Laman

Tafsir Surat Al Masad

Tafsir Surat Al Masad

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 11 Rabi’ul Awwal 1439 H / 29 November 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.
📗 Tafsir Juz 30 | Surat Al Kāfirūn, An Nashr Dan Al Lahab (Bagian 05)
📖 Tafsir Surat Al Lahab bagian 01
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Tafsir-H0205
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه

Kita lanjutkan dari tafsir Juz'amma surat Al Masad,

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ

Surat ini, dengan kesepakatan para ulamā, merupakan surat Makkiyyah.

Maksudnya surat yang turun diawal tatkala dakwah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam di Mekkah yang ditentang oleh pamannya Abū Lahab dan juga istri pamannya Ummu Jamil.

Satu keluarga yang jahat yang menentang dakwah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah seorang yang dikenal al amin (orang yang jujur), shādiqul amin (orang yang jujur dan terpercaya) dan ini dikenal oleh orang-orang musyrikin.

Seperti pernah saya sampaikan, diantara pengakuan mereka terhadap keamanahan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, mereka menyimpan barang-barang berharga mereka kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam karena mereka tahu Muhammad adalah seorang yang amanah.

⇛ Kalau mereka punya harta yang berharga mereka simpan (titipkan) kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk di jaga oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Bahkan proses penyimpanan barang berharga ini berlanjut meskipun Nabi sudah menyatakan kalau beliau adalah seorang Nabi.

⇛ Ini perkara yang sangat menakjubkan dari akhlaq Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Orang-orang musyrikin, sebelum Muhammad diangkat menjadi Nabi mereka menitipkan barang-barang berharga. Kemudian tatkala Nabi berumur 40 tahun Nabi menyatakan sebagai seorang Nabi maka mereka (seluruhnya) memusuhi Nabi.

Mereka mengatakan bahwa:

√ Nabi pendusta.
√ Nabi orang gila (majenun).
√ Nabi adalah syair (penyair gila).
√ Nabi masyhuran (disihir).
√ Nabi dukun.

Seluruh tuduhan-tuduhan buruk mereka lontarkan kepada Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Namun anehnya mereka tetap menyimpan barang-barang berharga mereka kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

⇛ Jadi lisan mereka mencela Nabi, tapi barang-barang berharga mereka tetap disimpan kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

⇛ Seandainya mereka jujur dalam tuduhan mereka bahwasanya Muhammad adalah seorang pendusta maka mereka tidak akan menyimpan barang-barang berharga kepada Nabi.

⇛ Dan proses penyimpanan barang-barang berharga ini terus berlanjut sampai Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam hijrah ke kota Madīnah.

Tatkala Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berhijrah dari kota Mekkah menuju ke kota Madīnah, di rumah beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) masih ada barang-barang berharga titipan orang-orang kāfir Quraishy, dan bisa saja Nabi marah dan membawa barang-barang berharga tersebut lari, tetapi tidak beliau lalukan karena beliau adalah orang yang amanah, orang yang tidak pernah dusta sama sekali.

⇛ Sebelum menjadi Nabi tidak pernah berdusta apalagi setelah menjadi Nabi (shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Tatkala Nabi berhijrah Nabi menugaskan Ali bin Abi Thalib radhiyallāhu Ta'āla 'anhu selama 3 hari 3 malam untuk mengembalikan barang-barang berharga tersebut.

Ini menakjubkan sekali, bagaimana orang-orang musyrikin Arab menyatakan Nabi pendusta, namun mereka tetap menyimpan barang-barang berharga mereka kepada Nabi, mengapa?

Karena Nabi dikenal sebagai orang yang amanah.

⇛ Diantara bukti bahwasanya Nabi dikenal sebagai orang-orang yang amanah adalah tatkala terjadi perselisihan antara pembesar-pembesar kāfir Quraishy, tatkala mereka membangun Ka'bah (Ketika itu umur Nabi 35 tahun Ka'bah mengalami kerusakan). Sehingga orang-orang kāfir Quraishy mengadakan musyawarah berniat untuk memperbaiki Ka'bah .

Akhirnya mereka memilih agar Ka'bah dihancurkan, diganti dengan batu yang baru karena umur Ka'bah sudah tua dan merekapun bekerja sama untuk menghancurkan Ka'bah kemudian mereka membangun Ka'bah dengan batu-batu yang baru.

Setelah mereka selesai membangun Ka'bah tinggal hajar aswad yang belum di letakan pada posisinya terjadilah khilaf diantara orang-orang Quraishy tatkala itu, mereka tahu bahwasanya hajar aswad adalah batu yang mulia dan masing-masing kabilah ingin merekalah yang meletakan hajar aswad pada tempatnya.

Mereka tahu bahwasanya kabilah yang mulialah yang berhak untuk meletakan hajar aswad pada tempatnya, sehingga terjadilah khilaf diantara kabilah-kabilah tersebut.

⇛ Bahkan sebagian riwayat menyebutkan khilaf ini berlanjut sampai tiga hari tiga malam atau beberapa hari. Sampai akhirnya mereka bersumpah dengan darah tatkala itu bahwasanya kita akan nekad menumpahkan darah kita yang penting kabilah kita yang meletakan hajar aswad pada tempatnya.

Tatkala khilaf mereka semakin keras tiba-tiba ada yang memiliki ide, untuk menunggu orang yang pertama kali masuk ke masjid Harām dan menyerahkan masalah tersebut (peletakan hajar aswad) kepada orang tersebut, dan menerima apa yang orang tersebut putuskan.

Tatkala mereka sedang menanti, tiba-tiba masuklah Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam dari babus shafa, sebagaimana diriwayatkan oleh Imām Ahmad dalam Musnadnya dengan sanad yang hasan.

Maka tatkala Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam masuk serentak mereka berkata:

أَتَانَا الأمِيْن - رضينا بالأمين

_"Telah datang kepada kita orang yang amanah, kami ridha dengan yang amanah."_

Mereka ternyata mengenal Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam. Tatkala itu Nabi belum menjadi Nabi (masih berumur 35 tahun).

Mereka sepakat Muhammad adalah orang yang amanah dan ridhā dengan keputusan Muhammad. Maka datanglah Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam memberi ide kepada mereka.

⇛ Ide yang diberikan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pun disetujui, ini jugs menunjukan cerdasnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Lalu Nabi mengelar selendang/kain, kemudian Nabi meletakan hajar aswad ditengah-tengah kain tersebut. Lalu Nabi memerintahkan kepada semua kabilah untuk memegang ujung kain tersebut, jadi hajar aswad tersebut diangkat bersama-sama dan para kabilah itu setuju.

Jadi mereka para kabilah rata dan mulia karena sama-sama mengangkat hajar aswad.

Setelah hajar aswad itu sampai pada tempatnya lalu Nabi meletakan hajar sswad tersebut. Jadi yang mulia adalah nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, namun mereka ridhā dengan keputusan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

⇛ Intinya, saya ingin sampaikan bahwa Nabi dikenal sebagai orang yang terpercaya.

⇛ Dari kejadian ini seakan-akan Allāh menyiapkan/ mengingatkan kembali kepada mereka bahwasanya Muhammad adalah orang yang amanah:

"Apakah kalian lupa dengan kejadian 5 tahun lalu tatkala kalian hampir menumpahkan darah kalian, kemudian kalian ridhā dengan keputusan orang yang amanah?"

"Sekarang, 5 tahun berikutnya, kalian mengatakan Muhammad pendusta."

Ini suatu yang mustahil tapi mereka lakukan.

Oleh karenanya tatkala Nabi berusia 40 tahun Nabi mulai melaksanakan dakwa dengab syirriah, kemudian terang-terangan.

Kemudian suatu hari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengumpulkan orang-orang musyrikin.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memanggil seluruh kabilah, mereka dikumpulkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam seakan-akan telah terjadi suatu yang berbahaya.

Kemudian datanglah semua suku Quraishy tatkala itu.

Kalau ada yang tidak bisa datang mereka mengutus orang, diantaranya paman Nabi Abū Lahab.

