Laman

Tampilkan postingan dengan label Artikel Tematik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel Tematik. Tampilkan semua postingan

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMRAH BAGIAN 25 DARI 30

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMRAH BAGIAN 25 DARI 30

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 15 Dzulqa’dah 1438H / 07 Agustus 2017M
👤 Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc
📔 Materi Tematik | Kajian Islam Intensif Tentang Manasik Haji Dan Umroh (Bag. 25 dari 30)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AZ-ManasikHaji-25
🌐 Sumber: http://www.youtube.com/playlist?list=PLsGyF7LoLNd_MRjTZehq0ykcPfYDjef_i
-----------------------------------

*KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMRAH BAGIAN 25 DARI 30*

بســـمے الله الرّحمنـ الرّحـيـمـے 
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته  ​​​ 

Alhamdulillāh, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, shalawat dan salam semoga selalu Allāh berikan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para shahābat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak. 

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, pada lanjutan ini kita ingin membicarakan lanjutan dari pertemuan sebelumnya.

Perhatikan, sebuah hadīts riwayat Imām Muslim dari Jābir radhiyallāhu 'anhu bercerita:

ثُمَّ اضْطَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَتَّى طَلَعَ الْفَجْرُ وَصَلَّى الْفَجْرَ - حِينَ تَبَيَّنَ لَهُ الصُّبْحُ - بِأَذَانٍ وَإِقَامَةٍ

_"Pada malam di Muzdalifah, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidur sampai terbit fajar (masuk waktu shalāt shubuh), kemudian beliau shalāt shubuh dengan satu ādzān dan satu iqāmah."_

(HR Muslim nomor 2137, versi Syarh Muslim nomor 1218)

Ini yang dikerjakan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam setelah beliau bermalam di Muzdalifah.

Kemudian setelah shalāt, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berdiri di Masy'arul harām (sekarang menjadi masjid yang ada di Muzdalifah).

Kemudian beliau menghadap kiblat berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, mengucapkan takbir, tahlil, tahmid dan memperbanyak do'a, sebagaimana yang disebutkan Jābir radhiyallāhu 'anhu dalam riwayat Imām Muslim.

Di manapun kita boleh untuk berdiam di Muzdalifah, pada pagi tanggal 10 Dzulhijjah, sebagaimana sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadīts riwayat Muslim:

وَوَقَفْتُ هَا هُنَا وَجَمْعٌ كُلُّهَا مَوْقِفٌ 

_"Aku berwuqūf di Muzdalifah (pada waktu pagi tanggal 10 Dzulhijjah) dan seluruh Muzdalifah adalah tempat wuqūf (tempat berdo'a)."_

(HR Muslim nomor 2137, versi Syarh Muslim nomor 1218)

⇒Jadi dalam haji itu tanggal 10 Dzulhijjah kita berwuqūf berdiam diri untuk berdo'a di Muzdalifah mulai dari setelah shalāt shubuh kemudian sampai terbit matahari atau sampai menguning matahari.

Ini berdasarkan sebuah hadīts dari Ammar bin Maemun rahimahullāh Ta'āla, beliau bercerita:

شَهِدْتُ عُمَرَ ـ رضى الله عنه ـ صَلَّى بِجَمْعٍ الصُّبْحَ، ثُمَّ وَقَفَ فَقَالَ إِنَّ الْمُشْرِكِينَ كَانُوا لاَ يُفِيضُونَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، وَيَقُولُونَ أَشْرِقْ ثَبِيرُ. وَأَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم خَالَفَهُمْ، ثُمَّ أَفَاضَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ.

_Aku pernah menyaksikan 'Ummar bin Khaththāb di Muzdalifah pada waktu shalāt shubuh, lalu beliau berdiam di Muzdalifah._

_Lalu beliau berkata:_

_"Sesungguhnya orang-orang musyrik, mereka tidak menuju Minā sampai terbit matahari, lalu mereka mengatakan: Terbitlah shaghir. Dan Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam menyelisihi orang-orang musyrik, beliau pergi dari Muzdalifah pada pagi hari tanggal 10 Dzulhijjah sebelum terbit matahari.”_

(HR Bukhari nomor 1684)

◆ Kapan kita mengambil batu untuk melempar batu untuk jamratul 'Aqabah?

Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika berjalan dari Muzdalifah menuju Minā di tengah-tengah perjalanan itu beliau mengambil kerikil-kerikil batu untuk melempar jumrah 'Aqabah.

Perhatikan!

Termasuk kekeliruan adalah ketika malam Muzdalifah (9 Dzulhijjah malam) setelah shalāt 'Isyā kita menyibukan diri dengan mengambil kerikil-kerikil. Ini tidak benar!

Yang benar setelah shalāt maghrib 3 raka'at, kemudian 'Isyā dua raka'at maka kita dianjurkan untuk tidur sampai waktu dhubuh. Kalau kita termasuk orang yang wajib bermalam di Muzdalifah.

Adapun pengambilan batu kerikil untuk melempar jamratul 'Aqabah adalah  dalam perjalanan dari Muzdalifah menuju Minā pada tanggal 10 Dzulhijjah.

◆ Kerikil yang diambil untuk melempar jamrah sebesar apa?

Kerikil yang diambil adalah kerikil yang sebesar kuku. Hal ini berdasarkan sebuah hadīts 'Abdullāh bin 'Abbās radhiyallāhu 'anhumā bercerita:

قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ الْعَقَبَةِ وَهُوَ عَلَى نَاقَتِهِ الْقُطْ لِي حَصًى فَلَقَطْتُ لَهُ سَبْعَ حَصَيَاتٍ هُنَّ حَصَى الْخَذْفِ فَجَعَلَ يَنْفُضُهُنَّ فِي كَفِّهِ وَيَقُولُ أَمْثَالَ هَؤُلَاءِ فَارْمُوا ثُمَّ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ

_Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda di pagi hari jumrah Aqabah saat beliau berada di atas untanya:_

_"Tolong ambilkan aku kerikil."_

_Maka aku ambilkan untuk beliau tujuh kerikil, semuanya sebesar kerikil ketapel._

_Beliau mengebutkan (membersihkan debunya) di telapak tangan, seraya besabda:_

_"Dengan kerikil-kerikil seperti inilah hendaknya kalian melempar."_

_Kemudian beliau bersabda:_

_"Wahai manusia, jauhkanlah kalian berlebih-lebihan dalam agama. Karena orang-orang sebelum kalian telah binasa sebab mereka berlebih-lebihan dalam agama."_

(HR Ibnu Majah nomor 3020)

--> Batu al khadzfu adalah batu yang seseorang bisa melemparnya dengan dua jari jemarinya.

Kemudian terus berjalan sampai Minā. Selama perjalanan di Minā banyak-banyaklah membaca talbiyyah.

Setelah tiba di Minā, maka kita langsung menuju jamratul 'Aqabah.

⇒Jamratul 'Aqabah adalah lubang jamrah yang paling dekat dengan arah kota Mekkah dan paling terakhir dari kota Minā.

Sebelum melempar jamrah 'Aqabah kita putuskan talbiyyah kita. Jadi kita berhenti bertalbiyyah sebelum melempar jamratul 'Aqabah.

Berarti kita mulai bertalbiyyah dari tanggal 8 Dzulhijjah (1 hari) tanggal 9 Dzulhijjah  (1 hari) kemudian tanggal 10 Dzulhijjah (1/2 hari).

Jadi kita bertalbiyyah selama kurang lebih 2 1/2 hari.

Hal ini berdasarkan sebuah dalīl hadīts dari Imām Bukhāri dan Muslim yang riwayat oleh 'Abdullāh bin 'Abbās:

لَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُلَبِّي حَتَّى رَمَى الْجَمْرَةَ . وَزَادَ فِي حَدِيثِهِ وَالنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُشِيرُ بِيَدِهِ كَمَا يَخْذِفُ الإِنْسَانُ 

_"Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam masih saja bertalbiyyah sampai beliau melempar jamratul 'Aqabah. Ketika beliau melempar jamratul 'Aqabah, beliau menjadikan bagian kanan dari badannya kearah Minā dan bagian kiri badannya mengarah Ka'bah."_

(HR Muslim nomor 1218)

Sesudah itu kita melempar jamratul 'Aqabah sebanyak 7 (tujuh) buah batu kerikil, setiap lemparannya kita membaca, "Allāhu Akbar."

◆ Kapan pertama kali kita melempar jamratul 'Aqabah?

Ini khususnya untuk ibu-ibu, para wanita, anak kecil, orang tua, karena mereka duluan menuju Minā, sebelum shubuh mereka sudah menuju Minā.

Bolehkah ibu-ibu, para wanita, anak kecil, orang tua, yang sampai Minā sebelum shubuh melempar Jumrah 'Aqabah?

Jawabannya:

⇒ Boleh.

Sebagaimana hadīts riwayat Abū Dāwūd:

أَرْسَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِأُمِّ سَلَمَةَ لَيْلَةَ النَّحْرِ فَرَمَتِ الْجَمْرَةَ قَبْلَ الْفَجْرِ ثُمَّ مَضَتْ فَأَفَاضَتْ

_"Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengutus Ummu Salamah (pergi duluan) pada malam Muzdalifah (malam tanggal 10 Dzulhijjah), kemudian sesampainya di Minā beliau melempar jamarat (sebelum shubuh) kemudian beliau pergi ke Mekkah untuk melaksanakan thawāf Ifadhah."_

(HR Abu Daud nomor 1492)

Permasalahan.

