Laman

Tampilkan postingan dengan label Fiqh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiqh. Tampilkan semua postingan

FIQIH RAMADHAN (BAG. 9)

FIQIH RAMADHAN (BAG. 9)

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 04 Ramadhān 1437 H / 09 Juni 2016 M
👤 Ustadz Zaid Susanto, Lc
📔 Materi Tematik | Fiqih Ramadhān (Bagian 9)
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-Ramadhan1437-UZS-09
📺 Video Source: https://youtu.be/48pgv9ZUnCc
-----------------------------------

FIQIH RAMADHAN (BAG. 9)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh, yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita kembali melanjutkan apa yang tersisa dari pembahasan fiqih puasa (fiqih Ramadhān). Kita akan sampaikan beberapa perkara yang membatalkan puasa.

Kata Syaikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin rahimahullāh dalam pertemuan ke empat belas: فِي مُفَطِرَاتٍ الصَّوم  , Perkara-perkara Yang Membatalkan Puasa.

*· Puasa Secara Bahasa*

Puasa secara bahasa  berasal dari kata as shiam yang berarti al imsāk yaitu menahan.

⇛Jadi setiap usaha untuk menahan, bisa dikatakan dengan "shiam".

Diantaranya ketika seseorang menahan untuk tidak berbicara maka ini juga disebut dengan puasa (shiam).

Sebagaimana Maryam bintu Imrān, beliau ketika mengandung putranya (Nabi Īsā 'alayhissalām), Allāh Subhānahu wa Ta'āla memerintahkan Maryam untuk berpuasa.

Maka beliau diperintahkan oleh Allāh untuk menjawab kepada kaum Bani Isrāil  dengan perkataan:

إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَٰنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

"Aku bernadzar untuk tidak berbicara (shaum, imsak, menahan). Aku tidak akan berbicara dengan seorangpun pada hari ini."

(QS Maryam: 26)

Kalau kalian ingin tanya tentang diriku dan ingin tanya tentang anak yang aku bawa ini maka:

فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ

"Tanya saja padanya (pada bayi yang ku gendong ini, saya tidak akan menjawab)."

Maka orang-orang Bani Isrāil ketika Maryam diam bahkan menunjuk pada bayinya, mereka mengatakan:

كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا

"Bagaimana kita bisa mengajak bicara bayi yang masih di gendongan?"

Tiba-tiba Nabi Īsā yang saat itu masih bayi berkata:

قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ, آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا

"Saya ini Abdullāh, Allāh telah mengajarkan kepadaku Al Kitāb dan menjadikan aku seorang Nabi."

(QS Maryam  30)

⇛Nabi Īsā, masih bayi sudah diangkat menjadi Nabi dan beliau sempat berdakwah.

Maka Maryam menahan dirinya dari berbicara, itulah yang disebut dengan shaum.

*· Secara Istilah*

Pengertian dan definisi puasa adalah:

Menahan diri untuk tidak makan, tidak minum dan juga dari perkara-perkara yang semakna dengan makan dan minum, dan dari segala macam perkara yang membatalkan puasa, dari sejak munculnya fajar shadiq sampai terbenamnya matahari (sampai bulatan matahari itu betul-betul tenggelam di ufuk barat).

Yang semakna dengan makan dan minum contohnya: merokok. Segala macam perkara yang membatalkan puasa contohnya: di infus dll.

Fajar ada dua:

⑴ Fajar Kadzib.

Fajar kadzib adalah yang muncul pertama kali, biasanya 1/2 jam sebelum fajar shadiq

⑵ Fajar Shadiq.

Fajar shadiq biasanya ditandai dengan dikumandangkan adzan subuh.

Hanya terkadang sebagian adzan subuh itu terlalu cepat dikumandangkan dibandingkan munculnya fajar shadiq. Maka adzan ini belum bisa dijadikan patokan.

Patokannya bagaimana?

⇛Lihat ciri-ciri fajar shadiq, yaitu munculnya warna terang yang melintang di ufuk timur, makin lama makin terang.

Wallāhu Ta'āla A'lam.

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

"Makan dan minumlah kalian, sampai telah jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam (yakni munculnya benang putih dari benang hitam), yakni fajar. Kemudian sempurnakan puasa itu hingga lail."

⇛Benang putih itu fajar shadiq, benang hitam itu malam.

Maksudnya bukan membedakan benang putih atau hitam sebagaimana kisah Adi bin Hatib. Ketika mendengar ayat ini maka diapun tidur dan di bawah bantalnya ditaruh dua benang (benang hitam dan putih). Setiap saat dia lihat mana benang yang hitam mana yang putih. Akhirnya bercerita kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

"Kok saya tidak bisa membedakan antara benang putih dan hitam sampai subuh, ini bagaimana?"

Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

"Kalau begitu bantalmu besar sekali, karena yang dimaksud dengan benang putih dengan benang hitam itu adalah malam hari dan fajar, seluas langit."

Kapan disebut lail?

Yaitu ketika matahari terbenam (waktu maghrib) dan pada waktu maghrib itulah perubahan hari (bukan jam 12 malam).

Kalau kita sudah tahu definisi puasa, bahwasanya puasa adalah menahan dari segala perkara yang membatalkannya, maka kita simpulkan berarti puasa bisa batal, cuma banyak orang yang menyepelekan.

Terkadang dia melakukan pembatal tapi dia tidak sadar, maka untuk itu kita perlu mempelajari pembatal-pembatal puasa.

[insyā Allāh, bersambung ke bagian 10]
___________________________
🌺 Program CINTA RAMADHAN ~ Cinta Sedekah

1. Tebar Ifthar Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim Dhu'afa

📦 Salurkan Donasi anda melalui :
Rekening Yayasan Cinta Sedekah
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek  3310004579
| Kode Bank 147

Konfirmasi donasi sms ke
📱0878 8145 8000
dengan format :
Donasi Untuk Program#Nama#Jumlah Transfer#TglTransfer

🌐 www.CintaSedekah.Org
👥 Fb.com/GerakanCintaSedekah
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q

FIQIH RAMADHAN (BAG. 8)

FIQIH RAMADHAN (BAG. 8)

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 03 Ramadhān 1437 H / 08 Juni 2016 M
👤 Ustadz Zaid Susanto, Lc
📔 Materi Tematik | Fiqih Ramadhān (Bagian 8)
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-Ramadhan1437-UZS-08
📺 Video Source: https://youtu.be/znboM6piFTk
-----------------------------------

FIQIH RAMADHAN (BAG. 8)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh, saya akan membahas tentang fiqih dan ini bahas atau saya ambil dari bukunya Syaikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin rahimahullāh, "Majālis Syahri Ramadhān"

Dalam kitab tersebut pada المجلس العاشر (pertemuan ke 10) beliau mangatakan

في آداب الصيام الواجبة

"Tentang adab-adab yang hukumnya wajib dikerjakan oleh orang yang berpuasa."

Adab itu ada yang sifatnya sunnah ada juga yang sifatnya wajib.

Adab yang wajib dikerjakan orang yang berpuasa.

*(5) Yang kelima | Tinggalkan Kecurangan*

Curang dalam hal apa? Curang dalam masalah jual beli (timbangan, takaran).

Secara umum jujur dalam jual beli di luar bulan Ramadhān sangat dianjurkan.

Kata Rāsulullāh shālallahu 'alayhi wassalam bahwasanya:

فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا

“Apabila penjual dan pembeli sama-sama menerangkan (sang penjual menerangkan aib barangnya), maka akan diberkahi jual beli keduanya."

(HR Muslim nomor 2825, versi Syarh Muslim nomor 1532)

Semakin kita jujur semakin barākah harta yang kita dapatkan.

Itu di luar bulan Ramadhān, dalam bulan-bulan Ramadhān lebih-lebih lagi.

Kita harus meninggalkan curang karena kecurangan itu dosanya besar.

Kata Rāsulullah shalallahu 'alayhi wassalam:

وَمَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا

“Orang yang curang bukan termasuk golonganku.”

(HR Muslim nomor 146, versi Syarh Muslim nomor 101)

Suatu saat Rāsulullah shalallahu 'alayhi wassalam inspeksi ke pasar, Beiau melihat seorang pedagang menumpuk makanan, luarnya bagus. Kemudian:

رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلًا فَقَالَ مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَفَلَا جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي

"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memasukan jarinya ke dalam tumpukan makanan. Maka didapatkan tumpukan makanannya itu  basah bagian dalamnya.

Kemudian ditarik dan katakan:

'Wahai penjual makanan, ini kok basah kenapa?'

Kata sang penjual:

'Oh, itu kehujanan ya Rāsulullah, sehingga agak lembab dan agak busuk.'

Kata Rāsulullah shalallahu 'alayhi wassalam:

'Kenapa tidak kamu letakan di bagian atas sampai manusia bisa melihatnya?'

(Kata Rāsulullah shalallahu 'alayhi wassalam selanjutnya:)

'Yang berbuat curang tidak termasuk golonganku'."

(HR Muslim nomor 147, versi Syarh Muslim nomor 102)

Itu diluar bulan Ramadhān, lebih-lebih lagi nanti dibulan Ramadhān. Hati-hati !

*(6) Yang keenam | Jaga Telinga*

Yang ke 6 ini betul-betul dinasehatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin.

Telinga wajib dijaga, dijaga dari apa?

Mendengan musik.

Ya Allāh, musik itu sudah kaya racun dalam keehidupan para pemuda. Seikit-dikit musik.

Kalau bulan Ramadhān, rumah kita ubah jadi madrasah Qurān.

Maka, cobalah di bulan Ramadhān ini kita hindarkan dari pendengaran-pendengaran yang tidak diridhai oleh Allāh. Kita ganti rumah kita menjadi rumah Al Qurān. Itu jauh lebih bermanfa’at.

Saya kira sampai sini apa yang bisa saya sampaikan. Ini tentang adab-adab yang wajib.

Adapun tentang adab-adab yang mustahab, contohnya adalah kalau sahur diakhirkan, kalau buka disegerakan. Terus kalau buka pakai kurma. Ruthab kalau ada, kalau tidak ada, kurma dan seterusnya.