Maka berkumpulah orang-orang musyrikin.

Setelah itu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

"Wahai kaumku, kalau aku kabarkan kepada kalian bahwasanya ada pasukan berkuda dibalik gunung ini dan ingin menyerang kalian, apa kalian membenarkan perkataanku ini?"

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala itu naik di Jabal Shafa dihadapan beliau orang-orang kāfir Quraishy, pembesar-pembesar kāfir Quraishy.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata:

"Wahai kaumku, kalau aku kabarkan kepada kalian ada musuh yang datang tiba-tiba dibelakang kalian, apakah kalian akan membenarkan aku?"

Maka serempak mereka berkata:

"Kami tidak pernah tahu engkau pernah berdusta sama sekali wahai Muhammad dan kami tidak tahu dari engkau kecuali kejujuran."

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam cerdas, sebelum beliau mengabarkan sesuatu yang ghaib (tentang Islam), beliau ingatkan kepada mereka dengan mengatakan, kalau beliau menyampaikan ada kabar  tentang adanya musuh dibelakang gunung (yang mereka tidak melihat/ghaib), mereka percaya atau tidak.

Dan mereka semua mengatakan percaya.

⇛ Ini juga masalah yang ghaib, tapi ghaib yang nisby, karena mereka tidak melihat musuh dibelakang gunung sedangkan Nabi melihat.

Kemudian, kata Nabi:

فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٌ شَدِيدٍ

_"Kalau begitu saya ingatkan kepada kalian, saya adalah pemberi peringatan kepada kalian sebelum datang adzab yang pedih."_

⇛ Artinya hendaknya kalian bertauhīd sebelum datang adzab yang pedih.

Maka mereka kaget dengan pernyataan Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, tidak ada yang berbicara tatkala itu.

Tiba-tiba muncul paman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yaitu Abū Lahab (saudara kandung bapaknya) maka dia (Abū Lahab) mengatakan:

تَبًّا لَكَ أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا

_"Celaka engkau (wahai Muhamma), apakah karena ini engkau mengumpulkan kami?"_

(HR Bukhari nomor 4427, versi Fathul Bari nomor 4801)

Karena saat itu Rasūlullāh benar-benar mengumpulkan mereka.

Maka turunlah firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla yaitu surat Al Masad.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman :

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ

_"Binasalah kedua tangan Abū Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa."_

Wallāhu A'lam, sebagian ulamā mengatakan kenapa dikatakan kedua tangan Abū Lahab.

▪Sebagian ulama mengatakan, mungkin ketika Abu Lahab memaki dan mencela Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, dia menunjuk-nunjuk dengan kedua tangannya. Sehingga kedua tangannya yang pertama kali disebut oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

▪Sebagian ulama mengatakan karena kedua tangan merupakan perwakilan dari segala sesuatu. Apabila seseorang hendak melakukan sesuatu, maka dia menggunakan kedua tangannya.

⏺Intinya, celaka Abu Lahab, kedua tangannya dan seluruh tubuhnya..

Demikin, Wabillāhi taufiq.

والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ الله وَبَرَكَاتُهُ

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
-------------------------------------

Surat Al Kafirun, An Nashr Dan Al Lahab (Bagian 04)

Surat Al Kafirun, An Nashr Dan Al Lahab (Bagian 04)

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 10 Rabi’ul Awwal 1439 H / 28 November 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Tafsir Juz 30 | Surat Al Kāfirūn, An Nashr Dan Al Lahab (Bagian 04)
📖 Tafsir Surat An Nashr bagian 02
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Tafsir-H0204
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita lanjutkan dari tafsir Juz'amma surat An Nashr.

Surat ini dikenal dengan nama lain yaitu surat Al Taudi' (surat perpisahan).

Kenapa?

⇛ Karena setelah turun surat ini maka Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak lama kemudian datang ajalnya.

Oleh karenanya banyak ulamā menyatakan surat yang terakhir turun secara lengkap adalah surat An Nashr.

Memang ada ayat-ayat yang terakhir turun seperti ayat:

وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ

_"Takutlah kalian kepada hari dimana kalian akan dikembalikan kepada Allāh."_

(Qs. Al Baqarah :281)

⇛ Ini termasuk ayat yang terakhir turun.

Kemudian, ada juga yang mengatakan ayat yang terakhir turun adalah:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

_"Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian bagi kalian dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu."_

(QS Al Māidah : 3)

⇛Tatkala ayat ini turun, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sedang berhaji (tatkala wukuf di padang Arafah).

Ini ayat-ayat yang terakhir turun, tetapi surat yang lengkap terakhir turun adalah surat An Nashr,

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ

Oleh karenanya nama lain dari surat An Nashr adalah surat Al Taudi' yaitu surat perpisahan, karena surat ini menunjukan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam akan meninggal dunia.

Dalam satu riwayat, tatkala Umar bin Khattab radhiyallāhu Ta'āla 'anhu mengumpulkan ahlul Badr (para shahābat senior), kemudian Umar bin Khattab radhiyallāhu Ta'āla 'anhu juga mengajak Ibnu Abbās radhiyallāhu Ta'āla 'anhuma untuk masuk dalam musyawarah (rapat) tersebut.

Sebagian shahābat agak heran tatkala melihat Umar membawa Ibnu Abbās.

Kenapa?

Karena Ibnu Abbās masih shahābat kecil (masih muda umurnya) sementara shahābat-shahābat lain juga memiliki anak yang hebat sebagaimana Ibnu Abbās.

Akan tetapi:

√ Ibnu Abbās memiliki kelebihan,
√ Ibnu Abbās seorang yang alim,
√ Ibnu Abbās memiliki perhatian khusus tentang tafsir Al Qurān.

Sehingga dikatakan mufasirnya para shahābat.

Tatkala dikumpulkan para shahābat senior bersama Ibnu Abbās, maka Umar bertanya kepada para shahābat senior, bagaimana menurut kalian tentang surat ini:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًافَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

Maka mereka menafsirkan dengan tafsiran yang dzahir, kata mereka artinya :

√ Allāh memberikan anugerah (kemenangan) kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
√ Allāh memberikan pertolongan kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Setelah itu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam diperintahkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk bertasbih dan beristighfār.

⇛ Ini dzahir dari surat An Nashr.

Kemudian Umar bertanya kepada Ibnu Abbās, "Bagaimana menurut engkau wahai Ibnu Abbās tentang surat ini?"

Maka Ibnu Abbās mengatakan, "Surat ini menunjukan bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam akan meninggal dunia."

Kenapa bisa demikian?

Karena ayat ini menunjukan Islām telah jaya.

Buktinya apa?

وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا

√ Telah datang kemenangan
√ Telah datang pertolongan
√ Dan engkau melihat seluruh orang akan berbondong-bondong masuk Islām.

→ Kalau seluruh orang sedang berbondong-bondong masuk Islām berarti tugas Nabi sudah selesai.

→ Kalau tugas Nabi sudah selesai berarti Nabi akan meninggal dunia.

⇛ Ini merupakan pandangan yang tajam dari Ibnu Abbās radhiyallāhu Ta'āla 'anhuma dan benar.

Oleh karenanya setelah turun surat ini kemudian tidak lama Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam meninggal dunia.

Yang menakjubkan, di akhir surat ini Allāh mengatakan :

وَاسْتَغْفِرْه

_"(Wahai Muhammad,) mintalah ampunan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla."_

Apakah Nabi berbuat kesalahan?

Setelah Nabi berdakwah selama 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madīnah, apakah Nabi berbuat kesalahan sehingga diperintahkan untuk beristighfār?

Jawabannya :

Ini menunjukan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tetap mengakui bagaimanapun dia beribadah kepada Allāh tidak akan bisa menyamai keagungan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Seseorang, kalau shalāt, bagaimana pun shalātnya, bagaimanapun khusyuknya tidak akan setara dengan keagungan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

• Allāh sungguh sangat agung.
• Allāh sungguh sangat mulia.