Seandainya ibu-ibu, para wanita, anak kecil, orang tua pergi dulu dari Muzdalifah menuju Minā dan waktunya sebelum shubuh maka tidak perlu menunggu setelah shubuh, tetapi langsung melempar Jamratul 'Aqabah sebelum shubuh.

Ada sebuah hadīts riwayat Imām Ahmad dari 'Abdullāh bin 'Abbās:

لَا تَرْمُوا الْجَمْرَةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ

_"Janganlah kalian melempar jamratul 'Aqabah sampai terbit matahari."_

(HR Ahmad nomor 3034)

Ini bertentangan dengan hadīts sebelumnya, Ummu Salamah dibiarkan oleh Rasūlullāh dhallallāhu 'alayhi wa sallam untuk melempar jamratul 'Aqabah sebelum shubuh.

Adapun hadīts 'Abdullāh bin 'Abbās adalah langsung perkataan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, "Jangan kalian melempar jamratul 'Aqabah sampai terbit matahari."

Maka kita jawab.

Untuk menggabungkan keduanya, hadīts yang larangan tidak boleh melempar sebelum terbit matahari adalah untuk orang-orang yang kuat-kuat adapun orang-orang yang lemah kapan sampainya mereka di Minā, maka mereka boleh melempar jamratul 'Aqabah.

Kalau kita ingin tahu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melempar jamratul 'Aqabahnya kapan?

⇒ Lihat hadīts riwayat Muslim dari Jābir radhiyallāhu 'anhum beliau bercerita:

رَمَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْجَمْرَةَ يَوْمَ النَّحْرِ ضُحًى وَأَمَّا بَعْدُ فَإِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ

_"Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam melempar jamratul 'Aqabah pada hari tanggal 10 Dzulhijjah (hari Nahr) pada waktu dhuha, adapun hari-hari setelahnya beliau melempar setelah tergelincir matahari menunjukkan waktu zhuhur."_

(HR Muslim nomor 1299)

Akhir pelemparan jamratul 'Aqabah kapan?

⇒Ada perbedaan pendapat di antara para ulamā, yang jelas diperbolehkan melempar jamratul 'Aqabah sebelum terbit fajar tanggal 11 Dzulhijjah.

Berdasarkan hadīts riwayat Bukhāri dari 'Abdullāh bin 'Abbās, ada orang bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

رَمَيْتُ بَعْدَ مَا أَمْسَيْتُ فَقَالَ لَا حَرَجَ قَالَ حَلَقْتُ قَبْلَ أَنْ أَنْحَرَ قَالَ لَا حَرَجَ

_"Aku melempar jumrah setelah sore."_

_Beliau bersabda:_

_"Tidak dosa.”_

(HR bukhari nomor 1608, versi Fathul Bari nomor 1723)

Menunjukan bahwasanya melempar jamratul 'Aqabah diperbolehkan setelah masuk waktu sore dan sebagian berpendapat masuk waktu sore adalah malam hari, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Al Amin Ash Shinqhiti rahimahullāh ta'āla.

والله تبارك وتعالى أعلم
صلى الله على نبينا محمد 
و السّلام عليكم ورحمة الله وبر كا ته

Bersambung ke bagian 26, In syā Allāh
______________________

◆ Yuk.... Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah dan Studio Bimbingan Islām

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)
______________________

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMRAH BAGIAN 24 DARI 30

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMRAH BAGIAN 24 DARI 30


🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 13 Dzulqa’dah 1438H / 05 Agustus 2017M
👤 Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc
📔 Materi Tematik | Kajian Islam Intensif Tentang Manasik Haji Dan Umroh (Bag. 24 dari 30)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AZ-ManasikHaji-24
🌐 Sumber: http://www.youtube.com/playlist?list=PLsGyF7LoLNd_MRjTZehq0ykcPfYDjef_i
-----------------------------------

*KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMRAH BAGIAN 24 DARI 30*


بســـمے الله الرّحمنـ الرّحـيـمـے
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته  

Alhamdulillāh, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, shalawat dan salam semoga selalu Allāh berikan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para shahābat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak.

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita akan membicarakan amalan-amalan haji tanggal 9 Dzulhijjah (hari 'Arafāh)

Setelah terbenam matahari tanggal 9 Dzulhijjah kita bertolak dari 'Arafāh menuju Muzdalifah dengan tenang.

Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda dalam hadīts riwayat Muslim:

أَيُّهَا النَّاسُ السَّكِينَةَ السَّكِينَةَ

_"Wahai manusia hendaklah kalian tenang-tenang."_

(HR Muslim nomor 1218)

Dalam riwayat yang lain:

 أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ، فَإِنَّ الْبِرَّ لَيْسَ بِالإِيضَاعِ

_"Wahai manusia hendaklah kalian tenang, sesungguhnya kebaikan bukan dengan cara mengerjakan sesuatu yang melalaikan (yaitu) menyakiti orang."_

(HR Bukhari nomor 1671)

Ada perkataan dari (kalau tidak salah) 'Ummar bin Abdul Aziz, bahwasanya haji yang benar itu bukan kita bersegera sampai duluan di Muzdalifah, tetapi haji yang benar adalah kita diampuni atau tidak pada hari itu.

Kemudian perlu diketahui, wuqūf di 'Arafāh adalah amalan inti ibadah haji, siapa yang berhaji tapi tidak wuqūf di 'Arafāh maka tidak sah hajinya.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

.الْحَجُّ عَرَفَةُ فَمَنْ جَاءَ قَبْلَ صَلاَةِ الْفَجْرِ لَيْلَةَ جَمْعٍ فَقَدْ تَمَّ حَجُّهُ

_"Inti amalan haji adalah berwuqūf di 'Arafāh. Barangsiapa yang datang ke 'Arafāh sebelum shalāt shubuh pada malam Muzdalifah maka dia sudah sempurna hajinya."_

(HR Ibnu Majah nomor 3015 diriwayatkan oleh imam Nasā’i dengan lafazh yang berbeda)

Artinya, waktu wuqūf di Arafāh dari mulai tanggal 9 Dzulhijjah pagi (terbitnya matahari sampai terbitnya fajar tanggal 10 Dzulhijjah).

Permasalahan.

Bila ada orang terlambat datang ke 'Arafāh, (misalnya) datangnya malam hari dan orang-orang sudah berangkat ke Muzdalifah semua, pada waktu itu dia sampai di sana lalu berhenti sejenak baru dia bertolak ke Muzdalifah, maka hajinya tetap sah berdasarkan hadīts ini.

Kita sekarang berbicara tanggal 9 Dzulhijjah malam 10 Dzulhijjah, apabila terbenam matahari kita bertolak dari 'Arafāh ke Muzdalifah.

Kata bertolak ini menunjukkan bahwanya shalāt Maghribnya tidak di 'Arafāh tetapi di Muzdalifah.

*◆ Muzdalifah*

Jika seorang yang menunaikan ibadah haji sudah sampai ke Muzdalifah maka di sana dia shalāt Maghrib (tiga raka'at) kemudian digabung dengan shalāt 'Isyā (dua raka'at) otomatis ini dikerjakan pada waktu 'Isyā. Jadi bukan dikerjakan di 'Arafāh.

Pertanyaan:

Pertanyaan yang sering ditanyakan, kalau kita di 'Arafāhnya gara-gara menunggu bis atau bisnya terlambat jadi di 'Arafāh sampai sebelum pertengahan malam.

Jawabannya:

Shalātlah Maghrib dan 'Isyā di "Arafāh, karena waktu terakhir mengerjakan shalāt 'Isyā adalah pertengahan malam. Daripada kita nanti terlambat maka kita kerjakan di 'Arafāh.

Ini kejadiannya kalau bisnya terlambat tapi bagi yang berjalan kaki maka silahkan dia berjalan dari 'Arafāh kemudian sampai di Muzdalifah shalāt Maghrib dan 'Isyā disana.

Shalāt Maghrib 3 rakat disambung dengan shalāt 'Isyā 2 raka'at.