Wallāhu Ta’ala A'lam bish Shawaab.

[insyā Allāh, bersambung ke bagian 9]
___________________________
🌺 Program CINTA RAMADHAN ~ Cinta Sedekah

1. Tebar Ifthar Ramadhan
2. Program I'tikaf Ramadhan
3. Bingkisan Lebaran u/ Yatim Dhu'afa

📦 Salurkan Donasi anda melalui :
Rekening Yayasan Cinta Sedekah
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No.Rek  3310004579
| Kode Bank 147

Konfirmasi donasi sms ke
📱0878 8145 8000
dengan format :
Donasi Untuk Program#Nama#Jumlah Transfer#TglTransfer

🌐 www.CintaSedekah.Org
👥 Fb.com/GerakanCintaSedekah
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q

FIQIH RAMADHAN (BAG. 6)

FIQIH RAMADHAN (BAG. 6)

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 01 Ramadhān 1437 H / 06 Juni 2016 M
👤 Ustadz Zaid Susanto, Lc
📔 Materi Tematik | Fiqih Ramadhān (Bagian 6)
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-Ramadhan1437-UZS-06
📺 Video Source: https://youtu.be/znboM6piFTk
-----------------------------------

FIQIH RAMADHAN (BAG. 6)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum muslimin dan muslimat, rahīmani wa rahīmakumullāh, saya akan membahas tentang fiqih dan saya ambil dari bukunya Syaikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin rahimahullāh, "Majlis Syahri Ramadhān".

Dalam kitab tersebut pada المجلس العاشر (pertemuan ke 10) beliau mangatakan:

في آداب الصيام الواجبة

"Tentang adab- adab yang hukumnya wajib dikerjakan oleh orang yang berpuasa."

Karena adab itu ada yang sifatnya sunnah dan ada yang sifatnya wajib.

فمن الآداب الواجبة أن يقوم الصائم بما أوجب االله عليه من العبادات القولية والفعلية ومن أهمها

"Diantara kewajiban seorang yang berpuasa adalah melakukan adab-adab adab-adab yang telah diwajibkan oleh Allāh berupa ibadah-ibadah qauliyah (ucapan) ataupun fi'liyah (perbuatan). Di antara kewajiban orang yang berpuasa adalah"

*(1) Yang pertama | الصلاة المفروضة  Shalāt wajib*

Dan diantara adab ibadah yang paling penting bagi orang yang berpuasa adalah shalat wajib.

Diantara rukun iman yang paling besar setelah syahadatain adalah shalat wajib. Ada riwayat, bahkan banyak, yang menerangkan bahwa batas antara kekafiran dan ke-Islaman seseorang itu bukan puasa tapi shalat.

العَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ، فَمَنْ تََرَكَهَا فََقَدْ كََفََرَ .

"Batas antara kita (kaum muslimin) dengan orang- orang kufar itu adalah shalat."

(HR Tirmidzi nomor 2545, versi Maktabatu al Ma'arif Riyadh nomor 2621)

Orang muslim itu tanda (ciri) utamanya adalah shalat. Kalau sampai meninggalkan shalat maka kafir, terlepas dari perbincangan para ulama dalam menghukumi bahwa kafirnya keluar dari agama Islam ataukah dia masih muslim tapi fasik.

Kalau dia meninggalkan shalat dengan mengingkari kewajibannya, (misal meyakini):

"Shalat ki ra wajib," (shalat ini tidak wajib). "Sing wajib ki apik karo tonggone," (yang wajib ini baik sama tetangga).

Jika dia mengatakan begitu maka orang ini kafir karena dia mengingkari wajibnya shalat, sepakat para ulama bahwa orang ini kafir.

Adapun selama orang itu masih meyakini:

"Shalat ki yo wajib, ning males, aras-arasen, sibuk, mengko disek nek wis tuwo," (Shalat ini ya wajib, tapi malas, ogah-ogahan, nanti dulu kalau sudah tua) sehingga dia tidak shalat sampai sudah tua, maka sebagian ulama mengatakan tidak kafir.

Tapi yang rajih, pendapat yang kuat, Wallāhu A'lamu bish Shawab, kalau terus-terusan tidak shalat meskipun dia meyakini wajibnya shalat maka dia kafir, na'udzu billāhi min dzalik.

~~> Ustadz, saya dengan pengajian ini ingin menghukumi orang.

Pak, Bu, "Ngaji iku ora nggunuhi uwong, ngaji itu untuk merangkul orang.
Ingat, ngaji itu bukan untuk memvonis, tapi justru semakin ngaji kita semakin sayang kepada orang lain.

Kita ini dengan semakin ngaji jadi seperti dokter. Dokter itu kalau lihat pasien bagaimana? Pasti berpikiran bagaimana pasiennya sembuh.

Orang yang ngaji itu makin lama semakin rahmat, semakin kasih sayang kepada orang lain, tidak gampang memvonis, tidak gampang.

Maka betul kata Syaikhul Islam Ibnu Qayyim:

أعلام الناس بالله أرحمهم بالمخلوق أهل السنة والجماعة

"Ahlus sunnah wal jama'ah itu adalah orang yang paling kenal Allāh dan paling sayang kepada makhluk."

Kita ngaji itu untuk selamat, bukan menganggap diri paling selamat. Nek (kalau) sekedar nganggep (menganggap) dirinya paling selamat semua orang mengaku dirinya ahlus sunnah waljama'ah, semuanya.

Kata pepatah:

"Semua orang mengaku jadi kekasihnya Laila, tetapi Laila ternyata tidak menerima cintanya."

Kenapa ?
Karena syaratnya tidak masuk hitungan Laila.

Semua orang mengaku dirinya yang paling benar tapi ternyata kebenaran tidak berpihak kepadanya.

Maka, betul kata para ulama:

الحق لايقوّم بالرجال ولكن الرجال يقومون بالحق

"Kebenaran itu tidak diukur dari orang. Tapi justru orang-orang itu diukur kebenarannya. "

Jadi yang menjadi parameter adalah *kebenaran* bukan orangnya.

Angger sing kondo iku (kalau yang ngomong itu) Ustadz, Kyai, Doktor, Profesor, LC, MA itu pasti benar, belum tentu.

Kita kembali.

Ternyata banyak orang yang tidak mau shalat tapi mau puasa, ini namanya adalah mendahulukan suatu kewajiban yang sifatnya di bawah meninggalkan sesuatu yang lebih wajib.

Puasa dibandingkan dengan shalat kedudukannya adalah jauh lebih tinggi shalat.

Makanya sebagian ulama bahkan mengatakan:

"Orang yang tidak shalat puasanya tidak sah."

Karena kei-Islamannya diragukan.

Terlebih lagi kalau kaum pria yang wajib shalat berjamaah. Nabi shallallāhu 'alaihi wasallam saja dalam keadaan peperangan bersama dengan shahabat tetap diperintahkan untuk melakukakn shalat berjamaah.

Orang buta dituntun datangnya menghadap Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

"Ya Rasūlullāh, saya ini buta, wajib tidak saya shalat berjamaah?"

Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alaihi wasallam: "Tidak."

Kemudian orang itu kembali, kemudian dipanggil lagi oleh Rasul shallallāhu 'alaihi wasallam:

"Kamu masih mendengar panggilan adzan atau tidak?"

Kata orang tadi: "Ya, saya mendengar."

"Kalau begitu datang."

Dan perintah Rasūlullāh shallallāhu 'alaihi wasallam itu menunjukkan sesuatu yang wajib.

Maka kewajiban pertama ketika bulan Ramadhān adalah kita tegakkan shalat.

Dan ditingkatkan pahalahnya oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Ibadah itu ditingkatkan pahalanya (mutunya) oleh Allāh kemungkinan karena tempatnya yang mulia atau waktunya yang mulia.

Waktu yang mulia, contohnya bulan Ramadhān. Contohnya lagi shalat di tengah malam, makanya shalat tahajud adalah shalat yang paling utama:

أفضل الصلاة بعد الفريضة صلاة الليل

"Shalat malam itu adalah shalat yang utama setelah shalat fardhu."

Kemudian, puasa juga bertingkat-tingkat. Ada puasa Ramadhān itu mulia,  puasa Senin-Kamis juga mulia tapi ada yang lebih mulia daripada Senin-Kamis yaitu puasa hari arafah.

Shalat di bulan Ramadhān berbeda dengan shalat di bulan-bulan biasanya.

Demkian juga dengan tempat, shalat di masjidil Haram berapa kali lipat? 100 ribu kali, māsyā Allāh. 100 ribu kali dibandingkan dengan shalat sunnah di sini.

Demikian juga shalat di masjid Nabawi,1000 kali. Kalau bisa ke masjidil Aqsha dan tidak membahayakan, shalat di sana 500 kali.

Masjid Quba', dari penginapan menuju masjid berjalan kaki maka seperti halnya orang yang melakukan umrah.

Ini adab yang pertama.

[insyā Allāh, bersambung ke bagian 7]
___________________________
🍃 Program Cinta Ramadhan1437~Yayasan Cinta Sedekah :

- Tebar Ifthar Ramadhan
- Tebar I'tikaf Ramadhan
- Tebar Bingkisan Lebaran
- Tebar Santunan Yatim & Dhuafa

Salurkan donasi anda untuk mendukung kegiatan dakwah dan sosial Cinta sedekah di Bulan Suci Ramadhan 1437 H, yaitu melalui :

| Rekening Program Cinta Ramadhan
| Bank Muamalat Cabang Cikeas
| No rek: 3310004579
| A.n. Cinta Sedekah

| Konfirmasi Donasi melalui SMS ;
| 0878 8145 8000, dengan format :
| Program#Nama#Jumlah Donasi#TanggalTransfer
| Contoh : TebarBingkisanLebaran#Ahmad#500.000#22516

| Informasi Program :
| FB : https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/?ref=settings
| www.cintasedekah.org

FIQIH RAMADHAN (BAG. 5)

FIQIH RAMADHAN (BAG. 5)

🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 28 Sya'ban 1437 H / 04 Juni 2016 M
👤 Ustadz Zaid Susanto, Lc
📔 Materi Tematik | Fiqih Ramadhān (Bagian 5)
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-Ramadhan1437-UZS-05
📺 Video Source: https://youtu.be/znboM6piFTk
-----------------------------------

FIQIH RAMADHĀN (BAG. 5)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum muslimin dan muslimat, rahimanī wa rahimakumullāh,

Saya akan membahas tentang fiqih dan ini saya ambil dari bukunya Syaikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin rahimahullāh "Majālis Syahri Ramadhān".