Apa yang kita lakukan, ibadah yang kita lakukan tidak bisa menyamai anugerah yang Allāh berikan kepada kita.

Kemudian, hal ini juga menunjukan bahwa Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak ujub dan tidak bangga dengan apa yang telah dia lakukan.

Bayangkan!

23 tahun Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berdakwah semua yang dilakukan karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

• Beliau diusir dari kaumnya.
• Beliau hendak dibunuh oleh kaumnya.
• Beliau sampai menahan rasa lapar, hinaan dan cacian.

Setiap langkah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, setiap nafas Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, semua karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kemudian setelah 23 tahun dakwah beliau berhasil akan tetapi beliau tidak pernah angkuh dan ujub.

Karenanya di akhir hayat beliau, beliau banyak beristighfār kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Beliau akui bahwasanya bagaimanapun apa yang beliau lakukan pasti ada kekurangannya.

Oleh karenanya kita dapati setiap selesai shalāt dzikir yang pertama diucapkan oleh seorang hamba adalah Istighfār 3 (tiga) kali,

اَسْتَغْفِرُ اَلله - اَسْتَغْفِرُ اَلله - اَسْتَغْفِرُ اَلله

Karena seorang hamba sadar bagaimanapun dia shalāt tidak akan sempurna shalātnya. Dia tidak akan bisa melaksanakan perintah Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan sempurna.

Oleh karenanya, kekurangan tadi di tutup dengan I?istighfār kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kalau Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang shalātnya luar biasa khusyuk, diperintahkan untuk beristighfār bagaimana dengan kita-kita yang shalātnya penuh dengan kekurangan?

Kalau Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang dakwahnya 23 tahun, seluruhnya karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan berhasil dakwah beliau yang kita rasakan keberhasilannya hingga sekarang, diperintahkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk Istighfār, bagaimana dengan para da'i yang lain, yang terkadang dakwahnya belum tentu ikhlas, terkadang dakwahnya belum tentu benar?

Kalau dakwahnya benarpun dia  harus beristighfār kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Oleh karenanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala beliau masuk ke kota Mekkah untuk menaklukan kota Mekkah, beliau (disebutkan) masuk dengan mengendarai kendaraannya dalam keadaan tawādhū. Beliau menundukan wajah beliau. Beliau tidak masuk ke kota Mekkah dengan keangkuhan, dengan penuh kegagahan dengan menyatakan, "Wahai penduduk Mekkah, saya telah datang kalian telah mengusir saya 8 tahun lalu sekarang saya akan menundukan kalian," sama sekali tidak diucapkan oleh Nabi.

Bahkan Nabi berjalan dengan penuh tawādhū (dengan penuh kerendahan). Sampai-sampai disebutkan dagu beliau hampir mengenai pelana tunggangan beliau, karena beliau  tahu bahwasanya seluruhnya karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Tidak ada ujub dalam diri beliau, tidak ada merasa bahwasanya beliau punya peran (andil), semuanya diatur oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan ini merupakan contoh bagi kita terutama para da'i, agar tidak pernah ujub, bangga dengan keberhasilan dakwahnya.

Lihat ! Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam 23 tahun berdakwah diperintahkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk beristighfār.

Setelah turun surat ini Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memperbanyak Istighfār.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ

Beliau membaca doa ini tatkala ruku dan sujud.

Ini diantara dzikir sujud dan ruku yang bisa dibaca bagi orang yang sedang shalāt.

Demikianlah yang bisa disampaikan pada kesempatan kali ini, In syā Allāh kita lanjutkan dengan tafsir surat yang lain.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
-------------------------------------

Surat Al Kafirun, An Nashr Dan Al Lahab (Bagian 03)

Surat Al Kafirun, An Nashr Dan Al Lahab (Bagian 03)

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 09 Rabi’ul Awwal 1439 H / 27 November 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Tafsir Juz 30 | Surat Al Kāfirūn, An Nashr Dan Al Lahab (Bagian 03)
📖 Tafsir Surat An Nashr bagian 01
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Tafsir-H0203
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه

Kita melanjutkan dengan tafsir surat An Nashr.

√ Surat ini adalah surat Madaniyyah, artinya diturunkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla setelah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berhijrah ke kota Madīnah.

√ Surat ini menjelaskan tentang kemenangan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam Fathu Mekkah.

Kemudian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam shalāt 8 (delapan) raka'at di waktu dhuha sebagai bentuk syukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman di awal surat ini:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ

_"Jika telah datang pertolongan Allāh dan kemenangan."_

⇛ "Al fath" di sini sebagaimana penjelasan Ibnu Katsīr rahimahullāh, bahwa seluruh ulamā ('ijmā') yang dimaksud dengan fath di sini adalah Fathu Mekkah.

Fathu Mekkah yaitu saat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menaklukan Mekkah, setelah 8 tahun beliau terusir dari kota Mekkah.

Kita tahu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berdakwah di kota Mekkah selama 13 tahun. Siang dan malam beliau berdakwah akan tetapi orang-orang musyrikin Arab tidak menerima dakwah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Akhirnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam diusir. Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam harus berhijrah:

√ Meninggalkan Mekkah kota yang sangat dicintainya,
√ Meninggalkan tanah kampung halamannya,
√ Meninggalkan banyak nostalgia yang ada di kota Mekkah (rumah istrinya Khadījah, anak-anaknya dilahirkan di Mekkah).

Dan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mencintai kota Mekkah. Beliau rindu untuk selalu bisa beribadah di masjidil Harām dihadapan Ka'bah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Akan tetapi karena kezhaliman kesombongan dan keangkuhan orang-orang musyrikin, mereka ingin membunuh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Bahkan mereka membuat sayembara bahwa barang siapa yang bisa membunuh Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam dan Abū Bakar, akan mendapatkan ganjaran sekian dan sekian ratusan ekor unta.

Akhirnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersama Abū Bakar keluar (berhijrah) meninggalkan kota Mekkah yang dicintainya.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam setelah terusir lama dari kota Mekkah.

Akhirnya 8 tahun kemudian, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam kembali menaklukan kota Mekkah, masuk dengan rahmat dan karunia dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Yang dikenal dengan Fathu Mekkah.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan dalam ayat ini:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ

_"Jika telah datang pertolongan Allāh dan kemenangan."_

وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا

_"Dan engkau melihat orang-orang masuk dalam agama Allāh, berkelompok-kelompok (berbondong-bondong)._"

⇛ Jadi disebutkan oleh para ahli tafsir, banyak kabilah-kabilah Arab yang menanti kemenangan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengalahkan orang-orang kāfir Quraishy.

Mereka mengatakan, "Kalau Muhammad berhasil mengalahkan kaumnya orang-orang kāfir Quraishy maka dia adalah seorang Nabi (ini bukti dia seorang Nabi)."

Dan ternyata benar akhirnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menaklukan kota Mekkah, akhirnya tatkala itu banyak kabilah-kabilah Arab masuk Islām dan membenarkan Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam sebagai Nabi.

Setelah itu kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

_"Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sesungguhnya dia adalah Maha penerima taubat."_

Dan ini menakjubkan para hadirin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla, setelah menjelaskan tentang nikmat dan karunia kemenangan yang Allāh berikan kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka:

√ Allāh menyuruh Nabi untuk bertasbih dengan memuji Allāh, dan
√ Allāh menyuruh Nabi untuk beristighfār kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ

"Fasabbih" artinya :

√ Sucikanlah Allāh Subhānahu wa Ta'āla dari segala bentuk kekurangan.
√ Sucikanlah Allāh Subhānahu wa Ta'āla dari segala bentuk kesyirikan.

"Bihamdi" artinya :

Disertai dengan pengagungan dan pujian.

⇛"Alhamdu" dalam bahasa Arab artinya memuji, menyanjung disertai dengan pengagungan dan kecintaan.

Beda dengan "al madzhu".

⇛Al madzhu artinya juga pujian dan sanjungan, tetapi kalau al madzhu, pujian (madzah), itu tidak mesti disertai dengan pengangungan dan kecintaan.