√ Satu kali ādzān
√ Dua kali iqāmah

Hal ini berdasarkan dari hadīts 'Usamah ibnu Zaid radhiyallāhu 'anhu  ketika itu beliau bercerita:

رَدِفْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ عَرَفَاتٍ فَلَمَّا بَلَغَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الشِّعْبَ الأَيْسَرَ الَّذِي دُونَ الْمُزْدَلِفَةِ أَنَاخَ، فَبَالَ
 ثُمَّ جَاءَ فَصَبَبْتُ عَلَيْهِ الْوَضُوءَ، فَتَوَضَّأَ وُضُوءًا خَفِيفًا. فَقُلْتُ الصَّلاَةَ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ  " الصَّلاَةُ أَمَامَكَ ". فَرَكِبَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَتَّى أَتَى الْمُزْدَلِفَةَ، فَصَلَّى ثُمَّ رَدِفَ الْفَضْلُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم غَدَاةَ جَمْعٍ. قَالَ كُرَيْبٌ فَأَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ ـ رضى الله عنهما ـ عَنِ الْفَضْلِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَمْ يَزَلْ يُلَبِّي حَتَّى بَلَغَ الْجَمْرَةَ

_Aku berboncengan dengan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dari 'Arafāh ketika beliau sampai ke sebuah tempat sebelum Muzdalifah beliau menambatkan untanya dan beliau kencing._

_Kemudian beliau datang dan akupun menuangkan air untuk beliau berwudhu, kemudian beliau berwudhu dengan ringan lalu aku berkata kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:_

_"Apakah kita sekarang ingin mengerjakan shalāt, wahai Rasūlullāh?"_

_Kemudian kata beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam):_

_"Shalāt itu didepanmu (maksudnya di Muzdalifah)"._

(Hadīts riwayat Imām Bukhāri nomor 1669, 1670)

--> Berwudhu ringan artinya karena airnya terbatas maka wudhunya dengan ringan tetapi disempurnakan.

Dalam riwayat Muslim:

..فَلَمَّا جَاءَ الْمُزْدَلِفَةَ نَزَلَ فَتَوَضَّأَ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ ثُمَّ أَنَاخَ كُلُّ إِنْسَانٍ بَعِيرَهُ فِي مَنْزِلِهِ ثُمَّ أُقِيمَتِ الْعِشَاءُ فَصَلاَّهَا وَلَمْ يُصَلِّ بَيْنَهُمَا شَيْئًا.

_"Ketika beliau sampai ke Muzdalifah, beliau turun (dari untanya) kemudian beliau berwudhu dengan sempurna, kemudian di iqāmahkan shalāt lalu beliau shalāt Maghrib setelah itu seluruh orang menambatkan untanya kemudian setelah itu di iqāmahkan shalāt 'Isyā kemudian beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) shalāt 'Isyā, baru beliau tidak mengerjakan shalāt apapun dan pekerjaan apapun di antara dua shalāt tersebut.”_

(HR Muslim nomor 1280)

⇒ Jadi tidak benar ada dzikir-dzikir di antara 2 shalāt tersebut atau setelah dua shalāt tersebut.

√ Yang benar sampai Muzdalifah kita mengerjakan ādzān kemudian iqāmah shalāt Maghrib, lalu shalāt Maghrib 3 raka'at.
√ Kemudian iqāmah untuk shalāt 'Isyā, lalu shalāt 'Isyā dua raka'at.

Semuanya dikerjakan secara berjama'ah meskipun kelompoknya sedikit misalnya 10 orang, 20 orang.

Setelah selesai shalāt kemudian tidur (istirahat) karena besok banyak pekerjaan berat dan ini yang dikerjakan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

*◆ Tinggal di Muzdalifah*

Untuk tinggal di Muzdalifah ada permasalah, karena ada perbedaan.

⇒ Bachelor (bujang) atau tidak membawa keluarga, dia mabit (bermalam) di Muzdalifah sampai shalāt Shubuh.

⇒ Berkeluarga (ibu-ibu, saudari-saudari, orang tua, anak-anak) atau yang menemani mereka dari para lelaki, diperbolehkan mereka singgah sebentar di Muzdalifah menunggu pertengahan malam.

Sebelum pertengahan malam mereka pergi dari Muzdalifah ke Minā dan dianjurkan untuk mengambil keringanan ini, karena menunggu waktu Shubuh dikhawatirkan orang akan penuh dan tidak cocok untuk para wanita.

Sebagaimana yang diceritakan oleh 'Āisyah radhiyallāhu 'anhā, 'Āisyah bercerita:

فَاسْتَأْذَنَتِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَوْدَةُ أَنْ تَدْفَعَ قَبْلَ حَطْمَةِ النَّاسِ، وَكَانَتِ امْرَأَةً بَطِيئَةً، فَأَذِنَ لَهَا

_"Saudah istri Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam minta izin kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pada malam Muzdalifah untuk pergi ke Minā sebelum orang-orang bertolak kesana (yaitu pada waktu malam) dan beliau adalah wanita yang sudah tua, maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengizinkannya.”_

(HR Bukhari nomor 1681)

Adapun 'Āisyah radhiyallāhu 'anhā beliau tetap tinggal bersama Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Dan dalam sebuah hadīts riwayat Imām Bukhāri dan Muslim, 'Abdullāh bin 'Abbās radhiyallāhu 'anhumā bercerita:

أَنَا مِمَّنْ، قَدَّمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لَيْلَةَ الْمُزْدَلِفَةِ فِي ضَعَفَةِ أَهْلِهِ.

_"Aku termasuk orang yang diperintahkan oleh Rasūlullāh Shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk mendahului beliau pada malam Muzdalifah dalam orang-orang lemah dari keluarga Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam."_

⇒ Ini menunjukkan bahwasanya sampai yang menemani orang-orang yang lemah tersebut diperbolehkan mereka bertolak setelah pertengahan malam dari Muzdalifah ke Minā.


والله تبارك وتعالى أعلم
صلى الله على نبينا محمد
و السّلام عليكم ورحمة الله وبر كا ته

Bersambung ke bagian 25, In syā Allāh
___________

◆ Yuk.... Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah dan Studio Bimbingan Islām

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)
________

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMRAH BAGIAN 23 DARI 30

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMRAH BAGIAN 23 DARI 30

🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 12 Dzulqa’dah 1438H / 04 Agustus 2017M
👤 Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc
📔 Materi Tematik | Kajian Islam Intensif Tentang Manasik Haji Dan Umroh (Bag. 23 dari 30)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AZ-ManasikHaji-23
🌐 Sumber: http://www.youtube.com/playlist?list=PLsGyF7LoLNd_MRjTZehq0ykcPfYDjef_i
-----------------------------------

*KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMRAH BAGIAN 23 DARI 30*

بســـمے الله الرّحمنـ الرّحـيـمـے 
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته   

Alhamdulillāh, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, shalawat dan salam semoga selalu Allāh berikan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para shahābat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak. 

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita akan membicarakan amalan-amalan haji (bagian ke-2).

*◆ Amalan haji tanggal 9 Dzulhijjah (Hari 'Arafāh).*

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berangkat menuju 'Arafāh' dari Minā pada tanggal 9 Dzulhijjah. 

Setelah selesai shalāt Subuh beliau menunggu matahari terbit, sampai terbit matahari baru beliau pergi ke Minā menuju 'Arafāh. 

Perhatikan! 

Sampai terbit matahari (saya tekankan), karena ada perbedaan antara dari Mudzalifah menuju Minā (waktunya pagi juga). 

Dari Minā menuju 'Arafāh (tanggal 9 Dzulhijjah) ketika sudah terbit matahari baru bertolak dari Minā ke 'Arafāh. 

Permasalahan: 

Kalau seandainya ada orang pergi sebelum matahari terbit, boleh tidak? 

Jawabannya: 

Boleh.

Misalkan habis Shubuh langsung menuju 'Arafāh atau seperti travel-travel sekarang, karena khawatir penuh dan macet maka mereka jam 02:00 pagi sebelum Shubuh sudah berangkat menuju 'Arafāh. 

Nantinya para jama'ah itu shalāt Shubuh di 'Arafāh atau di tengah jalan. Ini diperbolehkan tidak mengapa. 

Tetapi yang dicontohkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah kita bermalam sampai shalāt Shubuh. Setelah shalāt Shubuh menunggu sampai terbit matahari kemudian setelah itu pergi menuju 'Arafāh. 

Di zaman sekarang sudah mudah sekali dengan adanya kereta (alhamdulillāh). Kita sampai Shubuh di tenda kemudian setelah shalāt Shubuh kita menunggu matahari terbit setelah itu kita naik kereta sampai 'Arafāh (sebelum zhuhur In Syā Allāh  sudah sampai 'Arafāh) 

*◆ Wadi 'Uranah (lembah 'Uranah).*

Di sini terdapat masjid yang bernama masjid Namirah, masjid ini sebagiannya adalah 'Arafāh, dan sebagian yang lain bukan 'Arafāh. 

Hati-hati, yang nanti berwuqūf di masjid Namirah bagian depan masjid sebagiannya bukan 'Arafāh. 

Ketika Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sampai sebelum zhuhur, beliau turun di masjid Namirah sebelum masuk menuju 'Arafāh. Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) membuat tenda di sana.

Setelah masuk zhuhur beliau masuk menuju 'Arafāh (ini yang disunnahkan di dalam pelaksanaan ibadah haji). 

Akan tetapi jika kita sudah ikut bis dan sampai ke tenda bukan di tempat ini (masjid Namirah), maka jangan memaksakan, nanti dikhawatirkan tidak bisa kembali lagi menuju tenda, karena haji orangnya sangat banyak. 

Saya ingatkan, tanggal 8 Dzulhijjah dan tanggal 9 Dzulhijjah kita harus menjaga kondisi tubuh karena Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 
sallam :

اَلْحَجُّ عَرَفَةُ.

_"Haji itu ibadah (wuqūf) di 'Arafāh."_

(Hadīts shahīh riwayat Ibnu Mājah (no. 2441)], Sunan At Tirmidzi (II/188, no. 890), Sunan An Nasa-i (V/264), Sunan Ibnu Mājah (II/1003, no. 3015), Sunan Abū Dāwūd (V/425, no. 1933).