Beliau mengatakan:

فِيْ أَقْسَامِ النَّاسِ فِيْ الصِّيَامِ

Macam-macamnya manusia dibulan Ramadhān (di hadapan ibadah puasa).

Beliau mengatakan bahwa manusia itu terbagi menjadi 10 macam :

*(8) Kelompok yang kedelapan*

Wanita yang haidh.

Sebagaimana dikatakan oleh Syeikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin dan tentunya para ulama, wajib atau tidak puasa?

Tidak wajib puasa dan tidak sah untuk melakukan puasa.

Bagaimana apabila ada wanita sedang berpuasa kemudian haidh menjelang magrib?

Maka puasanya batal,  walaupun kurang sedikit. Kalau memang benar-benar haidh maka puasanya batal.

Demikian juga sebaliknya, seorang wanita yang sedang haidh, siang hari kemudian suci. Bagaimana?

Sebagian ulama mengatakan, haruskah tidak boleh makan tidak boleh minum?

Akan tapi yang benar, tidak apa-apa makan dan minum, karena memang dari awal tidak wajib puasa.

Tapi dia tetap wajib qādhā untuk hari itu.

Bagaimana apabila ada seorang wanita suci dari haidh persis sebelum fajar, apakah dia wajib puasa ataukah tidak?

Wajib puasa meskipun belum mandi besar.

Wallãhu Ta'ala A'lam.

*(9) Kelompok yang kesembilan*

Wanita yang menyusui atau hamil.

Kata Syaikh:

.وخافت على نفسها أو على الولد

"Dia khawatir kesehatan diri atau anaknya?"

Biasanya, kalau ibu sedang menyusui kemudian berpuasa, bayinya biasanya ikut lemes. Begitu berbuka biasanya bayinya ikut riang.

Terkadang, ibunya khawatir. Khawatir tidak bisa ada batasannya.

Maka yang seperti itu :

فإنها تفطر

"Dia boleh untuk berbuka."

Masalahnya, dia nanti mengqādhā atau fidyah atau qādhā dan fidyah jadi satu?

Ada khilaf dikalangan para ulama.

Syeikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin (mengatakan _qadha tanpa fidhyah,_ tambahan tim Transkrip BiAS dari kitab beliau), mungkin nanti ada pendapat yang lainnya atau masyayikh yang lain, Syaikh Nashiruddin Al Albani, cukup fidyah saja.

Na'am, Wallãhu Ta'ala A'lam bish Shawwab.

*(10) Kelompok yang kesepuluh*

Orang yang membutuhkan untuk berbuka.

Misalnya:

لدفع ضرورة غيره

"Untuk menolong orang lain."

Ibaratnya, kalau kita tidak berbuka maka tidak bisa nolong orang lain.

Misal, kita lihat orang tenggelam. Kita tidak bisa berenang kalau kita tidak berbuka, padahal kita tau berenang dan harus menolong orang itu. Kita bisa berenang tanpa berbuka sebetulnya, tapi jaraknya tidak terjangkau (terbatas), badan kita lemes.

Kita berbuka dengan yang ada disekitar kita, minum air atau apa, kemudian kita berenang untuk menolong.

Ini wajib hukumnya. Dan dia wajib untuk mengqādhānya.

Wallãhu Ta'ala A'lam.

Kemudian, misalnya juga ada orang yang butuh untuk berbuka dalam memperkuat jihad fii sabilillah. Lagi perang yang seperti ini maka wajib untuk berbuka untuk memperkuat jihad.

Demikian, untuk pertemuan selanjutnya akan kita bahas tentang adab yang berkaitan dengan orang yang berpuasa atau pembatal-pembatal puasa, in syā Allāh.

[insyā Allāh, bersambung ke bagian 6]
____________________________
📦Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

📮Saran Dan Kritik
Untuk pengembangan dakwah group Bimbingan Islam silahkan dikirim melalui
SaranKritik@bimbinganislam.com

FIQIH RAMADHAN (BAG 4)

FIQIH RAMADHAN (BAG 4)

🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 27 Sya'ban 1437 H / 03 Juni 2016 M
👤 Ustadz Zaid Susanto, Lc
📔 Materi Tematik | Fiqih Ramadhān (Bagian 4)
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-Ramadhan1437-UZS-04
📺 Video Source: https://youtu.be/znboM6piFTk
-----------------------------------

FIQIH RAMADHĀN (BAG 4)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum muslimin dan muslimat, rahimanī wa rahimakumullāh, saya akan membahas tentang fiqih dan ini saya ambil dari bukunya Syaikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin rahimahullāh "Majālis Syahri Ramadhān".

Beliau mengatakan,

فِيْ أَقْسَامِ النَّاسِ فِيْ الصِّيَامِ

Macam-macamnya manusia dibulan Ramadhān (di hadapan ibadah puasa).

Beliau mengatakan bahwa manusia itu terbagi menjadi 10 macam :

*⑹ Kelompok yang keenam*

Al Musāfir yaitu orang yang tidak menjadikan safarnya sebuah usaha untuk menghalalkan berbuka.

Jadi benar-benar safar, minimal safar yang mubah yakni jarak yang memang sudah dibolehkan untuk melakukan qashar.

Sebagian ulamā berbeda pendapat masalah jarak safar, ada yang mengatakan dengan jarak tertentu, 80an atau 70 sekian km (jumhūr). Kemudian ada yang mengatakan dikembalikan kepada 'urf (hitungan kebiasaan orang).

Cirinya safar, kata sebagian ulamā biasanya persiapannya matang, kemudian kalau ditanya: Mau kemana? Mau safar (itu bahasa Arabnya) mau pergi jauh.

⚠Tapi syaratnya orang ini tidak menjadikan safarnya sebuah usaha untuk menghalalkan berbuka.

⇛Contohnya orang yang melarikan diri dari puasa (misalnya) sengaja safar ke luar kota dalam rangka melarikan diri agar tidak berpuasa (pent.), maka ini tidak boleh, dosa. Orang seperti ini tetap mempunyai kewajiban untuk berpuasa dan dosa karena dia berusaha melarikan diri dari syari'at.

فإذا لم يقصد التحيل فهو مخير بين الصيام والفطر

Orang yang melakukan safar sungguh-sungguh diberi pilihan:

√ Boleh berpuasa
√ Boleh berbuka

Sama saja apakah safarnya itu lama ataukah tidak.

Bagaimana kalau yang punya kebiasaan safar itu adalah seorang supir angkutan (misalnya)? Setiap hari dia safar Jogya-Purwokerto (sudah jarak kurang lebih jaraknya 181 Km) setiap hari seperti itu, bagaimana?

⇛Kalau memang sangat sulit dia melakukan puasa maka dia boleh untuk berbuka membatalkan puasanya dan dia nanti puasa di waktu yang memang mudah bagi dia.

⇛Tapi utamanya dia tetap berusaha sekiranya dia mampu tetap berpuasa.

Hati orang-orang beriman dibulan Ramadhān itu bersih. Disuruh puasa, mereka puasa semuanya.  Puasa nilainya dihati orang beriman itu luar biasa, 'ala kulli hal.

Oleh sebab itu, nanti, puasa itu betul-betul dimuliakan oleh Allāh, tidak seperti yang lainnya.

Kenapa?

Nilai keikhlasannya bisa jauh lebih tinggi.

Bagaimana mereka?

Maka orang-orang yang safar itu diberi pilihan, kalau memang safarnya menyulitkan dia maka dia boleh berbuka, tapi kalau safarnya itu mudah bagi dia maka sebaiknya dia tetap berpuasa.

Kenapa?

Kata Syaikh Muhammad Shālih bin Utsaimin: Karena beda, mengerjakan puasa ketika sendirian nanti (membayar puasa) dengan puasa bareng-bareng. Kekuatannya itu beda apabila nanti kita berpuasa di tempat atau waktu yang lain.

Tapi kalau memang safar itu menyebabkan kesulitan bagi kita maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla menginginkan kemudahan bagi anda.

  يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

"Allāh menginginkan kemudahan bagimu, dan tidak menginginkan kesulitan."

(QS Al Baqarah: 185)

*⑺ Kelompok yang ketujuh*

Orang sakit yang diharapkan sembuhnya.

Ini ada 3 kelompok:

① Orang yang puasanya tidak berat bagi dia (ringan) dan tidak membahayakan sakitnya.

⇛Orang seperti ini wajib berpuasa, kenapa?

Karena ini bukan udzur untuk tidak berpuasa.

Jadi kalau sakit ringan kalau puasa pun tidak pengaruh misalnya sakit gigi, pilek.

② Orang-orang yang sakit, dan sakitnya mempersulit untuk berpuasa tapi tidak memperberat sakitnya.

⇛Maka yang seperti ini Makruh hukumnya untuk berpuasa, karena mempersulit dia.

Berarti sebaiknya berbuka Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda dalam suatu hadīts:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتِى رُخْصَهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتِى مَعْصِيَتَهُ

"Sesungguhnya Allāh suka untuk diambil rukhsahnya (keringanan) yang diberikan oleh Allāh kepada umatnya"

(Hadīts Riwayat Ahmad 2/108, Ibnu Hibban 2742 dari Ibnu Umar dengan sanadnya yang Shahīh)

Kalau sulit maka jangan puasa, Allāh suka sebagaimana Allāh suka kemaksiatannya tidak dikerjakan.

Sebagaimana Allāh suka hambanya tidak mengerjakan maksiat.

③ Orang yang sakit, yang apabila puasa sakitnya tambah parah, dan tentunya sulit bagi dia untuk puasa.

⇛Maka apa hukumnya?

Harām untuk puasa dan wajib untuk berbuka.

Apa kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla?

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

"Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allāh adalah Maha Penyayang kepadamu."