Contohnya:

→ Saya memuji bangunan. Saya mengatakan, "Bangunan ini indah," tidak berarti saya mencintai atau mengagungkan bangunan tersebut.

→ Saya mengatakan (misalnya), "Tembok ini, tembok yang bagus," bukan berarti saya mencintai tembok tersebut, bukan berarti saya mengagungkan tembok tersebut.

Tetapi kalau al hamdu, alhamdulillāh (saya memuji Allāh), maka disertai dengan pengagungan dan kecintaan.

Allāh mengatakan:

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ

_"Dan sucikanlah Allāh Subhānahu wa Ta'āla disertai dengan sanjungan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla."_

Jadi, selain mensucikan Allāh dari segala bentuk kesyirikan, mensucikan Allāh dari segala bentuk kekurangan, sertakanlah dalam pensucian tersebut pujian-pujian terhadap Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

وَاسْتَغْفِرْهُ

_"Dan mintalah ampunan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla."_

Setelah turun surat ini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sering membaca dalam ruku dan sujudnya:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ

Karena Allāh mengatakan:

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bertasbih dan beristighfār dalam ruku dan sujudnya untuk mengamalkan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla (surat ini).

Kemudian Allāh mengatakan:

إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

_"Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla Maha penerima taubat."_

Demikian, wabillāhi taufiq.

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
-------------------------------------

NASEHAT TERBAIK ORANG TUA KEPADA PEMUDA

NASEHAT TERBAIK ORANG TUA KEPADA PEMUDA

🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 07 Rabi’ul Awwal 1439 H / 25 November 2017 M
👤 Ustadz Nur Rosyid Abu Rosyidah
📔 Materi Tematik | Nasehat Terbaik Orang Tua Kepada Pemuda
⬇ Download Audio: BiAS-RAR-NasehatTerbaikOrangTuaKpdPemudaTV
🌐 Sumber: https://youtu.be/aTeTJalrimc
----------------------------------

*NASEHAT TERBAIK ORANG TUA KEPADA PEMUDA*

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

الْحَمْدُ للَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى. الْحَمْدُ لِلَّهِ والصلاة وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ وعلى اله وصحبه ومن والاه لا حول ولا قوة الا بالله

Mā'āsyiral muslimīn saudara-saudaraku sekalian yang menyintai sunnah dan dicintai oleh Allāh.

Jika kita perhatikan, ada beberapa lafal-lafal yang dinasehatkan orang tua kepada putranya, terutama yang masih remaja, yang masih pemuda, beberapa hal perlu sedikit diluruskan.

Seringkali karena rasa cinta yang mendalam dari seorang orang tua kepada putranya atau putrinya, ia mengatakan:

"Wahai anakku kalau kamu ada apa-apa di luar sana beritahu bapak."

Atau ia mengatakan kepada putranya:

"Nak, kalau butuh apa-apa minta sama bapak."

Maka, mā'āsyiral muslimīn, saudara-saudaraku sekalian yang menyintai sunnah dan dicintai oleh Allāh.

Ada satu hadīts yang menarik. Hadīts ini banyak di antara kita yang sudah menghapalnya, bahkan in Syā Allāh sudah lama menghapalnya.

Hadīts yang dinukilkan oleh Imām Nawawi rahimahullāh dalam Arba'in An Nawawīyyah hadits ke-19. Ketika Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ رُفِعَتْ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ

(HR Tirmidzi nomor 2440, versi Maktabah Al Ma’arif Riyadh nomor 2516)

Maka hadīts ini, saudara-saudaraku sekalian, sebetulnya hadīts yang sangat menarik, yaitu ketika kita melihat dari siapa yang meriwayatkan hadīts ini, kepada siapa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyampaikan hadīts ini.

Hadīts ini diriwayatkan dari shahābat 'Abdullāh ibnu 'Abbās, beliau merupakan shahābat yang mulia dan kemuliannya juga berupa keistimewaan baginya jikalau kita melihat bagaimana sosok Ibnu 'Abbās di mata kita sekarang.

Saudara-saudaraku, shahābat Ibnu 'Abbās ini bersama Rasūlullāh tidak lama. Ada berbagai riwayat yang menjelaskan, ada yang mengatakan bahwa shahābat Ibnu 'Abbās radhiyallāhu 'anhum bersama Rasūlullāh di startnya pada saat beliau berusia 8 atau 9 tahun. Kemudian:

√ Ada yang mengatakan sampai usia 11 tahun.

√ Ada yang mengatakan sampai usia 13 tahun.

√ Ada yang mengatakan sampai usia 15 tahun.

Ada perbedaan dikalangan para ulamā. Anggap kita memakai standar yang tengah yaitu 13 tahun.

Maka ketika kita melihat bahwasanya Ibnu 'Abbās radhiyallāhu 'anhu bersama Rasūlullāh ketika berusia 8 sampai 13 tahun, kurang lebih sekitar 5 tahun.

Apa yang disampaikan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada seorang bocah, seorang pemuda yang usianya 13 tahun?

Beliau mengatakan:

يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ

_"Nak, aku mengajarkan kepadamu beberapa kalimat, jagalah Allāh maka Allāh akan menjagamu, jagalah Allāh niscaya engkau akan dapati Allāh berada didepanmu menjadi penolongmu, kalau engkau meminta sesuatu maka mintalah kepada Allāh, kalau engkau meminta perlindungan maka mintalah perlindungan kepada Allāh."_

Mā'āsyiral muslimīn, saudara-saudaraku sekalian yang mencintai sunnah dan dicintai Allāh.

Pernahkah kita memberikan nasehat kepada putra/putri kita yang masih remaja yang mungkin berusia 13 tahun, seusia bocah lulusan SD, mengatakan sebuah nasehat yang sarat makna seperti ini, yang penuh dengan faedah seperti ini?

Sering kali diantara kita mengatakan:

"Nak, kalau diluar sana ada yang mengganggu mu beri tahu bapak nak."

Atau sering kali kita mengatakan kepada putri kita:

"Kalau kamu minta sesuatu jangan minta kepada yang lain, mintalah pada bapak."

Ketahuilah bahwa ini tidak sebagaimana yang diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam kepada seorang bocah di kala itu. Seorang bocah yang kemudian dengan keistimewaannya, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menasehatkan sesuatu yang sarat makna.

Seusia 13 tahun, yang mana kalau seumuran kita sekarang, di zaman kita baru saja lulus SD, namun nasehatnya benar-benar sarat makna.

Menyerukan kepada para pemuda, hendaklah ketika kita meminta sesuatu mintanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, bukan kepada abi kita atau bapak kita.

Ketika kita meminta atau membutuhkan bantuan, meminta pertolongan mintanya kepada Allāh.

Maka marilah kita sebagai orang tua dan juga kepada adik-adik kita (para pemuda atau yang mungkin masa remaja) baru saja masuk masa-masa pubernya, kita nasehatkan sebuah nasehat yang lebih mencontoh terhadap apa yang dicontohkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Kalau anak kita menginginkan sesuatu kita kabarkan, kita sampaikan kepadanya:

"Nak, kalau kamu minta sesuatu minta kepada Allāh."

Ajarkan!

"Ketika engkau minta laptop nak, maka mintalah kepada Allāh, 'Yā Allāh, saya butuh laptop, maka tolong yā Allāh semoga bapak, engkau berikan rejeki yang lebih sehingga bisa memberikan saya laptop'."

Atau ketika anak kita mungkin butuh kendaraan, kita sampaikan nasehat yang indah.

"Nak, kalau memang kamu rasa butuh kendaraan, minta sama Allāh, semoga Allāh yang Maha kaya melalui wasīlah siapapun itu kemudian memberikanmu motor."

Kalau ini terjadi jama'ah sekalian, saudara-saudaraku sekalian, sang anak benar-benar akan menjadikan Allāh sebagai gantungan pertamanya.

Ketika akhirnya ia mendapatkan laptop yang ia pertama kali ucapkan terima kasih, bukan kepada bapaknya.