⇒Jangan sampai ketika wuqūf kondisi kita tidak sehat sehingga kita tidak bisa berdo'a. Gunakan waktu sebaik-baiknya pada tanggal ini. 

⇒Ketika kita tiba di 'Arafāh jika disediakan tenda (Alhamdulillāh) jika tidak maka carilah tempat yang benar-benar kita bisa khusyuk ibadah di sana. 

⇒ Perjalanan dari Minā menuju 'Arafāh, kita dianjurkan mengulang-ulang talbiyyah, karena ini adalah waktu untuk banyak bertalbiyyah. 

⇒Jika sudah masuk waktu shalāt zhuhur maka akan ada imām yang melakukan khutbah kemudian setelah khutbah dilanjutkan dengan shalāt zhuhur dan 'Ashar berjama'ah. 

Shalāt zhuhur dan 'Ashar dikerjakan dengan qashar. 

Baik penduduk Mekkah, 'Arafāh atau Minā mengerjakan shalāt zhuhur dan 'Ashar secara qashar dan dijama' dan dilakukan pada waktu zhuhur. 

√ 2 raka'at zhuhur
√ 2 raka'at 'ashar 

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melakukan ini.

Setelah beliau khutbah dan melaksanakan shalāt zhuhur kemudian menuju ke kaki gunung 'Arafāh (bukan yang sekarang ada tugunya), kemudian beliau bersabda yang diriwayatkan oleh Imām Ibnu Mājah, beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) menghadap kiblat dengan menjadikan gunung 'Arafāh antara beliau dengan ka'bah.

Kemudian beliau bersabda:

وَقَفْتُ هَاهُنَا بِعَرَفَةَ ، وَعَرَفَةُ كُلُّهَا مَوْقِفٌ،

_"Aku berwuqūf di sini dan 'Arafāh seluruhnya adalah tempat wuqūf.”_

وَارْفَعُوا عَنْ بَطْنِ عُرَنَةَ

_“Dan naiklah dari tengah ‘Uranah.”_

Kalau berdoa jangan menghadap ke gunung, tetapi menghadap ke ka’bah.

Ketika sedang wuqūf di 'Arafāh kita dianjurkan banyak-banyak berdo'a, terutama do'a yang diucapkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, sebagaimana di dalam hadīts yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

_Sebaik-baik do'a adalah do'a pada hari 'Arafāh dan sebaik-baik yang aku ucapkan dan nabi-nabi sebelum ku mengucapkannya adalah:_

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

_"Tidak ada yang berhak disembah selain Allāh yang satu saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kekuasaan dan milik-Nya segala pujian, dan Dia Maha Mampu atas segala sesuatu."_

(Hadīts riwayat At Tirmidzi dari 'Abdullāh bin ‘Amr bin Al 'Ash radhiyallāhu’anhumā, Shahihut Targhib: 1536)

Ini kita baca sebanyak-banyaknya ketika kita berada di 'Arafāh (wuqūf di 'Arafāh).

Kalau bosan dengan bacaan itu kita bisa membaca bacaan lain, yang paling bagus adalah membaca do'a yang berbahasa Arab dan kita pahami. Jika tidak, kita bisa berdo'a dengan menggunakan bahasa sendiri.

Perlu diperhatikan!

Dimakruhkan pada hari 'Arafāh untuk yang menunaikan ibadah haji berpuasa, lebih baik dia berbuka agar semanggat berdo'a.

Ada sebuah hadīts yang sangat luar biasa (antum harus berbangga untuk orang-orang menunaikan ibadah haji, mudah-mudahan kita diberi umur sampai penunaian ibadah haji. Āmīn).

Hadīts ini hadīts riwayat Muslim, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِي بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ

_"Tidak ada hari yang paling banyak Allāh di dalamnya memerdekakan hamba-hamba-Nya dari neraka dari pada hari 'Arafāh, sesungguhnya Allāh mendekat kepada hamba-hamba Nya, kemudian Allāh membanggakan hamba-hamba yang berwuqūf di 'Arafāh tersebut di hadapan para malāikat-Nya."_

_Kemudian Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:_

_"Wahai para malāikatku,  lihat apa yang mereka inginkan?"_

(HR muslim nomor 1348)

→ Artinya silahkan minta apa saja.

Dalam riwayat yang lain:

_"Wahai hamba-hamba ku, silahkan kalian bertolak dari 'Arafāh menuju Minā dalam keadaan kalian diampuni dan bagi orang-orang yang kalian do'akan."_

Sekali lagi, nasehat kepada seluruh jama'ah haji, pagi tanggal 9 Dzulhijjah jaga kondisi stamina tubuh kita.

Kemudian yang kita berwuqūf lakukan sampai terbenam matahari.

والله تبارك وتعالى أعلم
صلى الله على نبينا محمد 
و السّلام عليكم ورحمة الله وبر كا ته

Bersambung ke bagian 24, In syā Allāh 
___________

Yuk.. Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah dan Studio Bimbingan Islām 

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām 
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)
________

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMROH BAGIAN 22 DARI 30

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMROH BAGIAN 22 DARI 30

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 11 Dzulqa’dah 1438H / 03 Agustus 2017M
👤 Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc
📔 Materi Tematik | Kajian Islam Intensif Tentang Manasik Haji Dan Umroh (Bag. 22 dari 30)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AZ-ManasikHaji-22
🌐 Sumber: http://www.youtube.com/playlist?list=PLsGyF7LoLNd_MRjTZehq0ykcPfYDjef_i
-----------------------------------

*KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMROH BAGIAN 22 DARI 30*

بســـمے الله الرّحمنـ الرّحـيـمـے
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته  ​​​

Alhamdulillāh, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, shalawat dan salam semoga selalu Allāh berikan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para shahābat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak.

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita akan membicarakan amalan-amalan haji.

_Haji itu sebenarnya hanya 6 (enam) hari, yaitu tanggal 8 sampai tanggal 13 Dzulhijjah._

6 hari itu kita perjuangkan. Apakah kita termasuk hamba-hamba Allāh yang mendapatkan ampunan sebagaimana yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla firmankan di dalam hadīts qudsi.

يا عبادي أفيضوا مغفورا لكم

_"Wahai hamba-hambaku, bertolaklah kalian dari 'Arafāh menuju Minā dalam keadaan kalian sudah diampuni ataukah kita termasuk orang-orang yang hanya mendapatkan capai dan kehabisan tenaga serta kehabisan harta."_

Kita berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, semoga seluruh jama'ah haji yang mengerjakan ibadah haji dimudahkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan mudah-mudahan amal ibadah kita diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan mendapatkan haji yang mabrūr dan kembali kerumahnya masing-masing dalam keadaan seperti keluar dari rahīm ibunya.  (Āmīn)

⑴ Amalan haji yang pertama tanggal 8 Dzulhijjah.

Disebut juga dengan hari Tarwiyyah.

Kenapa hari Tarwiyyah?

Apa arti:

رَوَى - يَرْوِيْ

Artinya:  haus.

Orang Arab biasanya pada tanggal 8 Dzulhijjah mengumpulkan air minum untuk persiapan besok (dulu tidak seperti sekarang), sehingga tanggal 8 Dzulhijjah disebut dengan hari Tarwiyyah.

• Bagi yang berhaji Tamattu' maka berihrām kembali tetapi ditempat tinggalnya masing-masing.

√ Jika dia sudah tinggal di Minā maka dia berihrām.
√ Jika dia tinggalnya masih di Mekkah maka dia berihrām di tempat tinggalnya.

Dan tidak ada kewajiban untuk pergi ke masjidil Harām, hal ini berdasarkan sebuah hadīts riwayat Imām Muslim, bahwa Jābir radhiyallāhu Ta'āla 'anhu bercerita:

أَمَرَنَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لَمَّا أَحْلَلْنَا أَنْ نُحْرِمَ إِذَا تَوَجَّهْنَا إِلَى مِنًى . قَالَ فَأَهْلَلْنَا مِنَ الأَبْطَحِ

_"Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah memerintahkan kami, ketika kami selesai bertahallul dan kami ingin bertolak ke Minā kami berihrām di mana di tempat tinggal kami, maka kamipun berihrām di Abthah (sebuah tempat dekat kota Mekkah)."_

(HR Muslim nomor 1214)

Ini menunjukkan bahwa berihrām di tempat masing-masing.

• Bagi yang berhaji Qirān dan Ifrad, mereka sudah dalam keadaan ihrām pada tanggal 8 Dzulhijjah dan sebelumnya. Mereka tetap dalam keadaan berihrām karena setelah mereka melakukan thawāf qudūm.

Bila mereka ingin menunaikan sa-i haji, mereka tetap dalam keadaan ihrām dan tidak keluar dari ihrām.

• Hal-hal yang dilakukan sebelum berihrām

Seperti:

⑴ Membersihkan tubuh sebagaimana yang telah kita sebutkan ketika kita membicarakan ihrām (memotong kuku, menipiskan kumis, mencabut bulu ketiak, dll) ini bagi yang berhaji Tamattu' dan bagi yang tidak berkurban.