(QS An Nisā': 29)

[insyā Allāh, bersambung ke bagian 5]
____________________________
📦Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

📮Saran Dan Kritik
Untuk pengembangan dakwah group Bimbingan Islam silahkan dikirim melalui
SaranKritik@bimbinganislam.com

FIQIH RAMADHAN (BAG. 3)

FIQIH RAMADHAN (BAG. 3)

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 26 Sya'ban 1437 H / 02 Juni 2016 M
👤 Ustadz Zaid Susanto, Lc
📔 Materi Tematik | Fiqih Ramadhān (Bagian 3)
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-Ramadhan1437-UZS-03
📺 Video Source: https://youtu.be/znboM6piFTk
-----------------------------------

FIQIH RAMADHĀN (BAG. 3)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum muslimin dan muslimat, rahimanī wa rahimakumullāh,

Saya akan membahas tentang fiqih dan ini saya ambil dari bukunya Syaikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin rahimahullāh "Majālis Syahri Ramadhān".

beliau mengatakan,

فِيْ أَقْسَامِ النَّاسِ فِيْ الصِّيَامِ

Macam-macamnya manusia dibulan Ramadhān (di hadapan ibadah puasa).

Beliau mengatakan bahwa manusia itu terbagi menjadi 10 macam :

*(3) Kelompok yang ketiga*

Al Majnūn yaitu orang yang gila, yaitu orang yang hilang akalnya.

Apakah orang ini wajib puasa ataukah tidak?

Tidak wajib puasa, kenapa?

Karena "rufi' al qalam", pena taklif diangkat dari orang-orang yang semacam ini.

Bagaimana kalau dia itu gilanya kadang-kadang?

Maka, saat dia gila tidak wajib puasa, saat tidak gila maka dia wajib puasa.

Apakah harus mengqadha hari-hari gilanya?

Jawabnya: Tidak, karena saat itu dia tidak kena beban, tidak kena kewajiban. Makanya ya sudah, dia puasa sesuai dengan jumlah hari sehatnya.

==> Sehari gila sehari tidak, maka sehari puasa sehari tidak, naudzubillāhimminal junūn (kita berlindung kepada Allāh dari gila).

Gila (hilang akal) sebabnya bisa stress, bisa karena jin (kemasukan jin), Wallahu Ta'āla A'lam bishshawāb.

Nah, sekarang bagaimana halnya kalau ada orang gila, tiba-tiba sadar di tengah hari  pas bulan Ramadhān?

Maka kata para ulama, dia wajib untuk menahan dirinya dari makan dan minum sampai selesai.

Apakah dia wajib mengqadha separo harinya yang tadi dia tidak puasa?

Jawabannya: Tidak, Wallahu Ta'āla A'lam bishshawāb.

*(4) Kelompok yang keempat*

الهرم الذي بلغ الهذيان وسقط تمييزه فلا يجب عليه

Al Harim yaitu orang yang sudah tua renta sehingga dia terkadang ngelantur dan tidak bisa membedakan, tamyīznya hilang dicabut oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kalau anda atau siapa saja yang punya orang tua semacam ini _sabar_.

Dulu anda ketika kecil ngelanturnya berapa tahun? Cuma karena kulit ketang kecil pecah saja nangis. Jika dibayangkan, untuk seperti itu saja ditangisi. Begitu pula jika orang tua sudah hilang tamyīznya, sama, maka kita harus sabar.

Susahnya anda dalam merawat orang tua itu tidak lama, mungkin saja anda yang akan mati lebih dulu. Makanya kita harus yakin, in syā Allāh, susah yang saya alami ketika merawat orang tua itu tidak lama. Apalagi jika dibandingkan dengan nikmatnya nanti hidup di akhirat.

Itu (orang tua adalah) pintu surga. Siapa saja yang masih punya orang tua, sebelum datang waktu penyesalan, maka gunakan kesempatan.

Jenis/kelompok keempat ini adalah orang tua yang sudah pikun yang ngelantur, tidak bisa membedakan, maka apakah dia wajib puasa atau tidak?

Kata Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, *"Dia (orang pikun) tidak wajib puasa dan tidak wajib membayar fidhyah."*

Sebagian orang masih membayar fidhyah. Seharusnya bagi orang tua yang seperti ini (sudah pikun), tidak wajib membayar fidhyah.

~~> Lho ustadz, "melas ora difidhyahi" (kasihan tidak dibayarkan fidhyahnya).

==> Masalahnya bukan "melas" (kasihan) atau tidak, masalahnya kita malah mewajibkan sesuatu yang tidak wajib. Jika memang sudah pikun, melantur, tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, maka sudah gugur kewajibannya.

*(5) Kelompok yang kelima*

Yaitu orang yang tidak mampu puasa secara terus menerus, tetapi masih mempunyai ingatan yang kuat.  Dimana udzurnya itu tidak mungkin hilang.

Misalnya:

√ Orang yang sudah sangat tua, tetapi māsyā Allāh, ingatannya sangat kuat, masih ingat shalāt, ingin shalāt dan bisa shalāt, tidak pikun, tetapi dia betul-betul tua renta dan tidak mampu untuk puasa.

√ Atau orang yang sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya lagi, misal kanker stadium 4.

Maka apa kata Syaikh?

فلا يجب عليه الصيام

"Orang yang semacam ini tidak wajib puasa."

Wajib qadha atau tidak?

Maka tidak wajib qadha, karena memang asalnya tidak mampu walaupun ingatannya masih sangat bagus dan shalāt masih bisa.

Demikian juga ketika sakit, kanker usus misalnya, setiap makanan yang masuk keluar lagi, naudzubillāhi min dzalik.

Orang yang meninggal karena sakit di perutnya, syahid.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menuliskan bagi kita syahada, Allāhumma āmīn.

~~> Bagaimana bisa, sekarang tidak ada perang?

==> Kalau Allāh sudah berkehendak, maka tidak ada satupun yang bisa menolaknya.

'Umar bin Al Khathab, hidup di kota Madinah, aman dan tentram, "turu neng ngisor wit" (tidur di bawah pohon), khalifah (pemimpin paling puncak umat Islam saat itu) ini tidak takut sama sekali, tidak takut dibunuh, "nggletak" (tidur) di bawah pohon.

Karena apa? Amannya luar biasa.

Beliau berdoa:

Allāhummarzuqni syahadatan di madīnatī rasūlika shallallāhu 'alayhi wa sallam.

"Yā Allāh, berilah aku mati syahid di kota Nabi-Mu ini."

Sahabatnya berkata, "Wahai 'Umar, apa ya bisa?"

Tetapi ternyata 'Umar bin Khathab meninggal ditusuk oleh abu Lu' Lu' Al Majus, yang sekarang diagung-agungkan oleh orang syiah. Pembunuhnya 'Umar diagung-agungkan, dianggap sebagai pahlawan sejati. Allāhu Musta'an.

Barangsiapa yang minta syahādah (mati syahid) dengan sungguh-sungguh kepada Allāh, maka Allâh akan sampaikan dia ke derajat orang shuhadā (orang yang mati syahid) meskipun matinya di atas ranjangnya. Subhānallāh.

Maka, Bapak-bapak, Ibu-ibu, mintalah kepada Allāh, mumpung masih sempat minta. Yang kita minta jangan sesuatu yang pendek, mintalah yang jauh, "Allahummā innī as'aluka firdausal a'lā" minal jannah".

~~> Ustadz, firdaus a'la itu kan tempatnya para nabi, para shahabat, apakah kita mampu?

==> Apakah anda meragukan kemampuan dan kakuasaan Allāh?

Tentunya tidak, siapa tahu kita menjadi tetangganya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Allahumma āmīn.

Silahkan Bapak-bapak, Ibu-ibu yang masih punya orang tua "diopeni" (dirawat) betul.

Bagaimana dia?

Tidak wajib berpuasa tetapi wajib membayar fidhyah.

Berapa?

Fidhyahnya itu, jika dihitung beras atau makanan pokok, maka 1/4 shaq (1shaq = 2,5-3 kg) beras.

~~> Ustadz, jika kita ingin ngasih makan boleh atau tidak?

==> Na'am (iya), kata ith'am di dalam Qur'ān, itu berlaku dengan cara apapun (tidak harus dengan beras mentah), yang sudah bisa disebut dengan memberi makan.

Jadi jika orang tua kita hutang puasanya dua hari, maka kita beri makan orang miskin sehari satu kali selama dua hari atau sekaligus dua orang miskin sehari satu kali. Ini sudah dinamakan dengan ith'am.

~~> Caranya bagaimana?

==> Gampang, (misal) bungkuskan nasi + lauknya (gurame atau telur) + tempe + kerupuk, ini diberikan (kepada orang miskin) sudah cukup, ringan, Alhamdulillāh.

"Addīnu yusrun", agama itu mudah.

Ini tentang kelompok kelima.

[insyā Allāh, bersambung ke bagian 4]
____________________________
📦Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

📮Saran Dan Kritik
Untuk pengembangan dakwah group Bimbingan Islam silahkan dikirim melalui
SaranKritik@bimbinganislam.com

FIQIH RAMADHAN (BAG. 2)

FIQIH RAMADHAN (BAG. 2)

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 25 Sya'ban 1437 H / 01 Juni 2016 M
👤 Ustadz Zaid Susanto, Lc
📔 Materi Tematik | Fiqih Ramadhān (Bagian 2)
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-Ramadhan1437-UZS-02
📺 Video Source: https://youtu.be/znboM6piFTk
-----------------------------------

FIQIH RAMADHĀN (BAG. 2)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum muslimin dan muslimat, saya akan membahas tentang fiqih dan ini saya ambil dari bukunya Syaikh Muhammad bin Shālih Al Utsaimin rahimahullāh "Majālis Syahri Ramadhān".

Beliau mengatakan,

فِيْ أَقْسَامِ النَّاسِ فِيْ الصِّيَامِ

Macam-macam manusia dibulan Ramadhān (di hadapan ibadah puasa).

Beliau mengatakan bahwa manusia itu terbagi menjadi 10 macam :

*(2) Kelompok yang kedua*

Ash Shaghiru (anak kecil).