Ketika ia mendapatkan hadiah motor dari pamannya, sebab karena dia berdo'a, maka ia mengucapkan terima kasih yang pertama bukan kepada pamannya tetapi kepada Allāh.

Maka mā'āsyiral muslimīn rahimani wa rahimakumullāh, dalam kelanjutan hadīts ini sejatinya Nabi kita yang mulia Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam juga mengajarkan kepada para pemuda yaitu Ibnu 'Abbās agar tidak menjadi pemuda yang galau, agar tidak menjadi pemuda yang mudah baper.

Kenapa?

Karena dalam kelanjutan hadīts tersebut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ

_“Ketahuilah bahwasanya, seandainya manusia ini kemudian bersepakat untuk memberikan manfaat kepadamu, ketahuilah nak, engkau tidak akan mendapatkan manfaat itu kalau Allāh tidak menghendakimu mendapatkan manfaat itu.”_

Melainkan kalau engkau mendapatkan manfaat bukan karena segerombolan manusia tetapi karena Allāh telah memutuskan untukmu.

Begitu juga sebaliknya:

وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ

_“Kalau ada segerombolan manusia (sekumpulan pemuda) hendak mencelakanmu, hendak mengeroyokmu, maka ketahuilah engkau tidak akan dicelakan, tidak akan dikeroyok melainkan itu sudah menjadi ketetapan Allāh Subhānahu wa Ta'āla atasmu.”_

Maka jama'ah sekalian, saudara-saudaraku yang menyintai sunnah dan dicintai Allāh.

Ini mengajarkan kepada pemuda ketika diberikan nasehat seperti ini selain yang pertama penggantungan diri yang utama hanya kepada Allāh, maka kemudian iman terhadap taqdir.

Keimānan pada taqdir bukan kepada quantitas atau kwalitas orang. Ketika ada segerombolan orang yang mungkin hendak memberikan manfaat kepada kita, kita tidak mudah baper,  tidak mudah luluh karenanya, tidak mudah disogok.

Begitu pula ketika kita hendak dicelakakan, hendak dicelakai oleh siapapun itu maka kita tidak mudah ciut nyalinya, kecil hatinya.

Ini mengajarkan kekokohan mental dan ini, jama'ah sekalian, sudah diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dikala itu kepada pemuda.

Maka wahai ayah, wahai bapak:

√ Janganlah pelit engkau memberikan nasehat yang sarat makna kepada pemuda.

√ Jangan engkau hanya memberikan nasehat-nasehat yang sepele namun bobotlah, beri bobot yang lebih dalam nasehatmu kepada anak.

Karena anak itu adalah aset kita. Ketika kita mengantungkan anak ini kepada Allāh dan mengajarkan kepada anak bahwa ia menggantungkan segalanya kepada Allāh maka ini akan mengkokohkan mentalnya, agar anak tidak mudah baper, tidak mudah galau, tidak mudah disogok, tidak mudah dicelakai dan lain sebagainya.

Dan ini sungguh sebuah parenting nabawi yang telah diajarkan beberapa puluh abad yang lalu, oleh para generasi terbaik.

Mereka langsung mendapatkan bimbingan dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Siapa kita di akhir zaman seperti ini yang tidak mau mencontoh mereka?

Maka mā'āsyiral muslimīn, saudara-saudaraku sekalian, mari kita bimbing adik-adik kita, bimbing pemuda-pemuda kita, bukan hanya dalam lingkup keluarga kita namun juga remaja-remaja masjid, DKM-DKM masjid, anak tetangga kita ataupun saudara kita yang notabenenya mereka syabab, notabenenya mereka pemuda, kita kokohkan mental mereka, perkuat keimānan mereka, melalui nasehat-nasehat sarat makna.

Maka jangan sampai kecintaan kita yang berlebih kepada putra/putri kita memberikan fitnah kepada kita.

Maka marilah saudara-saudaraku sekalian, kita mencontoh bagaimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan nasehat kepada pemuda dan mari kita praktekkan itu kepada pemuda disekeliling kita.

Ini yang mungkin bisa saya sampaikan.

أفول ما تسمعون وآخر الكلام وآخر الدعوان عن الحمد لله رب العالمين

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
————————————

HADITS 2 ARBA'IN NAWAWI FAEDAH-FAEDAH (BAGIAN 5 DARI 5)

HADITS 2 ARBA'IN NAWAWI FAEDAH-FAEDAH (BAGIAN 5 DARI 5)

🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 06 Rabi’ul Awwal 1439 H / 24 November 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Hadits Arba’in Nawawī
🔊 Hadits Kedua | Faedah Hadits Jibril (Bagian 05 dari 05)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-HaditsArbainNawawi-0211
-----------------------------------

*HADITS 2 ARBA'IN NAWAWI FAEDAH-FAEDAH (BAGIAN 5 DARI 5)*

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم  صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وأخوانه

In Syā Allāh, kita melanjutkan pembahasan faedah-faedah yang bisa diambil dari hadīts Jibrīl.

Kita lanjutkan sekarang tentang pemahaman orang-orang khawarij.

Yang lebih parah daripada 'aqidahnya orang Khawārij adalah 'aqidahnya orang-orang Rāfidhah (orang-orang Syi'ah), dimana mereka begitu semangat mengkāfirkan para shahābat.

Oleh karenanya kalau antum baca dalam kitāb Al Kāfī, karangannya Al Qulaini, disebutkan bahwasannya:

كان الناس أهل ردة بعد النبي صلى الله عليه وآله وسلم إلا ثلاثة فقلت : ومن الثلاثة ؟ فقال : المقداد بن الأسود وأبو ذر الغفاري وسلمان الفارسي

_(Diriwayatkan dari Imām mereka, Abū Ja'far, menurut persangkaan mereka, bahwasannya) "Para shahābat murtad tatkala wafatnya Nabi shalallahu'alayhi wasallam, kecuali tiga orang yang tidak murtad, yaitu:_

_⑴ Al Miqdad_
_⑵ Abū Dzar Al Ghifari_
_⑶ Salman Al Farisi_

Ini tiga orang yang tidak kāfir.

Dalam riwayat yang lain, ditambah orang ke-4 yaitu Amar bin Yasir.

Yang lainnya semua murtad.

Siapa saja?

⑴ Abu Bakar,
⑵ Umar,
⑶ Utsman

Dan banyak lagi.

Semuanya tidak ada yang selamat.

Kalau orang-orang Khawārij hanya mengkāfirkan sebagian shahābat, tidak seluruhnya. Mereka hanya mengkāfirkan sebagian shahābat yang ikut fitnah dan dua hakim tadi dan yang ridhā.

Adapun para shahābat yang tidak ikut-ikutan dalam fitnah, tidak dikāfirkan. Adapun orang-orang Rāfidhah mereka mengkāfirkan seluruh shahābat.

Ini yang sangat mengerikan, yang dikāfirkan adalah para shahābat yang sangat mulia, seperti Abū Bakar, 'Umar, 'Utsman dan para shahābat-shahābat yang lainnya.

Dikatakan murtad, karena tidak menganggap Ali sebagai khalifah setelah wafatnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Sebabnya itu saja.

Oleh karenanya, kalau kita baca dalam buku-buku mereka, do'a-do'a mereka isinya adalah laknat kepada para shahābat.

Diantara do'a mereka, kata mereka:

"Barangsiapa yang membaca do'a ini maka dia seakan-akan ikut dalam perang badr, dalam perang uhud dan dalam perang hunain."

Apa do'anya?

"Yā Allāh, laknatlah dua berhala orang-orang Quraisy (maksudnya Abū Bakar dan 'Umar) dan kekalkanlah mereka berdua dalam neraka Jahannam dan laknatlah para penolong mereka."

Maksudnya orang-orang yang mencintai Abū Bakar dan 'Umar juga dido'akan laknat oleh mereka dan dido'akan masuk neraka oleh mereka.

Oleh karenanya pengkāfiran mereka lebih parah dan lebih sadis daripada orang-orang Khawārij.