⑵ Bagi yang berkurban maka jangan melakukan itu, karena meskipun dia berhaji tetapi dia juga ingin berkurban tidak boleh dia mengambil sesuatu dari rambut dan tubuhnya sedikitpun.

Dari hadīts ummu Salamah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā, Rasūlullāh Shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئً 

_"Jika telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan salah satu dari kalian ingin berkurban maka tidak boleh dia mengambil rambutnya atau sesuatu apapun dari tubuhnya."_

(HR Muslim 1977)

⑶ Berihrām dengan mengucapkan siar masuk ke dalam haji.

Bagi yang berhaji Tamattu' ("Labbaika hajjan"), adapun bagi yang melaksanakan haji Ifrad atau  Qirān tidak perlu lagi dia mengucapkan itu.

Mulai saat itu dia dianjurkan dengan sangat untuk membaca talbiyyah dan dia bertolak pergi ke Minā sebelum tergelincir matahari tepat di atas kepala kita (sebelum zhuhur).

Kita ambil kesimpulan, dianjurkan ihrāmnya sebelum zhuhur.

• Permasalahan.

Bolehkan ihrām setelah zhuhur?

Jawabannya:

Boleh, kemudian dia bertolak ke Minā (jika dia belum berada di Minā).

Adapun yang tendanya sudah di Minā, berihrām-nya di Minā dan dianjurkan memperbanyak talbiyyah.

Dalīl yang menunjukkan akan hal ini adalah sebuah hadīts riwayat Muslim dari Jābir radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, dia bercerita:

فلمافَلَمَّا كَانَ يَوْمُ التَّرْوِيَةِ تَوَجَّهُوا إِلَى مِنًى فَأَهَلُّوا بِالْحَجِّ وَرَكِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى بِهَا الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ وَالْفَجْرَ ثُمَّ مَكَثَ قَلِيلًا حَتَّى طَلَعَتْ الشَّمْسُ

_"Ketika hari Tarwiyyah maka mereka menuju Minā, lalu mereka berihrām haji kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menaiki untanya dan sampai di Minā beliau shalāt zhuhur, Ashar, Maghrib, 'Isyā, Subuh. Kemudian beliau berdiam sejenak sampai terbit matahari."_

(HR Muslim nomor 2137, versi Syarh Muslim nomor 1218)

⇒Ini menunjukkan bahwa tanggal 8 Dzulhijjah dianjurkan shalāt zhuhur di Minā dan dianjurkan sebelum zhuhur bertolak menuju Minā.

• Permasalahan.

Jika anda mendapati tempat anda di Muzdalifah (tenda jenis ‌Ha dan Wau) maka tetap saja anda berada disitu tidak usah anda pergi ke Minā, ini sudah mencukupi.

Juga 'Abdullāh ibnu 'Umar radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā bercerita:

_"'Abdullāh bin 'Umar senantiasa shalāt lima waktu ketika di Minā dan memberitahukan kepada para shahābatnya bahwa Rasūlullāh Shallallāhu 'alayhi wa sallam mengerjakan seperti itu."_

Kalau sudah seperti itu, dianjurkan bagi jama'ah haji untuk bermalam di Minā pada malam hari 'Arafāh tanggal 8 malam 9 Dzulhijjah. Dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam selama ini memperbanyak talbiyyah.

Jadi mulai kita berihrām tanggal 8 Dzulhijjah (bila haji Tamattu') atau haji Ifrad dan Qirān (yang tidak bertahallul), terus bertalbiyyah tidak terputus talbiyyahnya. Dan boleh juga bertakbir karena ini adalah waktu-waktu takbir.

Perhatikan!

Bagi yang tinggal di pemondokan-pemondokan (Aziziyyah misalnya) bahwanya bermalam pada malam hari 'Arafāh hukumnya sunnah (tidak wajib).

Bagi siapa  yang ingin mengerjakan kesempurnaan maka itulah yang seharusnya dikerjakan.

والله تبارك وتعالى أعلم
صلى الله على نبينا محمد 
و السّلام عليكم ورحمة الله وبر كا ته

Bersambung ke bagian 23, In syā Allāh
______________________

Yuk.... Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah dan Studio Bimbingan Islām

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)
______________________

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMROH BAGIAN 21 DARI 30

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMROH BAGIAN 21 DARI 30

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 10 Dzulqa’dah 1438H / 02 Agustus 2017M
👤 Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc
📔 Materi Tematik | Kajian Islam Intensif Tentang Manasik Haji Dan Umroh (Bag. 21 dari 30)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AZ-ManasikHaji-21
🌐 Sumber: http://www.youtube.com/playlist?list=PLsGyF7LoLNd_MRjTZehq0ykcPfYDjef_i
-----------------------------------

*KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMROH BAGIAN 21 DARI 30*

بســـمے الله الرّحمنـ الرّحـيـمـے
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته  ​​​

Alhamdulillāh, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, shalawat dan salam semoga selalu Allāh berikan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para shahābat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak.

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, sekarang kita membicarakan tentang sa-i.

Pengertian sa-i adalah perjalanan dari Shafā ke Marwah sebanyak 7 (tujuh) putaran, dimulai dari Shafā dan berakhir di Marwah.

⇒ Shafā adalah kaki gunung Abū Khubaizh atau kaki jabal Abū Khubaizh di mana Nabi Ibrāhīm 'alayhissalām beliau  mengumandangkan:

وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ (الحج: ٢٧)

⇒ Marwah adalah kaki gunung Khu’ay.

◆ Syarat sahnya sa-i, di antaranya:

⑴ Niat.
⑵ Dimulai dari Shafā dan diakhiri di Marwah.
⑶ Sa-i dilakukan setelah thawāf.

Permasalahan:

Bagi wanita yang sedang hāidh bagaimana?

Bukankah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

افْعَلِي مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي

_"Kerjakan apa yang dikerjakan oleh jama'ah haji kecuali thawāf di Ka’bah sampai engkau suci.”_

(HR Bukhari 294, versi Fathul Bari nomor 305)

Seandainya orang yang sedang hāidh dan dalam keadaan berihrām kemudian mengerjakan sa-i dahulu (thawāfnya nanti bila sudah suci) bolehkah? 

Jawabannya:

Allāhu A'lam, pendapat yang lebih kuat, bahwasanya lebih baik kerjakan sesuai yang disunnahkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yaitu jangan kita memulai sa-i kecuali setelah thawāf.

⑷ Sa-i, 7 (tujuh) putaran dengan hitungan;

⇒ Dari Shafā menuju Marwah 1 putaran.
⇒ Dari Marwah ke Shafā 1 putaran (putaran yang kedua).

⑸ Ketika kita melakukan sa-i harus sempurna sampai ke Shafā dan Marwah.

⑹ Sa-i dilakukan di tempat sa-i tidak boleh ditempat lain.

◆ Sifat-sifat sa-i.

Setelah shalāt dua raka'at di maqām Ibrāhīm atau di belakang maqām Ibrāhīm setelah itu dianjurkan untuk kembali ke hajar aswad dan sebelumnya kita dianjurkan untuk minum air zam-zam.

Setelah minum air zam-zam kita kembali ke hajar aswad (melakukan salah satu dari empat yang sudah kita sebutkan), kalaupun tidak dilakukan tidak mengapa.

Kalau tidak dilakukan langsung menuju Shafā.

Ketika naik kebukit Shafā membaca:

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ

Kemudian melakukan beberapa hal di Shafā:

√ Mengangkat tangan.
√ Menghadap Ka'bah
√ Bertakbir tiga kali.
√ Mengucapkan kalimat tauhīd:

لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، أَنْجَزَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ

√ Berdo'a (proses ini diulangi untuk kedua kalinya). Kemudian untuk ketiga kalinya baru kita berjalan menuju Marwah.

Di tengah perjalanan nanti kita akan mendapati lampu hijau yang pertama.

⇒ Bagi laki-laki yang tidak membawa keluarga wanita, anak kecil atau orang tua maka disunnahkan untuk berlari sampai lampu hijau kedua, setelah itu berjalan seperti biasa sampai ke Marwah.

⇒ Bagi wanita, dia berjalan seperti biasa ditemani keluarganya yang laki-laki (mahrāmnya).

Itu disebut dengan satu putaran, perjalanan dari Shafā menuju Marwah.

Di Marwah apa yang kita lakukan?

Di Marwah kita melakukan persis seperti yang kita lakukan di Shafā, baru setelah itu kita berjalan dari Marwah menuju Shafā.

Di tengah perjalan nanti kita akan  temui lampu hijau (sama seperti yang kita lakukan tadi bagi laki-laki berlari dari lampu hijau pertama hingga kedua dan bagi wanita berjalan, lalu berjalan menuju ke Shafā)

Ini disebut dengan putaran yang kedua. Dan seterusnya seperti itu dihitung putaran ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, ke-7 berhentinya di Marwah.

Selama melakukan sa-i perjalanan yang panjang silahkan baca apa saja, boleh kita mencontoh bacaan shahābat Nabi yang berbunyi:

رب اغفر وارحم وأنت الأعز الأكرم

Setelah selesai di Marwah kita melakukan tahallul, bagi yang melaksanakan umrah maka dia bertahallul.