Kata Syaikh:

فَلَا يَجَبُ عَلَيْهِ الصِّيَامُ حَتَّى يَبْلُغَ

"Tidak wajib puasa sampai baligh."

Ibu-ibu, Bapak-bapak harus tahu tanda-tanda balighnya anak-anak. Terkadang seorang anak sudah baligh tapi tidak tahu kalau dirinya telah baligh, ini yang jadi masalah.

Anak kecil tidak wajib berpuasa sampai dia baligh, akan tetapi, apakah anak kecil dibiarkan begitu saja tidak berpuasa?

Jawabanya: Tidak, "يُعَلَّمُ", tapi diajari berpuasa.

Memang secara beban (taklif) belum terkena kepada dia.

Rasūlullāh shallallāhu 'alaihi wasallam mengatakan:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّغِيرِ حَتَّى يَكْبُرَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ أَوْ يَفِيقَ

"Pena taklif itu tidak dibebankan kepada 3 orang:

1. Orang yang ketiduran sampai bangun.
2. Dari anak kecil sampai dia baligh.
3. Orang yang gila sampai dia sadar."

(HR an Nasā'i nomor 3378, versi Maktabatu al Ma'arif Riyadh nomor 3432)

Tapi, apakah dibiarkan saja, pertanyaannya? Tidak, harus diajari.

Kata Syaikh:

كَانُوْا يُصَوِّمُوْنَ أَوْلَادَهُمْ

"Mereka itu (para shahabat) mengajari anak-anak mereka berpuasa."

Sebagaimana mereka mengajari anak untuk shalat. Bahkan "memaksa" dalam mengajari anak mereka berpuasa. Umur 7 tahun diajak shalat, diajari shalat supaya nanti waktu gede tidak kaget.

Walaupun masih kecil-kecil tapi mereka diajak berpuasa. Kalau datang lapar mereka, sibuk membikinkan mainan .

Bapak-bapak, Ibu-ibu harus kreatif bagi yang punya anak kecil atau punya cucu. Nanti Bapak-bapak mengajak main supaya tidak ingat dengan rasa laparnya.

~~> Ustadz, apakah kalau mengajari dan memaksa mereka itu tidak zhalim?

==> Tidak, justru jika membiarkan anak tidak diajari itulah yang zhalim, karena ini adalah hak anak yaitu untuk mendapatkan pelajaran.

Ingat kisah seorang bapak yang datang kepada 'Umar bin Kaththab. Kisahnya, bapak itu lapor tentang kebandelan sang anak. Kemudian kata Amirul Mukminin:

"Coba datangkan kesini anaknya."

Kemudian setelah dilaporkan oleh bapaknya dan mau dinasehati oleh 'Umar, anak itu bilang dulu:

"Boleh tidak saya bertanya dulu kepada Anda?"

Kata Amirul Mukminin: "Silahkan."

Kata Sang Anak: "Apakah hak anak dari bapaknya, wahai Amirul Mukminin?"

(Lihat, hak anak berarti kewajiban orang tua.)

Kata Amirul Mukminin:

"Yang pertama: Bapak memilihkan ibu yang baik bagi anak-anaknya."

Jangan hanya dilihat cantiknya saja, jangan dilihat kayanya saja, jangan dilihat ini keturunan ningrat tapi lihatlah agamanya, bagaimana hubungan dia dengan Allāh, bagaimana hubungan dia dengan orang tuanya, bagaimana hubungan dia dengan temannya.

Bagi yang sudah terlambat ada jalan keluarnya, apa itu? Doa, minta supaya Allāh merubah istrinya menjadi istri yang shalihah, atau dengan cara lain.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

"Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa."

(QS Al Furqon: 74)

Kata anak:

"Bapak saya memilihkan ibu bagi saya seorang pelacur."

(Profesinya betul-betul pelacur, dinikahi sama bapaknya. Jadi tiap hari anaknya nonton ibunya melacur, na'udzu billāhi min dzalik.)

"Terus, apa yang kedua, wahai Amirul Mukminin?"

"Kasih nama yang baik."

"Amirul mukminin, bapak saya ngasih nama saya Ju'al."

(Ma'af, artinya kumbang tai. Hati-hati kalau ngasih nama anak.)

"Kemudian, yang ketiga apa, wahai Amirul Mukminin?"

"Beri pendidikan kepada anaknya, itu kewajiban orang tua."

Kata anak tadi:

"Wahai Amirul Mukminin, bapakku tidak pernah mengajari Al Qur'an satu huruf pun (kebaikan) kepadaku."

Kalau kita tidak mengajari anak kita berpuasa itu berarti kita zhalim.

~~> Ustadz, anak saya baru 1 tahun masak diajari puasa?

==> Ya jangan secepat itu, nanti ada usia yang memang mapan untuk diajari puasa. Mungkin 7 tahun, mungkin di bawah itu, tapi biasakan mereka untuk berpuasa.

Kalau dulu, kita sering diajari berpuasa sama orang tua kita "puasa mbeduk" (puasa dengan berbuka waktu zhuhur), itu tidak apa-apa, sekuatnya
Atau mungkin sahurnya maju, kalau jam 7 masih boleh makan. Jadi dia tahu tentang masalah puasa sedikit-sedikit,

Wallāhu A'lam.

Bagaimana anak kecil itu wajib berpuasa? Kalau dia sudah baligh.

Tanda-tanda baligh itu ada 3, disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Utsaimin:

١. إنزال المني باحتلام أو غيره

1. Keluarnya air mani baik dengan ihtilam (mimpi basah) ataupun yang lainnya (yang jelas-jelas menunjukkan bahwa dia sudah bisa keluar mani).

٢. نبات شعر العانة

2. Tumbuhnya bulu kemaluan.

٣. بلوغ تمام خمس عشرة سنة

3. Mencapai usia 15 tahun.

Ini 3 ciri baik laki-laki ataupun perempuan.

----٤. الحيض

----4. Khusus bagi anak perempuan, dia mengalami haidh.

~~> Ustadz, apakah ini semu harus terkumpul sebagai syarat-syarat menjadi baligh?

==> Tidak, kata para ulama salah satu saja dari syarat ini sudah ada maka dia sudah baligh.

Masalah, bagaimana kalau anak kecil ketika dipertengahan hari dia mengalami baligh, dan ini kenyataan?

Bagaimana hukumnya jika seorang anak ketika di tengah-tengah shalat kemudian baligh? Apakah dia wajib mengulangi shalatnya (dari awal) atau tidak?

Yang dibayangkan adalah umur dia saat itu telah 15 tahun.

Demikian juga seorang anak lagi main-main di tengah-tengah hari dia baligh, apakah dia wajib berpuasa atau tidak?

Maka dikatakan oleh sebagian ulama, dia wajib untuk menahan diri dari makan dan minum pada sisa harinya. Tapi dia tidak wajib mengqadha puasa hari itu, artinya sisa harinya tetap jangan makan jangan minum karena sekarang kewajibannya telah datang.

Wallāhu A'lam.

[insyā Allāh, bersambung ke bagian 3]
____________________________
📦Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

📮Saran Dan Kritik
Untuk pengembangan dakwah group Bimbingan Islam silahkan dikirim melalui
SaranKritik@bimbinganislam.com

FIQIH RAMADHAN (BAG. 1)

FIQIH RAMADHAN (BAG. 1)

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 24 Sya'ban 1437 H / 31 Mei 2016 M
👤 Ustadz Zaid Susanto, Lc
📔 Materi Tematik | Fiqih Ramadhān (Bagian 1)
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS-Tmk-Ramadhan1437-UZS-01
📺 Video Source: https://youtu.be/znboM6piFTk
-------------------------------

FIQIH RAMADHAN (BAG. 1)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum muslimin muslimat rahimanī wa rahimakumullāh,

Alhamdulillāh
Pembahasan kita pada hari ini adalah pembahasan tentang fiqih Ramadhān.

Saya akan membahas tentang fiqih, dan ini saya bahas atau saya ambil dari bukunya Syaikh Muhammad Shālih bin Al 'Utsaimin rahimahullāh, "Majālis Syahri Ramadhān".

(Tujuannya:)
√ Yang pertama, biar kita semakin rindu.
√ Yang kedua, namanya orang Islam, harus mendasari amalannya dengan ilmu, tidak bisa seorang itu beramal tanpa ilmu.

Pembahasan pertama tentang fiqih, saya tidak akan membahas tentang kapan mulainya Ramadhān dan bagaimana memulai Ramadhān. Karena sudah jelas mulai Ramadhān adalah tanggal 1 Ramadhān.

Terlepas dari perbedaan yang ada di umat Islam Indonesia. Yang jelas mulainya tanggal 1 Ramadhān. _Dan paling amannya adalah mengikuti pemerintah._

Kemudian yang akan saya sampaikan yang pertama adalah kata Syaikh Muhammad Shālih bin Al 'Utsaimin dalam "Al Majālisu As Sādis", halaqah atau  pertemuan keenam beliau mengatakan:

فِيْ أَقْسَامِ النَّاسِ فِيْ الصِّيَامِ

Macam-macamnya manusia dibulan Ramadhān (di hadapan ibadah puasa).

Beliau mengatakan bahwa manusia itu terbagi menjadi 10 macam:

*(1) Kelompok Pertama*

اَلمُسْلِمُ البَالِغُ العَاقِلُ المُقِيمُ القَادِرُ السَّالِمُ مِن المَوَانِع

Yang pertama adalah Orang yang muslim, baligh, berakal, tidak safar, mampu melaksanakan puasa, terhindar dari segala macam halangan untuk menjalankan puasa.

⇛Kelompok orang yang pertama adalah orang yang terkumpul di dalamnya 6 (enam) sifat.

Yaitu:

⑴ Muslim
⑵ Bāligh
⑶ 'Āqil
⑷ Muqīm (tidak safar)
⑸ Qādir (mampu)
⑹ Sālim minal mawāniq (terhindar dari perkara-perkara yang menghalangi untuk melakukan puasa).

Orang yang tipe pertama ini apabila terkumpul di dirinya 6 (enam) sifat ini, maka kata Syaikh Muhammad Shālih bin Al 'Utsaimin :

يَجِبُ عَلَيهِ صَومُ رَمَضَان أَدَاءً

"Wajib mengerjakan puasa Ramadhān diwaktunya."

