengan hak manusia.
Adapun syirik berkaitan dengan hak Allāh Subhānahu wa Ta'āla, Allāh ciptakan kita dan memberi fasilitas kepada kita kemudian diantara kita ada yang berdo'a kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka ini merupakan dosa yang sangat besar sehingga Allāh tidak akan mengampuni dosa syirik akbar, akan kekal di neraka selama-lamanya.
فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ
(Muddatstsir 48)
Tidak ada syafa'at yang bermanfaat bagi orang yang seperti ini.
Oleh karenanya dalam Al-Qurān, saat pamannya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, Abū Thālib akan meninggal dunia, kemudian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ingin mendakwahi pamannya.
Kita tahu bahwasanya Abū Thālib sangat membela keponakannya, Abū Thālib tidak membiarkan seorangpun dari kaum musyrikin untuk mengganggu sang keponakan sehingga tatkala Abū Thālib sakit keras, Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam ingin mendakwahi pada kesempatan yang terakhir, kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:
يَا عمي قُلْ : لَا إِلَه إِلَّا اللَّه ، كَلِمَة أُحَاجّ لَك بِهَا عِنْد اللَّه
"Wahai pamanku, katakanlah lā ilāha illa Allāh, suatu kalimat yang aku akan bela engkau di akhirat kelak."
Tapi tatkala itu ada Abū Jahal, 'Abdullah bin Umayyah dan orang-orang kafir yang memprovokasi dengan mengatakan: "Abū Thālib, apakah kamu membenci agama nenek moyangmu?". Akhirnya Abū Thālib enggan mengucapkan kalimat tauhid.
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kemudian mengulangi lagi, "Wahai pamanku, katakanlah lā ilāha illa Allāh." Kemudian Abū Jahal dan 'Abdullah bin Umayyah sama-sama memprovokasi supaya tidak mengatakan kalimat tauhid. Akhirnya meninggallah Abū Thālib dalam keadaan tidak mengucapkan Lā ilāha illa Allāh.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata: "Aku akan benar-benar memohon kepada Allāh untuk mengampunimu selama aku tidak dilarang."
Ternyata Allāh melarang Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk berdo'a untuk orang-orang musyrik meskipun mereka karib kerabat. Kata Allāh:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَن يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. "(At-Taubah 113)
Oleh karena tatkala Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menziarahi kuburan ibunya Āminah (sebagaimana dalam Shahih Muslim).
Āminah meninggal dalam keadaan musyrik, akhirnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam meminta izin kepada Allāh berdo'a agar Allāh mengampuni ibunya. Akan tetapi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ditegur, tidak boleh, akhirnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam minta izin untuk menziarahi ibunya dan diizinkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita katakan, memang do'a sang anak sangat bermanfaat, khususnya kepada kedua orangtua, selama kedua orangtua bukan orang musyrik. Akan tetapi jika orangtua meninggal dalam keadaan musyrik maka orangtua telah terjerumus ke dalam dosa yang sangat besar dan kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla bahwa syafa'at siapapun tidak akan bermanfaat, tidak ada seorangpun yang bisa menolong orang-orang yang berbuat kesyirikan termasuk anaknya.
Wallāhu Ta'āla a'lam bishshawāb.
_______________
Soal
Bagaimana kedudukan hadits tentang bapak Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di neraka?
Jawab
Dalam hadits Anas bin Mālik radhiyallāhu 'anhu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata kepada seseorang tentang ayahnya yang meninggal dalam keadaan musyrik,
إِنَّ أَبِى وَأَبَاكَ فِى النَّارِ
"Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka Jahannam." (Hadits shahīh, HR. Muslim)
Orang yang tahu ilmu hadits, tentunya mengerti akan kedudukan Shahīh Muslim, sebagaimana mengerti tentang Shahīh Al-Bukhari, yang menghimpun hadits-hadits yang shahih.
Dan hadits-hadits yang menjelaskan tentang kafirnya ayah dan ibu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam termaktub dalam Shahīh Muslim. Dan hadits yang menceritakan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam diizinkan menziarahi kuburan ibunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah radhiyallāhu 'anhu dan merupakan hadits yang shahīh.
Tentunya kita tunduk kepada Al-Qurān dan hadits-hadits Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengatakan:
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
"Jika kalian berselisih tentang sesuatu maka kembalikan kepada Allāh dan RasulNya (kepada Al-Qurān dan hadits Nabi)." (An-Nisā 59)
Al-Imām An-Nawawi dalam kitabnya Al-Minhāj Syarh Shahīh Muslim menegaskan akan hal ini yaitu ayah dan ibu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam meninggal dalam keadaan kafir/musyrik. Dan kita tahu bagaimana kedudukan Imām Nawawi, muhaqqiq (peneliti) besar dalam madzhab Syāfi'ī.
Kalau saya atau kita yang mengatakan mungkin kurang dipercaya, tetapi saya ta'birkan bahwasanya ini pendapat yang diperjuangkan oleh Imām Nawawi rahimahullāh dalam kitabnya Al-Minhāj Syarh Shahīh Muslim.
Dan kita ketahui bahwa ada hikmah dibalik ini, bahwasanya betapapun shālihnya seorang anak, sedangkan ayahnya dalam keadaan musyrik maka tidak akan bermanfaat keshālihan tersebut, meskipun anaknya adalah Nabi.
Sebagaimana Nabi Ibrāhīm 'alayhissalām, ayahnya musyrik penyembah berhala, tentunya ayahnya sayang kepada anaknya, akan tetapi tatkala Nabi Ibrāhīm 'alayhissalām mulai mendakwahkan tauhid maka ayahnya benci kepadanya. Dan kenabian Nabi Ibrāhīm 'alayhissalām tidak bermanfaat bagi kesyirikan sang ayah.
Demikian juga hadits-hadits Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang kafirnya kedua orangtua Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan kita tunduk kepada hadits-hadits Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang shahīh.
Sumber :
👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📺 Sumber: https://youtu.be/amOgLep4hOs
___________________________
🍃 Program Cinta Ramadhan~Yayasan Cinta Sedekah :
1. Tebar Paket Ifthar & Sahur Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim & Dhu'afa
4. Tebar Al-Quran Nasional
📦 Donasi Cinta Ramadhan
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek 3310004579
| atas nama Cinta Sedekah
| Kode Bank 147
| Konfirmasi donasi,
sms ke 0878 8145 8000
dengan format:
Nama#Domisili#Jumlah Transfer#Donasi Untuk Program