Tahallulnya dengan cara mencukur rambutnya.

◆ Mencukur rambut ada dua cara:

⑴ Menggundul habis rambutnya.
⑵ Memendekkan seluruh rambutnya.

Bagi yang haji Tamattu' maka dilihat waktunya, jika waktunya masih panjang sekitar satu minggu, dua minggu dan kira-kira rambutnya tumbuh dengan cepat maka silahkan dia menggundulnya (lebih utama) dan diperbolehkan dia hanya memendekan rambutnya saja.

Jika waktunya pendek, misalnya 2 hari lagi tanggal 08 Dzulhijjah (dimulai waktu haji) sedangkan dia baru datang tanggal 06 Dzulhijjah jika dia menggundul habis rambutnya maka saat tahallul haji dia tidak memiliki rambut, maka cukup dia dengan memendekkan rambutnya saja.

Kalau dia haji Ifrad atau Qirān maka setelah dia melakukan sa’i (kalau dia ingin dan ini adalah sa’i haji baginya) maka dia berdiam diri di Mekkah dalam keadaan ihrām sampai tanggal 08 Dzulhijjah dia melaksanakan aktifitas ibadah haji.

Tidak ada bagi yang mengerjakan haji Ifrad atau Qirān untuk bertahallul.

Untuk wanita seperti itu pula, kalau dia berumrah maka dia bertahallul dengan cara memotong rambutnya.

Wanita memotong rambutnya dengan cara mengumpulkan ujung-ujung rambut dan dipotong seujung ruas jari tangan, jika dia umrah atau haji Tamattu'.

Untuk haji Ifrad dan Qirān bagi wanita maka dia tetap dalam keadaan ihrām sampai tanggal 08 Dzulhijjah.

Alhamdulillāh mudah-mudahan berkah dan bermanfaat dan ikhlās kita karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

صلى الله على نبينا محمد 
و السّلام عليكم ورحمة الله وبر كا ته

Bersambung ke bagian 22, In syā Allāh
______________________
Yuk.. Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah & Studio Bimbingan Islām

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)

______________________

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMROH BAGIAN 20 DARI 30

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMROH BAGIAN 20 DARI 30

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 09 Dzulqa’dah 1438H / 01 Agustus 2017M
👤 Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc
📔 Materi Tematik | Kajian Islam Intensif Tentang Manasik Haji Dan Umroh (Bag. 20 dari 30)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AZ-ManasikHaji-20
🌐 Sumber: http://www.youtube.com/playlist?list=PLsGyF7LoLNd_MRjTZehq0ykcPfYDjef_i
-----------------------------------

*KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMROH BAGIAN 20 DARI 30*

بســـمے الله الرّحمنـ الرّحـيـمـے
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته  ​​​

Alhamdulillāh, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, shalawat dan salam semoga selalu Allāh berikan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para shahābat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak.

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kalau sudah berihrām kita sekarang membicarakan tentang "thawāf".

Thawāf adalah mengelilingi Ka'bah dimulai dari hajar aswad dan berakhir di hajar aswad sebanyak 7 (tujuh) putaran.

Dan yang harus kita ketahui sebelum kita berthawāf adalah syarat-syarat sahnya thawāf.

Syaratnya adalah:

⑴ Harus suci dari hadāts besar dan kecil.

Hal ini berdasarkan sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Khuzaimah dari 'Abdullāh bin 'Abbās radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

الطَّوَافُ حَوْلَ الْبَيْتِ مِثْلُ الصَّلاَةِ إِلاَّ أَنَّكُمْ تَتَكَلَّمُونَ فِيهِ فَمَنْ تَكَلَّمَ فِيهِ فَلاَ يَتَكَلَّمَنَّ إِلاَّ بِخَيْرٍ .

_"Thawāf mengelilingi Ka'bah itu seperti shalāt, kecuali kalian boleh berbicara ketika thawāf, maka siapa yang berbicara ketika thawāf janganlah dia berbicara kecuali dalam pembicaraan yang baik."_

(HR Tirmidzi nomor 960)

⑵ Suci dari najis, baik badan maupun pakaian.

Dalīlnya sama seperti dalīl yang kita sebutkan di atas karena thawāf itu seperti shalāt. Pada shalāt kita diwajibkan suci dari najis.

Dalīl yang lain surat Al Hajj ayat 26, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

_"Dan sucikanlah rumahku untuk orang-orang yang thawāf, orang-orang yang shalāt, ruku' dan sujud."_

⑶ Menutup aurat.

Menutup aurat ketika thawāf karena Rasūlullāh Shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah mengutus para shahābatnya ketika musim haji. Sebelum haji beliau untuk mengumandangkan sebuah pengumuman di tengah-tengah kota Mekkah.

Yaitu:

لاَ يَحُجُّ بَعْدَ الْعَامِ مُشْرِكٌ وَلاَ يَطُوفُ بِالْبَيْتِ عُرْيَانٌ

_"Tidak boleh seseorang setelah tahun ini untuk thawāf satu orang musyrikpun, tidak boleh atau untuk thawāf dibaitullāh seorang yang bertelanjang."_

(HR Muslim nomor 2401, versi Syarh Muslim nomor 1347)

⑷ Thawāf sebanyak 7 (tujuh) putaran secara sempurna.

Thawāf sebanyak 7 (tujuh) putaran secara sempurna ini mencontoh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman di dalam Al Qurān:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

_"Sungguh telah nampak bagi kalian di dalam diri Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam suri tauladan yang baik."_

(QS Al Ahzāb: 21)

⑸ Thawāf dilakukan dengan tertib.

Tertib artinya menjadikan Ka'bah bagian kiri badan kita, kemudian setelah itu dia thawāf dari mulai hajar Aswad ke hajar Aswad.

⑹ Berurutan.

Berurutan artinya setelah mengerjakan putaran pertama dari hajar Aswad ke hajar Aswad dilanjutkan kembali keputaran kedua dan tidak terpotong dengan hal-hal yang tidak diperlukan ketika mengerjakan thawāf.

Disini ada permasalahan yang sering ditanyakan, kalau thawāf kita terpotong dengan shalāt wajib bagaimana nasib thawāf kita?

Jawabannya:

Ketika dikumandangkan adzān atau iqamah kita berhenti, kita wajib shalāt bersama Imām pada saat itu.

Kemudian setelah selesai shalāt kita lanjutkan dengan hitungan dari sebelumnya.

Misalkan ini hajar Aswad kemudian kita jalan, ditengah-tengah (misalnya dirukun Yamani) dikumandangkan iqamah shalāt zhuhur maka kita berhenti disitu dan pada waktu itu adalah sedang dalam putaran ke-5 mau masuk putaran ke-6.

Maka pada saat itu kita berhenti ikut shalāt berjama'ah (wajib) setelah salam maka kita lanjutkan, dan kita lanjutkan tetap pada putaran ke-5 (tidak mengulangi).

Kecuali kalau terpotongnya karena kita batal wudhūnya, maka saat itu kita harus ke luar berwudhū kembali kemudian kita lanjutkan atau kita mulai thawāf kita dari putaran pertama.

⑺ Niat.

Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ

◆ Tata cara thawāf

⑴ Memutus talbiyyah kita.

Dari mulai ihrām kita bertalbiyyah (dari mulai miqāt sampai datang ke Mekkah). Ketika kita ingin mengerjakan thawāf kita putus talbiyyah kita.

Kemudian setelah itu kita menuju hajar aswad.

Sebelum kita menuju hajar aswad kita melakukan idhthiba'

Idhthiba' adalah menyelendangkan kain di bawah ketiak kanan kita dan perlu diketahui bahwasanya idhthiba' hanya dilakukan ketika thawāf, baik thawāf umrah maupun thawāf qudum.

Dalīl yang menunjukkan akan hal ini adalah sebuah hadīts yang diriwayatkan oleh Tirmidzi.

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم طَافَ بِالْبَيْتِ مُضْطَبِعًا وَعَلَيْهِ بُرْدٌ

_"Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam thawāf dalam keadaan idhthiba' dan beliau memakai burdun (selendang)."_

(HR Tirmidzi nomor 859)

Di dalam hadīts yang lain, hadīts riwayat Imām Abū Dāwūd dan Imām Ahmad:

"Ketika beliau datang ke kota Mekkah beliau thawāf dalam keadaan idhthibā' (dengan memakai kain yang datang dari negeri Hadramaut)."

Setelah idhthibā' kita menuju hajar aswad.

Ada beberapa proses ketika kita berhadapan dengan hajar aswad, silahkan pilih salah satu darinya.

√ Sunnah yang pertama yaitu mengusap dengan tangan dan menciumnya kemudian mengucapkan, "Allāhu Akbar," (paling sempurna dalam berinteraksi dengan hajar aswad).

Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, sebagaimana yang diceritakan oleh 'Abdullāh bin Ummar radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā dari riwayat Bukhāri dan Muslim, beliau bercerita:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَلِمُهُ وَيُقَبِّلُهُ

_"Aku pernah melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengusapnya dan menciumnya (sekaligus)."_

(HR Bukhari nomor 1507, versi Fathul Bari nomor 1611)

Jadi dalīl ini adalah kesunnahan pertama bagaimana tatkala kita berinteraksi dengan hajar aswad.