Yang dikāfirkan bukan sembarang orang, yang dikàfirkan Abū Bakar, 'Umar, 'Utsman dan para shahābat yang mulia yang dianggap murtad, gara-gara tidak meyakini adanya Ali sebagai khalifah setelah wafatnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Maka berhati-hatilah dengan pemikiran pengkāfiran model seperti ini. Meskipun mereka sering menutup-nutupi diri, menyatakan,  "O...... tidak demikian, O....tidak demikian."

Kita katakan buku-buku kalian mengucapkan semua ini. Kalian percaya dengan buku kalian atau tidak?

Kalau kalian tidak percaya,  berarti kalian pura-pura saja. Ini buku kalian yang kalian imāni. Isinya mengkāfirkan para shahābat radhiyallāhu 'anhum.

Demikian juga kita dapati, sebagian kaum muslimin yang terpengaruh dengan faham Khawārij. Saya tidak mengatakan mereka Khawārij secara murni, tidak. Tetapi mereka terpengaruh dengan faham Khawārij.

Oleh karenanya kalau kita baca, penjelasan para ulamā, apa sih 'aqidahnya orang-orang Khawārij?

Maka disebutkan 'aqidah orang Khawārij terkumpul pada 3 point utama.

Antum bisa baca buku:

⑴ Abū Hasan Al Asyari dalam kitābnya Maqalatul Islāmiyin.

⑵ Kitābnya Al Fishl fil Milal wal Nihal wal Ahwa karangannya Ibnu Hasm rahimahullāh.

⑶ Kitāb Al Farqu Bainal Firāq - Abdul Qohir al-Baghdadi.

⑷ Syeikh Ristani - Milal wan Nihal.

Mereka sebutkan bahwasannya orang-orang Khawārij, meskipun berbagai macam firqah, mereka berkumpul pada 3 point utama, yaitu:

⑴ Yang pertama mengkāfirkan Ali bin Abi Tholib dan juga 2 hakamain (Abū Mūsā Al Asyari dan Amar bin Ash) dan orang-orang yang ridhā dengan keputusan ini.

Semuanya dikafirkan oleh orang-orang Khawārij.

⑵ Yang kedua mengkāfirkan pelaku dosa besar.

Tadi dianggap tidak berhukum dengan hukum Allāh maka dikāfirkan.

⑶ Yang ketiga mereka memandang wajib keluar dari Imām yang zhālim.

Ini di antara 'aqidahnya orang Khawārij.

Kata mereka, "Kalau ada imām yang zhālim, kita harus berontak."

Adapun Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak menyampaikan demikian. Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menjelaskan dalam hadīts-hadīts, bahwasannya selama seorang imām belum kāfir maka dilarang kita untuk memberontak.

Dan dalīlnya terlalu banyak. Kenapa?

Karena pemberontakan menimbulkan banyak sekali malapetaka. Terjadi pertumpahan darah di antara kaum muslimin, terjadi pembunuhan di antara kaum muslimin, hilang keamanan, terjadi pencurian. Setiap orang melakukan apa yang dia inginkan dan ini yang terjadi di sebagian negeri-negeri kaum muslimin.

Gara-gara nekat senantiasa selalu memberontak dan mudah mengkāfirkan pemerintah misalnya.

Pemerintah langsung dikāfirkan, misalnya gara-gara berhukum dengan selain hukum Allāh. Padahal sang presiden masih shalāt, masih berpuasa, masih membayar zakāt.

Mungkin saja dia berhukum dengan selain hukum Allāh tetapi dia tahu bahwasannya Al Qur'ān yang terbaik. Dia hanyavmeneruskan hukum (misalnya hukum Belanda) yang selama ini dipraktekkan di tanah air. Akhirnya orang seperti ini dikāfirkan.

Presidennya dikāfirkan, seluruh MPR dikàfirkan, seluruh DPR dikāfirkan. Seluruh orang yang jualan di DPR, tukang sapu-sapunya, tukang bersih-bersihnya semua juga kāfir.

Kenapa?

Karena dianggap ikut-ikut mensukseskan program kekāfiran. Ini benar ada kelompok seperti ini.

Pegawai Negeri hampir seluruhnya dianggap kāfir kecuali sebagian, Subhānallāh.

Oleh karenanya ini 'aqidah yang berbahaya yang juga tersebar di negara kita. Sebagian orang-orang (saya tidak mengatakan mereka orang-orang Khawārij, tapi mereka terpengaruh dengan pemahaman seperti ini). Pengkafiran berantai.

Ini perkara yang sangat berbahaya, dan harus kita ingatkan kaum muslimin agar tidak terjerumus dalam pemikiran seperti ini.

Oleh karenanya kenapa tadi saya panjang-lebar menjelaskan tentang masalah keimānan.

Bahwasannya imān itu bercabang-cabang. Harus kita faham. Iman itu ibarat pohon, ada akarnya, ada ranting-rantingnya, ada cabang-cabangnya.

Kalau patah sebagian cabang tidak mesti pohonnya dicabut semuanya.

Kapan pohonnya dicabut?

Kalau akarnya dicabut, baru kemudian pohon tersebut dicabut.
Baru hilanglah keimānan seseorang.

Jika seseorang terjerumus dalam bentuk-bentuk hal-hal yang bisa mengkāfirkan maka akan menghilangkan akar daripada pohon keimānannya.

Contohnya hal-hal yang bisa mengkāfirkan dia misalnya dia terjerumus dalam kesyirikan. Dia meyakini ada pencipta selain Allāh atau dia meyakini Allāh punya anak. Ini kesyirikan.

Contohnya dia menganggap bahwasannya seluruh agama masuk surga. Agama Yahūdi masuk surga, agama Nashrāni masuk surga, agama Hindu masuk surga, agama Budha masuk surga, semuanya masuk surga. Agama ini hanyalah sekedar adat budaya, yang mengantarkan pada akhlak yang mulia. Sebagaimana yang sering diucapkan oleh da'i-da'i liberal (pluralisme) yang menyatakan, menggambarkan agama ini seakan-akan seperti budaya.

Sehingga budaya mana saja yang bisa mengantarkan kepada akhlak yang mulia maka itu benar. *Dan hal ini tidak benar.*

Justru yang paling diperhatikan oleh agama adalah masalah peribadatan. Masalah akhlak itu masalah sekunder bukan masalah primer.

Masalah primer adalah masalah bahwasannya Allah harus di Esakan:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ 

_Allāh Maha Esa._

Barangsiapa yang tidak mengakui bahwa Allāh itu Maha Esa maka dia musyrik. Siapapun dia. Akhlaknya sebaik apapun, maka dia musyrik.

Dan ini,  in Syā Allāh nanti akan kita jelaskan tentang Al Imān billāhi.

Ini kira-kira yang bisa saya sampaikan, tentang masalah definisi imān, kemudian Islām. Jika bergabung maka berpisah, jika berpisah maka bergabung.

Dan semoga ada faedahnya. Dan kita berusaha untuk menambah keimānan kita. Semakin banyak cabang-cabang keimānan yang kita lakukan, semakin tinggi imān kita.

Dan semakin sedikit, semakin kita bermaksiat, cabang-cabang kekufuran yang kita lakukan maka semakin lemah imān kita.

Dan dengan imān inilah kita akan bertemu dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Barangsiapa imānnya tinggi, maka dia akan meraih surga yang lebih tinggi. Dia akan meraih kenikmatan yang lebih hebat daripada orang yang imānnya lebih rendah.

Wallāhu A'lam bish Shawab.

Sampai di sini saja, apa yang bisa saya sampaikan.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
_____________________

HADITS 2 ARBA'IN NAWAWI FAEDAH-FAEDAH (BAGIAN 4 DARI 5)

HADITS 2 ARBA'IN NAWAWI FAEDAH-FAEDAH (BAGIAN 4 DARI 5)

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 05 Rabi’ul Awwal 1439 H / 23 November 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Hadits Arba’in Nawawī
🔊 Hadits Kedua | Faedah Hadits Jibril (Bagian 04 dari 05)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-HaditsArbainNawawi-0210
-----------------------------------

*HADITS 2 ARBA'IN NAWAWI FAEDAH-FAEDAH (BAGIAN 4 DARI 5)*

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم  صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وأخوانه

Kita melanjutkan pembahasan faedah-faedah yang bisa diambil dari hadīts Jibrīl.