Dalilnya juga firman Allāh Ta'āla:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

(QS Al Baqarah: 185)

Demikian juga firman Allāh Ta'āla:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

(QS Al Baqarah: 183)

🔹 Muslim

Berarti, siapa saja yang merasa dirinya muslim, dia wajib untuk berpuasa.

√ Muslim Bāligh

~~> Bagaimana kalau halnya orang itu kāfir, Ustadz?

Dia kāfir, bāligh (bāligh tapi kāfir), berakal, dia juga muqim (tidak safar). Kemudian dia juga mampu. Kemudian dia tidak ada halangan untuk menjalankan puasa

⇛Apakah orang kāfir wajib puasa, ataukah tidak?

Tidak, karena kāfir.

Jadi, kata-kata wajib itu ada dua:

⑴ Kewajiban atau dia terkena beban, hakekatnya dia terkena beban.
⑵ Kewajiban untuk melaksanakan.

Da tidak wajib melaksanakan karena syarat untuk melaksanakan puasa adalah muslim.

Tapi yang pertanyaan selanjutnya, apakah dia terkena beban?

Jawabannya: Iya, dia terkena beban, beban syaria'at.

Dia wajib masuk Islam, kemudian dia wajib terkena beban-beban syari'at islam.  Tapi kalau dia melaksanakan (puasa) maka tidak akan diterima oleh Allāh Subhanahu Wa Ta'ala.

Jadi bagaimana?

⇛Orang kāfir itu  tetap terkena beban syari'at. Tapi kalau melaksanakan tidak diterima.

Jadi kewajiban yang mengarah kepadanya ada dua yaitu "wujubu taqlif" dan "wujubul adā".

⇛ Kalau wujubul adã tidak kena beban.
⇛ Kalau wujubu taqlif, dibebani.

Oleh sebab itu, setiap orang kāfir nanti akan di hisab oleh Allāh karena dia terbebani puasa.

Makanya Allāh Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, menceritakan tentang perbincangan penduduk Surga dan penduduk Neraka.

Di katakan oleh penduduk-penduduk surga:

مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ

"Apakah yang menyebabkan kalian terjerumus ke dalam neraka Saqar?"

(QS Al Mudatsir: 42)

Kata orang-orang kāfir (penduduk neraka):

قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّين

"Dulu kami adalah orang-orang yang tidak mengerjakan shalāt."

(QS Al Mudatsir: 43)

Jadi mereka tetap akan di adzab oleh Allāh karena mereka meninggalkan shalāt. Tapi kalau mengerjakan shalāt tidak diterima, kalau meninggalkan dosa lagi.

Bagaimana jalan keluarnya?

Jalan keluarnya masuk Islam, kemudian shalāt.

Maka silahkan, kalau memang ada keluarga yang belum shalāt, belum puasa, nasehati.

Kemudian disini dikatakan: Bāligh.

🔹 Bāligh

Apa ciri-ciri bāligh?

[insyā Allāh, bersambung ke bagian 2]
____________________________
📦Donasi Operasional & Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

📮Saran Dan Kritik
Untuk pengembangan dakwah group Bimbingan Islam silahkan dikirim melalui
SaranKritik@bimbinganislam.com

Fiqh Zakat Fithri dan Idul Fithri Bagian 3

Sumber :
🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 29 Ramadhān 1436 H/16 Juli 2015 M
🌙 Materi Tematik Ramadhān
〰〰〰〰〰〰〰〰

~ FIQH ZAKAT FITHRI DAN 'ĪDUL FITHRI (Bagian 3) ~

SHALAT 'ĪD

Dan perkara-perkara yang berhubungan dengan shalat 'īd;
⑴ Bahwasanya hendaknya seorang muslim dia mandi, membersihkan tubuhnya.
⑵ Kemudian dia memakai pakaian terbagus dan terindah yang dia miliki untuk melaksanakan shalat 'īd.

Namun Syaikh mengingatkan, tidak boleh bagi kaum muslimin, baik saat 'īd atau selain 'īd untuk memakai baju-baju yang indah tetapi terlarang oleh syari'at, contohnya:
• memakai pakaian yang terbuat dari sutra bagi laki-laki, ini tidak boleh.
• Kemudian jangan pula dia isbal yaitu memanjangkan celana atau sarungnya melebihi mata kaki, ini tidak diperbolehkan.
• Atau memakai pakaian orang-orang kafir, yaitu pakaian yang merupakan ciri khas orang-orang kafir.
• Demikian juga jangan para laki-laki berhias dengan mencukur jenggot mereka, karena ini menyelisihi fithrah.

Ketauhilah bahwasanya keindahan yang merupakan hakikat keindahan yaitu mengikuti sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Ketahuilah bahwasanya Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah ajmālun nās (orang yang sangat tampan), namun apakah ketampanan Beliau dengan mencukur jenggotnya atau memanjangkan jenggotnya? Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ternyata memanjangkan jenggot Beliau.

Kita ingin mendapatkan ketampanan yang haqiqi dengan mengikuti petunjuk Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Demikian juga para shahābat, mereka memanjangkan jenggot mereka.
Adapun para wanita, disunnahkan mereka menyaksikan kebaikan. Mereka keluar untuk shalat 'īd, disunnahkan mereka keluar untuk mengikuti shalat 'īd.

Akan tetapi Syaikh mengingatkan, jangan sampai tatkala mereka keluar dari rumah mereka dengan bertabarruj (berhias), mempersolek wajah mereka dan menimbulkan fitnah bagi laki-laki atau memakai minyak wangi yang tercium oleh laki-laki bahkan sampai jarak jauh. Jangan sampai mereka mencampurkan keta'atan yang mereka lakukan dengan bermaksiat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Sesungguhnya menghadiri shalat 'īd merupakan bentuk keta'atan kepada Allāh maka jangan dicampuri dengan kemaksiatan berupa berhias atau memakai wewangian yang baunya tajam sehingga tercium kaum lelaki.

⑶ Kemudian Syaikh mengingatkan bahwasanya disunnahkan bagi kita ketika keluar untuk shalat 'īd untuk memakan beberapa butir kurma, sebagaimana disunnahkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

⑷ Kemudian tatkala kita berjalan ke tempat pelaksanaan shalat 'īd berbeda dengan jalan tatkala kita pulang, jadi kita memperbanyak jalan. Saat pulang mencari jalan yang lain.

⑸ Dan juga tatkala shalat 'īd, tidak ada shalat sunnah qabliyyah atau shalat sunnah ba'diyyah, kecuali jika pelaksanaan shalat 'īd tersebut di masjid maka jika kita masuk masjid, kita shalat dahulu tahiyyatul masjid sambil menunggu shalat 'īd.

• SIFAT SHALAT 'ĪD •
Adapun tata cara pelaksanaan sifat shalat 'īd, yaitu dilakukan 2 raka'at. Rakaat pertama dengan 7 takbir dan rakaat kedua dengan 5 takbir karena sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya, dari 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā bahwasanya

وعن عائشة رضي الله عنها: "أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يكبر في الفطر والأضحى في الأولى سبع تكبيرات، وفي الثانية خمساً" (رواه أبو داود والحاكم والبيهقي، وقال الشيخ الألباني: حديث صحيح. انظر (إرواء الغليل 3/107)).

Dan telah tsabit juga dari sebagian shahābat tentang pelaksaan hal ini.

Namun Syaikh mengingatkan, bertakbir 7 kali dirakaat pertama dan 5 kali dirakaat kedua hukumnya sunnah saja, bukan wajib. Artinya apabila seseorang lupa untuk bertakbir 7 kali atau 5 kali maka tidak jadi masalah karena yang dia tinggalkan adalah sunnah, namun kita berusaha melaksanakan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Adapun yang kita baca diantara 2 takbir, kata Syaikh tidak diriwayatkan dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adanya dzikir khusus yang harus dibaca, akan tetapi diriwayatkan dari Ibnu Mas'ūd radhiyallāhu 'anhu dia berkata:

بين كل تكبيرتين حمد لله عز وجل , وثناء على الله

"Diantara 2 takbir itu ada pujian terhadap Allāh dan ada tsanā (Pujian) kepada Allāh."

Alhamdu yaitu dengan kita mengucapkan "alhamdulillāh", adapun tsanā yaitu pujian dengan menyebutkan nama-nama Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Jadi, tatkala menunggu takbir berikutnya kita mengatakan alhamdulillāh dan nama-nama asmaul husna yang dimiliki oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

⑹ Kemudian, setelah shalat 'īd, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkhutbah. Dan hukum orang yang mendengarkan khutbah tidak wajib, boleh bagi dia untuk pergi dan boleh untuk mendengarkan. Karena disebutkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam: "Barangsiapa yang ingin duduk maka silakan dan barangsiapa yang ingin pergi maka silakan." Akan tetapi kita berusaha melaksanakan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan duduk mendengarkan khutbah setelah pelaksanaan shalat 'īd.

Hari 'īd merupakan hari yang penuh barakah dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla, hari dimana kaum mu'minin bergembira menyambut kemenangan yang telah mereka dapatkan, maka merekapun memenuhi hari tersebut dengan melaksakan shalat 'īd.

Kemudian tatkala bertemu dengan saudara-saudara mereka sesama kaum muslimin maka mereka mendo'akan sesama saudara mereka.

Dan do'a yang terbaik tatkala seorang muslim bertemu saudaranya dihari 'īd adalah mengucapkan:

تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ

"Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menerima amalan shālih kami dan menerima amalan shālih kalian."

Demikianlah yang dibaca oleh para shahābat tatlala mereka bertemu dengan saudara-saudara mereka dihari yang penuh barakah.

Setiap dari kita berusaha untuk mendo'akan saudara kita, setiap bertemu kita do'akan. Semoga ibadah yang mereka lakukan selama ini diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Demikianlah, semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menerima amalan ibadah kita, menerima shalat dan puasa kita. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla membebaskan kita dari api neraka.
_______________

Soal
Biasanya setelah shalat 'īd ada do'a bersama, bersalaman atau mengunjungi saudara. Dahulu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bagaimana menjalankannya? Disini kita wajib menjalankannya.