√ Kalau tidak mampu seperti itu, maka kita usap dengan tangan kanan kita dan kita cium tangan tersebut.

Sebagaimana hadīts riwayat Bukhāri bahwa Nāfi' rahimahullāh (seorang tabi'in) bercerita:

رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ يَسْتَلِمُ الْحَجَرَ بِيَدِهِ ثُمَّ قَبَّلَ يَدَهُ وَقَالَ مَا تَرَكْتُهُ مُنْذُ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَفْعَلُهُ

_Aku pernah melihat 'Abdullāh bin Ummar radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā, beliau mengusap dengan tangan kanannya hajar aswad dan beliau cium tangan tersebut kemudian beliau berkata:_

_"Aku tidak pernah meninggalkan hal ini (yaitu dengan mengusap kemudian aku cium tangan) semenjak aku melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengerjakannya."_

(HR Muslim nomor 2225, versi Syarh Muslim nomor 1268)

√ Kalau tidak bisa maka dengan sesuatu yang kita kenakan ke hajar aswad lalu sesuatu tersebut kita cium, seperti dengan tongkat kemudian tongkatnya kita cium.

Sebagaimana dikerjakan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Muslim, Abū Thufail radhiyallāhu Ta'āla 'anhu bercerita:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَطُوفُ بِالْبَيْتِ وَيَسْتَلِمُ الرُّكْنَ بِمِحْجَنٍ مَعَهُ وَيُقَبِّلُ الْمِحْجَنَ .

_"Aku pernah melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam thawāf di Ka'bah dan beliau mengusapkan tongkatnya ke hajar aswad dan beliau cium tongkat tersebut."_

(HR Muslim nomor 2237, versi Syarh Muskim nomor 1275)

√ Kalau tidak mampu maka boleh memberikan isyarat.

Dalīlnya adalah hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim dari 'Abdullāh bin 'Abbās radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā bercerita:

طَافَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِالْبَيْتِ عَلَى بَعِيرٍ، كُلَّمَا أَتَى الرُّكْنَ أَشَارَ إِلَيْهِ

_"Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam thawāf di Ka’bah dengan mengendarai unta, setiap kali lewat hajar aswad beliau memberikan isyarat dengan tangan kanan dan cukup sekali saja."_

(HR Bukhari nomor 1613)

Setiap salah satu dari empat yang kita lakukan tadi kita dianjurkan mengucapkan, "Allāhu Akbar," atau, "Bismillāhi Allāhu Akbar."

Yang sering dikerjakan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah ucapan,  "Allāhu Akbar."

Dan ucapan, "Bismillāhi Allāhu Akbar," itu dikerjakan oleh 'Abdullāh bin 'Ummar radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā sebagaimana yang disebutkan oleh hadīts riwayat Imām Baihaqi.

⑵ Setelah kita dihajar aswad kemudian kita mengelilingi Ka'bah dari mulai hajar aswad sampai ke rukun Yamani.

Orang yang thawāf tidak boleh masuk ke dalam Hijr (Hijr Ismāil) kenapa?

Karena Hijr Ismāil adalah bagian dari Ka'bah.

Sedangkan pengertian thawāf adalah mengelilingi luar Ka'bah bukan mengelilingi dalam Ka'bah. dan hijr Ismāil adalah termasuk dari Ka'bah.

Setelah kita dari hajar aswad dengan mengerjakan salah satu dari 4 (empat) yang sudah saya sebutkan, maka kita berjalan melewati hijr Ismāil sampai rukun yamani.

Di rukun yamani ada keistimewaan untuk mengusap rukun yamani tersebut, sebagaimana sebuah hadīts dari 'Abdullāh ibnu 'Umar radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā dari  riwayat Imām Ahmad dan yang lainnya, Rasūlullāh Shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

إِنَّ مَسْحَ الرُّكْنِ الْيَمَانِي وَالرُّكْنِ الْأَسْوَدِ يَحُطُّ الْخَطَايَا حَطًّا

_"Sesungguhnya mengusap hajar Aswad dan rukun Yamani menggugurkan dosa-dosa sekaligus."_

(HR Ahmad nomor 5364)

Hanya yang perlu diperhatikan di sini, haji dan umrah sah meskipun tidak mengusap hajar aswad dan rukun Yamani.

Tidak ada kaitan antara kesahan haji atau tidak sahnya haji dalam perkara mengusap rukun hajar aswad dan rukun Yamani.

Dan perlu diperhatikan, tidak ada yang perlu diusap atau dipegang dari Ka'bah kecuali hajar aswad dan rukun Yamani.

Dari mulai rukun Yamani sampai hajar aswad kita membaca:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Hal ini berdasarkan sebuaj hadīts dari 'Abdullāh ibnu Sa'id radhiyallāhu Ta'āla 'anhu yang diriwayatkan oleh Imām Abū Dāwūd beliau bercerita:

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا بَيْنَ الرُّكْنَيْنِ
{ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }

_Saya mendengar Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengucapkan di antara dua rukun:_

_"RABBANĀ ĀTINĀ FID DUNYĀ HASANAH, WA FĪL ĀKHIRATI HASANAH, WA QINĀ 'ADZĀBANNĀR (Wahai Tuhan Kami, berikanlah kepada Kami di dunia kebaikan dan di Akhirat kebaikan dan lindungilah Kami dari adzab Neraka).”_

(HR Abu Daud nomor 1616, versi Baitul Afkar Ad Daulah nomor 1892)

Jadi do'a tersebut dibacanya ketika berada dirukun Yamani sampai hajar aswad.

Ketika sampai hajar aswad lagi berarti kita sudah menyempurnakan satu putaran.

Ketika sampai hajar Aswad lagi berarti kita mengerjakan salah satu dari 4 (empat) tadi, salah satunya:

⇒ Mengusap dan mencium, atau mengusap dengan tangan dan tangannya dicium, atau mengusap dengan tongkat kemudian tongkatnya dicium atau memberikan isyarat.

Setiap kali kita melewati hajar aswad kita mengucapkan, "Allāhu Akbar," atau, "Bismillāhi Allāhu akbar."

Itulah putaran ketika thawāf.

Ketika thawāf kita akan melewati hajar aswad, berarti kita akan melewati aswad 7 kali atau 8 kali?

Jawabannya:

√ 8 kali, karena hitungan dari mulai pertama, sampai terakhir nanti dihitung juga. Karena di akhir thawāf kita juga akan melewati hajar aswad.

√ 8 Kali kita mengucapkan, "Allāhu Akbar," atau, "Bismillāhi Allāhu Akbar."

√ 8 Kali kita berintekasi dengan hajar aswad, tetapi hanya 7 putaran.

Kemudian setelah kita menyelesaikan putaran yang ke-7, kita menuju maqām Ibrāhīm dengan membaca ayat dari surat Al Baqarah: 125:

وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى

_"Dan ambilah dari maqām Ibrāhīm sebagai tempat shalāt."_

Ayat di atas dibaca dari mulai selesai thawāf sampai menuju maqām Ibrāhīm.

Kemudian shalātlah di sana, akan tetapi bila seandainya dipiringan Ka'bah penuh, maka janganlah memaksakan shalāt di sana (jangan mengganggu orang yang sedang thawāf), tapi shalāt lah dibelakangnya. Dibelakangnya terus dibelakang lagi atau dimana saja dimasjidil Harām.

Shalāt setelah thawāf (dua raka'at):

⑴ Raka'at pertama membaca surat Al Fāthihah kemudian surat Al Ikhlās.

⑵ Raka'at kedua membaca surat Al Fāthihah kemudian surat Al Kāfirun.

Kemudian perlu diingat!

Untuk thawāf umrah dan thawāf qudūm dianjurkan melakukan raml (berlari-lari dengan mendekatkan langkah kaki).

Ini ditunjukkan dari hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Ahmad dari Jābir radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, beliau bercerita:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَلَ ثَلَاثَةَ أَطْوَافٍ مِنْ الْحَجَرِ إِلَى الْحَجَرِ

_"Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam beliau melakukan raml 3 (tiga) putaran thawāf pertama dari hajar aswad sampai ke hajar aswad lagi.”_

(HR Ahmad nomor 14707)

--> Ini hanya di thawāf umrah dan thawaf qudūm.

Saat kita berhaji ada thawāf ifadhah, perlu tidak kita raml?

Jawabannya:

⇒Tidak.

Di dalam haji sebelum kita meninggalkan kota Mekkah ada namanya thawāf Wadā, perlukah kita melakukan raml?

Jawabannya:

⇒Tidak.

Raml dilakukan hanya ketika thawāf umrah bila kita melakukan haji Tamattu' atau kita sedang berumrah atau saat kita thawāf Qudūm ketika kita haji Qirān atau haji Ifrad.

Wallāhu Ta'āla A'lam.

Mudah-mudahan ini bermanfaat.