Kita lanjutkan, sekarang pemahaman orang-orang Khawārij dan Mu'tazilah.

Pemahaman mereka sama, mereka meyakini bahwasannya imān adalah satu kesatuan, tidak mungkin terpisah-pisah. Kalau lepas satu lepas semuanya. Ini 'aqidah mereka.

Dari sini mereka meyakini, kalau ada seorang melakukan dosa besar maka dia kāfir.

Kenapa?

Karena mereka memandang satu sudut pandang.

Ada dalīl dalam hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ

_"Tidaklah seorang yang sedang berzinah (tatkala dia sedang berzina), dia seorang mukmin.”_

وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ

_"Dan tidaklah seorang mencuri sedang mencuri dalam keadaan berimān."_

وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ شَارِبُهَا حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ

_"Dan tidaklah seorang sedang minum khamr dia itu berimān tatkala sedang minum khamr."_

Menurut mereka, ini berarti Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan tidak berimān.

√ Orang yang minum khamr tidak beriman,
√ Orang yang mencuri tidak berimān,
√ Orang yang berzina tidak berimān.

Berarti dosa-dosa besar dan mengeluarkan orang dari Islām.

Dari sinilah kata mereka bahwa imān itu satu kesatuan,  kalau ada amalan yang lepas maka hilang seluruh amalan tersebut.

Berbalik dengan yang tadi. Ini memandang keimānan dari satu sisi, Murji'ah memandang dari sudut yang berlawanan.

Kalau Murji'ah tadi memandang, ternyata orang-orang yang bermaksiat tidak dikāfirkan oleh Nabi, orang mencuri tidak dikāfirkan (hanya dipotong tangannya), orang yang berzinah tidak dikāfirkan (hanya dirajam atau dicambuk), berarti imānnya ada.

Berarti ini semua bukan dari keimānan (yang ini lihatnya terbalik) mereka melihat sebagian hadīts.

√ Orang yang sedang mencuri tidak berimān.
√ Orang yang sedang berzina tidak berimān.
√ Orang yang sedang minum khamr tidak berimān.

Berarti orang-orang yang melakukan dosa besar, dia terjerumus ke dalam kekufuran. Dan ini 'aqidahnya orang-orang Khawārij.

Oleh karenanya pemahaman takfir (mudah mengkāfirkan kaum muslimin) yang pertama kali muncul dalam sejarah Islām dilakukan oleh orang-orang Khawārij (yaitu) di zaman 'Ali bin Abi Thālib radhiyallāhu 'anhu.

Sekarang kita bantah mereka.

Jadi syubhat mereka (kerancuan pemikiran mereka) bersumber pada memahami bahwasanya imān itu satu kesatuan tidak mungkin bercabang-cabang. Kalau hilang sebagian maka hilang seluruhnya.

Kata mereka, imān itu ibarat angka 10, kalau angka 10 satunya hilang namanya 9 bukan 10 lagi.

Seperti kata mereka ada makanan namanya sakkan jabin, sakkan jabin adalah makanan yang rasanya asam dan manis (rasa nano-nano). Kalau ada rasa asamnya hilang, namanya bukan nano-nano lagi, namanya permen yang lain. Kata mereka, demikianlah imān. Kalau ada hilang sebagian, hilang seluruhnya.

Kita bantah, kita mengatakan terlalu banyak dalīl yang menunjukkan imān itu bercabang-cabang sebagaimana tadi kita sebutkan.

Adapun masalah penamaan angka 10, kita katakan angka 10 kalau diambil 1 memang namanya bukan 10 lagi, tapi jadi 9, masih ada sisanya.

Ibarat pohon, kalau ada pohon keimānan yang sempurna, yang lebat kemudian kita patahkan rantingnya, pohon ini berubah namanya, bukan pohon yang lebat lagi. Tapi pohon yang sudah tidak lebat. Tapi pohonnya masih ada. Imānnya masih ada.

Dan terlalu banyak dalīl dalam hadīts-hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang menunjukkan ada orang-orang pelaku maksiat dihukum, disiksa oleh Allāh dalam neraka Jahannam kemudian dikeluarkan.

Seperti dalam shahīh Bukhāri, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan: 

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ رَحْمَةَ مَنْ أَرَادَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، أَمَرَ اللَّهُ الْمَلاَئِكَةَ أَنْ يُخْرِجُوا مَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللَّهَ، فَيُخْرِجُونَهُمْ وَيَعْرِفُونَهُمْ بِآثَارِ السُّجُودِ، وَحَرَّمَ اللَّهُ عَلَى النَّارِ أَنْ تَأْكُلَ أَثَرَ السُّجُودِ فَيَخْرُجُونَ مِنَ النَّارِ،

_Tatkala Allāh Subhānahu wa Ta'āla ingin memberi rahmat kepada penghuni neraka Jahanam, maka Allāh perintahkan kepada para malāikat agar para malāikat mengeluarkan dari neraka Jahannam orang-orang yang pernah menyembah Allāh Subhānahu wa Ta'āla._

_Maka malāikat pun masuk dalam neraka Jahannam kemudian mengeluarkan orang-orang yang dibakar (sudah terbakar) dikeluarkan dari neraka Jahanam._

Malāikat mencari orang-orang tersebut dari bekas sujud.

Dalam hadīts disebutkan bahwasannya Allāh

وَحَرَّمَ اللهُ عَلَى النَّارِ أَنْ تَأْكُلَ أَثَرَ السُّجُوْدِ 

_"Allāh mengharāmkan neraka Jahannam untuk membakar bekas sujud."_

Seluruh anggota tubuh yang lain dibakar oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla kecuali bekas sujud.

Ini berarti orang ini adalah orang yang shalāt tetapi diadzab di dalam neraka Jahannam. Berarti dia shalāt tetapi dia melakukan kemaksiatan.Ternyata orang ini suatu saat dikeluarkan dari neraka Jahannam.

Buktinya menunjukkan dia bukan kāfir, kalau dia kāfir tidak mungkin dia keluar dari neraka Jahanam.

Dalam hadīts yang lain kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam;

يخرج من النار من كان في قلبه مثقال ذرة من إيمان

_"Dikeluarkan dari neraka Jahannam, orang yang dalam hatinya sedikit keimānan."_

⇒ Berarti ada orang Islām pelaku kemaksiatan, pelaku dosa besar, disiksa oleh Allāh dalam neraka Jahannam, Dibakar tetapi suatu saat dikeluarkan oleh Allāh karena masih ada keimānannya dalam hatinya.

Menunjukkan bahwasanya imān bertingkat-tingkat. Tidak sebagaimana dipahami oleh orang-orang Murji'ah dan sebagaimana dipahami oleh orang-orang Khawārij yang mengatakan kalau ada sebagian hilang, hilang seluruhnya.

Agar kita tidak mudah mengkāfirkan orang-orang muslim, kita hanya mengkāfirkan, yang dikāfirkan oleh Allāh dan Rasūl-Nya.

Kalau ada orang melakukan kemusyrikan, kita bilang dia telah menggugurkan asal keimānan. Karena asal keimānan adalah kalimat: لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ (tidak ada sembahan yang disembah kecuali Allāh Subhānahu wa Ta'āla).

Barangsiapa yang melakukan syirik akbar (beribadah kepada selain Allāh), maka dia telah menggugurkan akar dari keimānanya.
Maka dia terjerumus ke dalam kekufuran.

Adapun jika dia hanya melakukan kemaksiatan atau kemudian dia berzinah, maka orang ini tidak kāfir.

Oleh karenanya bid'ah yang pertama kali muncul di zaman para shahābat adalah bid'ahnya Khawārij. Orang-orang, suatu kaum, yang mereka mudah mengkāfirkan kaum muslimin.