Jawab
Seorang imam ketika berkhutbah maka dia mendo'akan bagi kaum muslimin, baik di tengah atau di akhir khutbah dan kaum muslimin yang mendengar khutbahnya mengaminkan do'a khatib tersebut. Adapun setelah khutbah selesai dan duduk khusus untuk do'a jama'ah maka ini tidak disyari'atkan. Do'a adalah saat sedang khutbah.

Adapun permasalahan salam-salaman tatkala setelah shalat 'īd maka ini perbuatan yang sangat baik, Kita bersamalam diantara kaum muslimin, bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, apalagi jika disertai dengan do'a تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ, kalau kita berpelukan pun tidak mengapa, terlebih kalau sudah lama kita tidak bertemu saudara kita. Ini adalah amalan yang sangat indah. Sebagaimana para shahābat juga demikian, jika mereka bertemu dengan saudara mereka, mereka bersalaman. Dan jika mereka datang dari safar dan sudah lama tidak bertemu maka mereka pun berpelukan. Ini hukumnya sama.

Adapun menziarahi tetangga atau karib kerabat tatkala lebaran maka ini merupakan amalan yang sangat baik. Maka kita ambil kesempatan saat lebaran untuk mengunjungi tetangga-tetangga kita.

Demikianlah pengajian kita hari ini. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan kita taufiq sehingga kita selalu diatas kebaikan dan selalu diatas petunjuk Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

👤 Prof. Dr. Syaikh 'Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullāh
📺Sumber: http://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Syaikh%20Prof%20DR%20Abdur%20Rozzaq%20Al%20Badr/Fiqih%20Zakat%20Fitrah%20dan%20Iedul%20Fitri
___________________________________
🍃  INDONESIA BERSEDEKAH
Gerakan Zakat Infak & Sodaqoh Nasional

📦 YAYASAN SOSIAL CINTA SEDEKAH
📝 In Syaa Allah Siap Menyalurkan :
1. Zakat
2. Infaq / Shodaqoh
3. Wakaf

| Rek. BSM [Bank Syariah Mandiri]
Cab. Cibubur
🏧 No rek: 7814500025
       a.n. Cinta Sedekah [ZAKAT]
🏧 No rek: 7814500017
       a.n. Cinta Sedekah [INFAQ]
🏧 No rek: 7814500033
       a.n. Cinta Sedekah [WAKAF]

📱 Konfirmasi:
SMS ke 0878-8145-8000
✏ Dengan format:
Program#Nama#Domisili#TanggalTransfer#nominal#
✏ Contoh:
ZAKATMAAL#Abdullah#Bogor#3/7/15#5.000.000#

• Site: www.CintaSedekah.org
• FB: Cinta Sedekah

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Fiqh Zakat Fithri dan Idul Fithri Bagian 1

SUMBER :
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 27 Ramadhān 1436 H/14 Juli 2015 M
🌙 Materi Tematik Ramadhān
〰〰〰〰〰〰〰〰

~ FIQH ZAKAT FITHRI DAN 'ĪDUL FITHRI (Bagian 1)~

Seperti kita tahu, kita saat ini berada di penghujung bulan Ramadhān, hari-hari telah berlalu, hari-hari telah kita penuhi dengan ibadah dzikir, membaca Al-Qurān, shalat, disiang hari kita puasa, mengingat Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan dimalam bulan Ramadhān kita penuhi dengan shalat malam, bermunajat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Tidak terasa bahwa hari-hari tersebut telah berlalu, seakan-akan hanya beberapa saat saja hari-hari yang penuh keberkahan tersebut.

Oleh karena itu kita mohon kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla agar menjadikan hari-hari yang lalu yang telah kita lewati diberkahi oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan kita juga mohon kepada Allāh agar hari-hari yang akanpun demikian, dipenuhi dengan ibadah dan barakah.

Dan kita mohon kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla agar menyempurnakan Ramadhān kita dengan membebaskan kita dari siksa api neraka.

Kita juga memohon agar memberikan kita kesempatan kembali untuk menemui bulan Ramadhān yang penuh berkah ini.

Demikianlah hari telah berlalu tinggal bagaimana kita melanjutkan ibadah yang telah kita lakukan di bulan Ramadhān ini.

Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla, Tuhan kita, telah mensyari'atkan bagi kita di penghujung bulan suci yang penuh keberkahan ini, ibadah-ibadah yang sangat agung, yang merupakan penyempurna dari ibadah kita di bulan Ramadhān. Diantara ibadah-ibadah tersebut ada 3 ibadah yang merupakan penyempurna nikmat dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla;

⑴ Zakat Fithr
⑵ Bertakbir tatkala selesai dari bulan suci Ramadhān
⑶ Melaksanakan Shalat 'Īd atau Hari Raya al-'īd

ZAKAT FITHR

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam telah mewajibkan kita untuk membayar zakat fithr 1 shā' dari makanan pokok yang ada di daerah kita. Sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imām Al-Bukhāri dalam Shahihnya.

عن عبد الله ابن عمر _رضي الله عنهما_ قَالَ: فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ - _صلى الله عليه وسلم_ - زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ ، وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

Dari 'Abdillāh Ibn 'Umar radhiyallāhu 'anhumā bahwasanya dia berkata: "Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam telah mewajibkan zakat fithr berupa 1 shā' dari kurma atau 1 shā' dari gandum bagi budak dan orang yang merdeka, baik laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kalangan kaum muslimin dan memerintahkan agar zakat fithr ini dikeluarkan sebelum dilaksanakan shalah 'īd.

Dan diriwayatkan dari Shahihain yaitu dari Abū Sa'īd Al-Khudriy, beliau pernah berkata

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : كُنَّا نُخْرِجُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ . وَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ : وَكَانَ طَعَامَنَا الشَّعِيرُ وَالزَّبِيبُ وَالْأَقِطُ وَالتَّمْرُ

"Kami mengeluarkan zakat fithri di zaman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala hari 'īdul fithri yaitu 1 shā' dari makanan. Tatkala itu makanan kami adalah gandum, zabīb (anggur yang dikeringkan), 'aqith (susu yang dikeringkan) dan kurma."

Demikian juga Ibnu 'Abbas radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā pernah berkata:

فرض رسول الله صدقة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث وطعمة للمساكين, من أداها قبل الصلاة فهي زكاة مقبولة، ومن أدها بعد الصلاة في صدقة من الصدقات

"Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mewajibkan untuk membayar zakat fithr untuk mensucikan orang-orang yang berpuasa dari sikap mereka yang sia-sia tatkala puasa dan perkataan-perkataan keji yang mereka ucapkan tatkala puasa dan juga sebagai makanan bagi orang miskin. Barangsiapa yang mengeluarkan zakat fithri sebelum shalatid 'īd maka zakatnya diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dan barangsiapa membayar zakat fithri setelah shalat 'īd maka dia adalah shadaqah biasa (bukan zakat fithri)."

Jadi fungsi dari zakat fithri untuk:
⑴ mensucikan mereka dari hal-hal ini
⑵ sebagai makanan bagi orang-orang miskin

Wajib bagi setiap muslim untuk mengeluarkan zakat fithri atas dirinya dan juga untuk orang-orang yang dibawah tanggungannya, yang dia wajib membayar nafkah bagi mereka, misal istrinya, anak-anaknya dan seluruh orang-orang yang dibawah tanggungannya.

Tidak wajib bagi dia untuk membayar zakat fithri bagi janin yang masih didalam kandungan. Akan tetapi barangsiapa yang ingin maka hukumnya sunnah, tidak wajib. Adapun anak-anak yang masih bayi dan menyusui, meskipun masih bayi, kita wajib membayarkan zakat fithri mereka.

Jika seseorang berada di suatu negeri kemudian dia dapati hari terakhir bulan Ramadhān maka wajib bagi dia membayar zakat fithri dimana dia berada. Jika dia sedang safar keluar negeri kemudian dia dapati akhir bulan Ramadhān saat itu maka keluarkan zakat fithri dimana dia berada.

Adapun misal dia meninggalkan anak-anaknya dan istrinya di negara yang lain, maka boleh 2 perkara:
⑴ Boleh dibayarkan zakat fithri di negara dimana dia berada sekarang
⑵ Boleh dibayarkan zakat fithri di negara yang sedang ditempati istri dan anak-anaknya.

Adapun waktu untuk membayar zakat fithri waktunya dimulai sejak terbenamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadhān, yaitu di malam 'īd, sampai dilaksanakan shalat 'īd.

Itulah waktu yang sangat dianjurkan oleh para ulama yaitu pada waktu malam lebaran sampai waktu terakhir tatkala akan dilakukan shalat 'īd.

Namun boleh juga disegerakan untuk membayar zakat fithri tersebut 2 hari sebelum hari 'īd, yaitu misal tanggal 28 atau 29 Ramadhān. Adapun sebelum itu, misal tanggal 25 maka tidak boleh dibayarkan zakat fithri sebelum waktunya.

Adapun mengakhirkan pembayaran zakat fithri sampai dipagi hari shalat 'Īd maka itu lebih afdhal, jadi setelah shalat shubuh hari lebaran kita keluarkan zakat fithri, sebelum shalat 'īd, waktu ini sangat dianjurkan oleh para ulama.

Namun, jika kita mengakhirkan pembayaran zakat fithri tanpa udzur sampai selesai shalat 'īd maka kita berdosa. Namun tetap wajib bagi dia untuk membayar zakat fithri sebagai qadha, meskipun sudah keluar waktunya.

Adapun orang-orang yang berhak menerima zakat fithir adalah sama seperti orang-orang yang berhak menerima zakat māl. Kemudian bisa kita bayarkan zakat fithri itu langsung kepada fakir miskin atau kita serahkan kepada orang-orang yang kita percayai sebagai wakil kita dalam pembagian zakat fithri.

Adapun ukuran zakat fithri adalah bagi setiap orang masing-masing orang membayar 1 shā', baik laki-laki atau perempuan, akan kecil atau dewasa maka sama saja ukurannya 1 shā', sebagaimana hadits yang tadi dijelaskan, yang dikeluarkan adalah gandum dan lainnya karena itu adalah makanan pokok mereka.
Adapun kita di Indonesia yaitu sesuai makanan yang sering dimakan masyarakat kita, yaitu beras atau sagu atau jagung.