صلى الله على نبينا محمد 
و السّلام عليكم ورحمة الله وبر كا ته

Bersambung ke bagian 21, In syā Allāh
______________________
Yuk.. Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah & Studio Bimbingan Islām

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)

______________________

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMROH BAGIAN 19 DARI 30

KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMROH BAGIAN 19 DARI 30

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 08 Dzulqa’dah 1438H / 31 Juli 2017M
👤 Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc
📔 Materi Tematik | Kajian Islam Intensif Tentang Manasik Haji Dan Umroh (Bag. 19 dari 30)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-Tmk-AZ-ManasikHaji-19
🌐 Sumber: http://www.youtube.com/playlist?list=PLsGyF7LoLNd_MRjTZehq0ykcPfYDjef_i
-----------------------------------

*KAJIAN ISLAM INTENSIF TENTANG MANASIK HAJI DAN UMROH BAGIAN 19 DARI 30*

بســـمے الله الرّحمنـ الرّحـيـمـے
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته  ​​​

Alhamdulillāh, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, shalawat dan salam semoga selalu Allāh berikan kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, pada keluarga beliau, para shahābat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat kelak.

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, larangan ihrām berikutnya adalah:

⑷ Memakai pakaian yang berjahit yang membentuk tubuh.

Pakaian yang berjahit maksudnya adalah pakaian yang membentuk tubuh. Seorang muslim dilarang  untuk memakai pakaian yang membentuk tubuh.

Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim ketika beliau ditanya, "Apa yang dipakai oleh orang yang sedang berihrām?"

Rasūlullāh Shallallāhu 'alayhi wa sallam menjawab:

لاَ تَلْبَسُوا الْقَمِيصَ وَلاَ السَّرَاوِيلاَتِ وَلاَ الْعَمَائِمَ، وَلاَ الْبَرَانِسَ

_َ"Jangan kalian memakai gamis, celana, imamāh (surban) dan tidak pula baju burnus (baju yang memiliki tutup kepala)."_

(HR Bukhari nomor 1838)

Semuanya membentuk tubuh.

Maka termasuk larangan dalam agama Islām bagi yang sedang berihrām untuk memakai pakaian yang berjahit yang membentuk tubuh.

⑸ Sengaja memakai minyak wangi dalam keadaan Ihrām baik di pakaian ihrāmnya atau di badannya ataupun di makanannya atau di minumannya.

Jauhi hal -hal yang wangi-wangi.

Di sana ada banyak pertanyaan, tentang beberapa hal yang berbau seperti sabun.

Bolehkah kita memakai sabun?

Jawabannya:

Sabun jika ada yang tidak wangi maka itu yang lebih utama dipakai, tetapi jika tidak ada dan kita membutuhkan untuk memakai sabun di tangan kita maka diperbolehkan tetapi diutamakan yang tidak wangi.

Adapun krim (misalkan) jika ada yang tidak wangi maka pakai yang tidak wangi. Begitu juga minyak angin dan balsam.

Dalīl yang menunjukkan akan hal ini adalah sebuah hadīts riwayat Bukhāri yaitu ketika ada seorang bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang pakaian dia terkena minyak wangi ketika ihrām.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

اغْسِلِ الطِّيبَ الَّذِي بِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، وَانْزِعْ عَنْكَ الْجُبَّةَ، وَاصْنَعْ فِي عُمْرَتِكَ كَمَا تَصْنَعُ فِي حَجَّتِكَ

_"Cuci minyak wangi yang terkena badanmu atau terkena pakaianmu tersebut sebanyak tiga kali kemudian lepaskan kain ihrāmmu itu jangan dipakai lagi, dan lakukanlah di dalam umrahmu sebagaimana yang kamu lakukan di dalam hajimu."_

(HR Bukhari nomor 1536)

⑹ Membunuh (berburu hewan darat).

Berburu hewan darat tidak diperbolehkan dalam keadaan ihrām dalam agama Islām.

Allāh-Subhānahu-wa-Ta'āla berfirman dalam surat Al Māidah ayat 95.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ

_"Wahai orang-orang yang berimān janganlah kalian membunuh hewan-hewan buruan darat ketika kalian dalam keadaan berihrām."_

⑺ Mengadakan akad nikah atau melamar

Mengadakan akad nikah atau melamar, baik dia sebagai pelakunya atau dia sebagai yang menikahkan atau yang melamarkan, ini tidak diperbolehkan!

Dalīl yang menunjukkan akan hal ini yaitu hadīts riwayat Muslim dari 'Utsman bin Affan radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

لَا يَنْكِحُ الْمُحْرِمُ وَلَا يُنْكَحُ وَلَا يَخْطُبُ

_"Seorang yang berihrām tidak boleh dia menikah dan tidak boleh dia menikahkan dan tidak boleh dia melamar."_

(HR Muslim nomor 1409)

Dan ini madzhab jumhūr ulamā.

⑻ Bersetubuh dalam keadaan berihrām

Hal ini berdasarkan sebuah ayat dalam surat Al Baqarah ayat 197.

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ

_"Haji itu diwajibkan pada bulan-bulan yang sudah ditentukan, barangsiapa yang diwajibkan untuk menunaikan ibadah haji pada bulan-bulan tersebut, maka tidak boleh dia berbuat rafats."_

⇒Rafats para ulamā tafsir mengatakan jima' bersetubuh yang disengaja sebelum dia bertahalul awal.

⑼ Bercumbu

Bercumbu baik dengan mencium, memeluk dan lainnya tidak diperbolehkan dan ini termasuk dalam kata-kata, "Falā rafatsa (janganlah dia berbuat rafats)._

Kalau kita perhatikan dalam perihal hal-hal yang dilarang ketika ihrām, kalau kita berbicara tentang sanksi, kalau dilanggar bagaimana?

Orang-orang yang berihrām tetapi dia melanggar larangan-larangan Ihrāmnya, bagaimana?

Jawabannya:

Ada pembagian,yaitu:

① Bila orang yang sedang berihrām melakukan hal-hal yang dilarang dalam berihrām tanpa ada udzur dan keperluan maka dia berdosa dan wajib membayar sanksi atau fidyah.

② Bila dia melakukan hal-hal yang dilarang ketika dia berihrām tetapi dia ada keperluan disana, seperti (misalkan) orang yang perlu memakai pakaian yang berjahit atau dia memakai gips karena kakinya sakit sehingga menutup kedua mata kakinya dan seperti memakai kain yang berjahit atau membentuk tubuhnya. Ini ada keperluan disana.

Maka kita katakan dia telah melanggar larangan ihrām tapi tidak berdosa dan tetap wajib membayar sanksi.

③ Kalau orang melanggar larangan ihrām karena tidak tahu, karena lupa atau karena tidak sengaja. Seperti tidak sengaja karena sedang tidur dia menutup kepalanya (menutup kepala adalah larangan ihrām) maka kita katakan tidak ada apa-apa atas orang ini (tidak ada sanksi).

Karena Allāh-Subhānahu-wa-Ta'āla berfirman:

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا

_"Wahai Rabb kami janganlah dianggap berdosa jika kami lupa atau kami tidak tahu."_

Atau orang yang dipaksa atau diancam harus mengerjakan larangan ihrām, maka ini tidak mengapa artinya dia tidak harus membayar fidyah.

Kalau kita perhatikan lagi larangan-larangan ihrām ini ada yang membayar fidyah dan ada yang tidak membayar fidyah.

◆ Contoh larangan ihrām yang tidak ada fidyahnya, seperti:

√ Mengadakan akad nikah atau menikahkan orang atau melamar atau dilamar.

◆ Contoh larangan ihrām yang ada fidyahnya, seperti:

√ Bersetubuh sebelum tahallul awal fidyahnya adalah menyembelih satu ekor unta atau sapi kemudian dibagikan kepada faqīr miskin di kota Mekkah dan tidak mengambil sedikitpun darinya dan dia harus melanjutkan hajinya. Hajinya batal, tahun depan harus melaksanakan haji kembali.

◆ Contoh larangan ihrām yang ada fidyahnya dengan mengganti semisal dengannya.

√ Yaitu jika seseorang sedang berihrām dan dia membunuh hewan buruan darat, maka dia harus mengganti semisal dengannya.

Misalnya:

Dia membunuh kijang maka dia harus menyembelih kijang.

◆ Contoh larangan ihrām yang ada fidyahnya dengan cara mengerjakan yang disebut dengan sanksi (hukuman).

Hukuman ini ada 3 (tiga) hal, yaitu:

⑴ Dia berpuasa selama tiga hari.
⑵ Memberi makan kepada enam orang faqīr miskin.
⑶ Menyembelih kambing.

Silahkan pilih salah satu dari ini.

Itu sisa-sisa dari larangan-larangan ihrām seperti (misalkan) memakai pakaian berjahit, menutup kepala bagi laki-laki kemudian memakai cadar dan kaos tangan bagi wanita, memakai minyak wangi, mengambil rambut, memotong kuku. Ini semua kena sanksi, sanksi ada namanya.

Ini kalau kita berbicata tentang larangan-larangan ihrām dari sisi fidyahnya.

Mudah-mudahan ini bermanfaat.

صلى الله على نبينا محمد 
و السّلام عليكم ورحمة الله وبر كا ته

Bersambung ke bagian 20, In syā Allāh
_____________________
Yuk.. ikut Saham Akherat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah & Studio Bimbingan Islam

| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
Konfirmasi Transfer Via WA/SMS & Informasi ;  0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)

------------------------------