Orang-orang Khawārij, mereka dahulunya masuk dalam barisan Ali bin Abi Thālib dalam perang siffin, namun akhirnya terjadi perdamaian antara Ali bin Abi Thālib dengan Muawiyah (terjadi fitnah), maka Ali bin Abi Thālib mengirim wakil sebagai wakilnya Ali untuk berunding dengan wakilnya Muawiyah.

Wakil dari Ali yaitu shahābat yang bernama Abū Mūsā Asy Asyari, adapun wakil dari Muawiyah adalah Amr bin Ash radhiyallāhu 'anhumā. Maka diuruslah dua wakil ini untuk membicarakan perdamaian antara pasukannya Ali dan pasukannya Muawiyah.

Rupanya hal ini tidak disetujui oleh orang-orang Khawārij, dan ini terjadi pada tahun 37 Hijriyyah.

Orang-orang Khawārij benci akan hal ini, maka mereka mengkāfirkan Ali bin Abi Thālib dan mereka mengkāfirkan Muawiyah dan mereka mengkāfirkan dua wakil ini dan mereka mengkāfirkan seluruh orang yang ridhā dengan dua wakil ini.

Kenapa?

Karena mereka datang kepada Ali bin Abi Thalib, mereka mengatakan:

أحكمت رجل في الكتاب الله

_"Apakah kau menjadikan orang-orang manusia untuk mengatur Al Qur'ān?"_

Harusnya kita kembali kepada Al Qur'ān:

 إن الحكم إلا لله 

_"Hukum hanyalah milik Allāh Subhānahu wa Ta'āla."_

Kenapa harus mengutus dua wakil sehingga akhirnya mereka menganggap Ali telah melanggar Al Qur'ān, terjerumus dalam dosa besar, berhukum dengan hukum manusia. Maka dikāfirkanlah Ali bin Abi Thālib.

Dan timbullah pengkāfiran secara beruntun,  Ali bin Abi Thālib yang mengutus wakil kāfir, Muawiyah yang mengutus wakilnya juga-kāfir, dua wakil ini juga kāfir.

Keputusannya merupakan kekufuran (menurut mereka) dan seluruh yang ridhā dengan keputusan ini, semuanya juga kāfir.

Akhirnya mereka mengkāfirkan Ali dan para shahābatnya, berkumpullah mereka, berjumlah sekitar 12,000 orang di Harura tempatnya. Maka Ali bin Abi Thālib mengutus Ibnu Abbās radhiyallāhu 'anhumā.

Orang-orang Khawārij ini luar biasa ibadahnya.

Sampai kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

تَحْقِرُونَ صَلاَتَكُمْ مَعَ صَلاَتِهِمْ وَصِيَامَكُمْ مَعَ صِيَامِهِمْ وَأَعْمَالَكُمْ مَعَ أَعْمَالِهِمْ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَلاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّةِ تَنْظُرُ فِي النَّصْلِ فَلاَ تَرَى شَيْئًا وَتَنْظُرُ فِي الْقِدْحِ فَلاَ تَرَى شَيْئًا وَتَنْظُرُ فِي الرِّيشِ فَلاَ تَرَى شَيْئًا وَتَتَمَارَى فِي الْفُوقِ

_“Kalian akan meremehkan shalat kalian bila melihat shalat mereka. Begitu juga dengan shaum kalian, jika melihat shaum mereka, serta amal kalian jika melihat amal mereka._

_Akan tetapi, mereka membaca Al Qurān, namun bacaan mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan, mereka keluar dari Din, sebagaimana meluncurnya anak panah dari busurnya._

_Ia melihat pada ujung panahnya, namun ia tidak mendapatkan sesuatu, kemudian melihat pada lubangnya, juga tak menemukan sesuatu, lalu ia melihat pada bulunya juga tidak melihat sesuatu. Ia pun saling berselisih akan ujung panahnya."_

(HR Bukhari nomor 5058)

"Wahai para shahābat, kalian akan merasa minder, merasa rendah jika kalian membandingkan shalāt kalian dengan shalātnya orang-orang Khawārij."

"Dan kalian juga akan meremehkan puasa kalian jika dibandingkan puasanya orang-orang Khawārij."

Tubuh mereka pucat karena kurang tidur, karena mereka puasa dan shalāt malam. Ibadahnya luar biasa.

Tetapi mereka, kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam wasallam adalah anjing-anjing neraka.

Mereka ini terjerumus dalam dosa yang berbahaya, dosa mudah mengkāfirkan kaum muslimin. Tanpa dalīl, hanya sekedar dianggap berhukum dengan hukum selain Allāh langsung dikāfirkan.

Mereka berkumpul sekitar 12,000 orang, maka Ali bin Abi Thālib mengutus Ibnu Abbās, Ibnu Abbās di antara para shahābat yang alim dan beliau mendebat mereka.

Sampai akhirnya setengah atau sepertiga sadar, 6000 atau 4000 kembali kepada pasukannya Ali bin Abi Thālib sisanya tinggal 6000 atau tinggal 8000 yang tidak mau kembali, kemudian diperangi oleh Ali bin Abi Thālib.

Mereka ini terjerumus dalam dosa yang berbahaya, dosa mengkāfirkan.

Dan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

سَيَخْرُجُ قَوْمٌ فِـي آخِرِ الزَّمَانِ، أَحْدَاثُ اْلأَسْنَانِ، سُفَهَاءُ اْلأَحْلاَمِ، يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ، لاَ يُجَـاوِزُ إِيْمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ، فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

_"Akan keluar satu kaum di akhir zaman, (mereka) adalah orang-orang yang masih muda, akal mereka bodoh, mereka berkata dengan sebaik-baiknya perkataan manusia. Keimanan mereka tidak melewati kerongkongan. Mereka keluar dari agama bagaikan anak panah yang keluar dari busurnya. Di mana saja kalian menjumpai mereka, maka (perangilah) bunuhlah, karena sesungguhnya dalam memerangi mereka terdapat pahala di hari Kiamat bagi siapa saja yang membunuh mereka."_

(Shahīh Al Bukhari (XII/283, Al Fath) dan Shahīh Muslim kitab Az Zakāh, bab At Tahrīdh ‘ala Qatlil Khawārij (VII/169, Syarh An Nawawi).

Dan kebanyakan orang-orang Khawārij adalah orang-orang yang muda semangat, mendahulukan semangat mereka daripada  ilmu mereka.

Modal semangat tidak cukup, gara-gara semangat akhirnya mudah mengkāfirkan.

Yang dikāfirkan bukan sembarang orang yang dikāfirkan adalah Ali bin Abi Thālib,  Muawiyah dan para shahābat yang setuju dengan keputusan dua hakim tersebut.

Di antara ciri-ciri mereka suka baca Al Qur'ān, tetapi Al Qur'ān tersebut tidak melewati kerongkongan mereka, (artinya) tidak masuk dalam hati mereka. Cuma diucapan saja mereka baca, tetapi mereka tidak pahami dengan baik.

Mereka telah keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah keluar dari hewan yang dipanah tersebut (misal seorang memanah rusa, anak panah tersebut tembus melewati rusa tersebut). Kata Nabi mereka keluar seperti itu.

Oleh karenanya Ali bin Abi Thālib sangat semangat membunuh mereka, karena Nabi menjanjikan pahala (ganjaran) yang besar bagi orang-orang yang membunuh orang-orang ini (orang-orang Khawārij).

Padahal mereka shalāt, puasa, namun mereka terjerumus dalam dosa yang berbahaya, mudah mengkāfirkan kaum muslimin.

Oleh karenanya bid'ah mengkāfirkan ini yang pertama kali muncul adalah bid'ahnya orang-orang Khawārij, mengkāfirkan sebagian kaum muslimin gara-gara dianggap tidak melakukan hukum Allāh Subhānahu wa Ta'āla, dianggap berhukum dengan hukum manusia.

Sampai di sini saja, apa yang bisa saya sampaikan.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
-----------------------------------