Syaikh mengingatkan bahwasanya tidak boleh mengeluarkan zakat fithri dengan mengeluarkan uang, kenapa? Karena hal ini tidak pernah dilakukan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan para shahābatnya, mereka tetap membayar makanan. Padahal kita tahu bersama bahwasanya dizaman Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan para shahābat sudah ada alat pembayaran.

Oleh karenanya kita jangan menyelisihi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan para shahābat dan kita berusaha membayar zakat fithri sesuai mereka bayarkan.

Ingatkah kita kepada hadits Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلِيْهِ أَمْرُنَا فَهوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami maka akan tertolak (disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla)."

Kita telah jelaskan tadi bahwasanya zakat fithri itu dibayar 1 shā' pada zaman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Shā' itu sejenis ukuran volume. Dan dikeluarkan dari berbagai macam makanan pokok di zaman itu. Adapun para ulama di zaman sekarang ini memperkirakan bahwa 1 shā' itu sebesar 3 kilogram.

👤 Prof. Dr. Syaikh 'Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullāh
📺Sumber: http://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Syaikh%20Prof%20DR%20Abdur%20Rozzaq%20Al%20Badr/Fiqih%20Zakat%20Fitrah%20dan%20Iedul%20Fitri
___________________________
✒ Yayasan Cinta Sedekah
📦 In Syaa Allah Siap Menyalurkan
1. Zakat Maal
2. Zakat Fitrah*

Salurkan Zakat anda ke
Rek. Syariah Mandiri Cab. Cibubur

🏧 No rek: 7814500025
       a.n. Cinta Sedekah (zakat)
       Kode Bank 451

* Note khusus Zakat Fitrah
3kg beras perorang senilai Rp 30.000,-
Diterima paling lambat 15 Juli 2015 jam 23.59 WIB
Panitia akan membelikan beras dan menyalurkannya kepada fakir & miskin.
_______________________

📱 Konfirmasi:
SMS ke 0878-8145-8000
✏ Dengan format:
Program#Nama#Domisili#TanggalTransfer#nominal#
✏ Contoh:
ZAKATMAAL#Abdullah#Bogor#3/7/15#5.000.000#
_______________________
INFO
• Site: www.CintaSedekah.org
• FB: Cinta Sedekah

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Fiqh Zakat Fithri dan Idul Fithri Bagian 2

Sumber :
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 28 Ramadhān 1436 H/15 Juli 2015 M
🌙 Materi Tematik Ramadhān
〰〰〰〰〰〰〰〰
~ FIQH ZAKAT FITHRI DAN 'ĪDUL FITHRI (Bagian 2)~

BERTAKBIR MENGAGUNGKAN ALLAH

Adapun bertakbir, disyari'atkan takbir sejak terbenam matahari saat malam lebaran, terus bertakbir sampai selesai shalat 'īd. Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَوَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ

"Agar kalian menyempurnakan hitungan (puasa bulan Ramadhān) dan agar kalian mengagungkan Allāh Subhānahu wa Ta'āla." (Al-Baqarah 185)

Disini setelah selesai puasa langsung disyari'atkan bertakbir, dan disunnahkan bagi kaum lelaki untuk mengeraskan suara mereka, baik di masjid, di pasar atau dirumah-rumah, untuk menunjukkan bagaimana rasa syukur mereka kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan demikianlah yang dilakukan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Adapun yang diucapkan tatkala bertakbir, diriwayatkan dari sebagian shahābat, mereka mengatakan:

الله اكبر ، الله أكبر ، لا اله إلا الله ، الله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد

Dan yang sunnah bahwasanya setiap orang bertakbir sendiri-sendiri, tidak bersama-sama karena hal ini tidak dicontohkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan para shahābat. Kalau pas suara mereka bersama maka tidak mengapa, adapun menyengaja untuk bersama-sama bertakbir mulai dan akhirnya sama maka ini tidak pernah dicontohkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan para shahābat nya.

Dan ingat bahwasanya sebaik-baik kebaikan adalah dengan mengikuti orang-orang terdahulu, para salafush shālih, mengikuti sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan para shahābatnya dan tidak menyelisihi mereka.

Adapun para wanita, mereka bertakbir dengan suara yang pelan, didengarkan oleh mereka sendiri dan tidak mengangkat suara mereka.

👤 Prof. Dr. Syaikh 'Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullāh
📺Sumber: http://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Syaikh%20Prof%20DR%20Abdur%20Rozzaq%20Al%20Badr/Fiqih%20Zakat%20Fitrah%20dan%20Iedul%20Fitri
___________________________
✒ Yayasan Cinta Sedekah
📦 In Syaa Allah Siap Menyalurkan
1. Zakat Maal
2. Zakat Fitrah*

Salurkan Zakat anda ke
Rek. Syariah Mandiri Cab. Cibubur

🏧 No rek: 7814500025
       a.n. Cinta Sedekah (zakat)
       Kode Bank 451

* Note khusus Zakat Fitrah
3kg beras perorang senilai Rp 30.000,-
Diterima paling lambat 15 Juli 2015 jam 23.59 WIB
Panitia akan membelikan beras dan menyalurkannya kepada fakir & miskin.
_______________________

📱 Konfirmasi:
SMS ke 0878-8145-8000
✏ Dengan format:
Program#Nama#Domisili#TanggalTransfer#nominal#
✏ Contoh:
ZAKATMAAL#Abdullah#Bogor#3/7/15#5.000.000#
_______________________
INFO
• Site: www.CintaSedekah.org
• FB: Cinta Sedekah

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Fungsi Zakat Fitrah

Sumber :
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 26 Ramadhān 1436 H/13 Juli 2015 M
🌙 Materi Tematik Ramadhān
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

~ FUNGSI ZAKAT FITHRI ~

Selama kita menjalankan ibadah puasa Ramadhān, tentu bisa kita pastikan selalu ada kekurangan dalam puasa kita. Boleh jadi kita melakukan hal-hal atau ucapan-ucapan yang bernilai dosa, ghībah atau ucapan kotor dan yang lainnya yang ini mengurangi pahala, mengurangi nilai puasa yang kita kerjakan.

Bahkan jika itu ghībah maka dapat diketahui bahwasanya sebagian ulama seperti Sufyan Ats-Tsauri dan Al-A'uzai berpendapat bahwasanya puasa itu akan batal karena ghībah. Namun yang benar pendapat jumhur ulama yang mengatakan bahwasanya ghībah itu tidak membatalkan dan mengurangi pahala puasa.

Dan hal yang bernilai dosa dalam puasa kita selalu bisa kita katakan "Tidak bisa kita hindari". Oleh karena itu diantara kemurahan syari'at, kemudahan dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla, Allāh mensyari'atkan suatu amal ibadah berupa zakat fithri yang gunanya untuk menutupi kekurangan puasa yang telah kita jalani.

Inilah salah satu tujuan penting dari zakaf fithri, sebagaimana dalam sebuah hadits dari shahābat Ibnu 'Abbas yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud :

فرض رسول اللهصلى الله عليه وسلم زكاة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث وطعمة للمساكين

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mewajibkan zakat fithri (untuk 2 fungsi);
⑴ Untuk membersihkan orang yang berpuasa dari ucapan laghwu/dosa dan (secara khusus) perbuatan rafats atau ucapan rafats/kotor
⑵ Dan makanan bagi orang-orang miskin

Maka dalam hadits ini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan 2 fungsi, ada fungsi sosial dan ada fungsi pensucian jiwa atau penyempurnaan puasa.

FUNGSI PERTAMA: PENYEMPURNAAN PUASA

Membersihkan orang yang berpuasa yang rusak pahala atau rusak nilai puasanya atau tidak sempurna puasanya dikarenakan al-laghwu (ucapan dosa), misal ghībah. Dan rafats (ucapan kotor)

FUNGSI KEDUA: MAKANAN UNTUK ORANG-ORANG MISKIN

Membantu orang-orang miskin agar bisa makan dengan kenyang dihari 'Īdul Fithri.

Oleh karena itu maka tujuan pokok zakat fithri adalah untuk kepentingan kita sendiri, karena untuk membersihkan puasa kita.

Maka hendaklah kita bersemangat untuk membayarnya dan berupaya untuk membayar zakat ini dengan benar sesuai dengan tuntunan. Karena amalan tidak akan diterima Allāh kecuali dengan ikhlash dan sesuai dengan tuntunan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Oleh karena kita layak untuk membaca dan mentelaah kembali bagaimana yang Nabi tuntunkan berkaitan dengan pembayaran zakat fithri agar fungsinya membersihkan puasa kita berjalan dengan baik.

Maka kita sebagai orang yang berpuasa wajib untuk bersungguh-sungguh menjalankan perintah membayar zakat fithri dan agar zakat fithri kita menjadi zakat yang diterima karena sesuai dengan tuntunan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga bermanfaat untuk kita sekalian.

👤 Ust. Aris Munandar
📺 Sumber: http://yufid.tv/tausiyah-ramadhan-25-fungsi-zakat-fitri-ustadz-aris-munandar/
___________________________
✒ Yayasan Cinta Sedekah
📦 In Syaa Allah Siap Menyalurkan
1. Zakat Maal
2. Zakat Fitrah*

Salurkan Zakat anda ke
Rek. Syariah Mandiri Cab. Cibubur

🏧 No rek: 7814500025
       a.n. Cinta Sedekah (zakat)
       Kode Bank (451)

* Note khusus Zakat Fitrah
3kg beras perorang senilai Rp 30.000,-
Diterima paling lambat 15 Juli 2015 jam 23.59 WIB
Panitia akan membelikan beras dan menyalurkannya kepada fakir & miskin.
_______________________

📱 Konfirmasi:
SMS ke 0878-8145-8000
✏ Dengan format:
Program#Nama#Domisili#TanggalTransfer#nominal#
✏ Contoh:
ZAKATMAAL#Abdullah#Bogor#3/7/15#5.000.000#
_______________________
INFO
• Site: www.CintaSedekah.org
• FB: Cinta Sedekah

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