Laman

HADITS 2 ARBA'IN NAWAWI FAEDAH-FAEDAH (BAGIAN 4 DARI 5)

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 05 Rabi’ul Awwal 1439 H / 23 November 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Hadits Arba’in Nawawī
🔊 Hadits Kedua | Faedah Hadits Jibril (Bagian 04 dari 05)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-HaditsArbainNawawi-0210
-----------------------------------

*HADITS 2 ARBA'IN NAWAWI FAEDAH-FAEDAH (BAGIAN 4 DARI 5)*

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم  صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وأخوانه

Kita melanjutkan pembahasan faedah-faedah yang bisa diambil dari hadīts Jibrīl.

Kita lanjutkan, sekarang pemahaman orang-orang Khawārij dan Mu'tazilah.

Pemahaman mereka sama, mereka meyakini bahwasannya imān adalah satu kesatuan, tidak mungkin terpisah-pisah. Kalau lepas satu lepas semuanya. Ini 'aqidah mereka.

Dari sini mereka meyakini, kalau ada seorang melakukan dosa besar maka dia kāfir.

Kenapa?

Karena mereka memandang satu sudut pandang.

Ada dalīl dalam hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ

_"Tidaklah seorang yang sedang berzinah (tatkala dia sedang berzina), dia seorang mukmin.”_

وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ

_"Dan tidaklah seorang mencuri sedang mencuri dalam keadaan berimān."_

وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ شَارِبُهَا حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ

_"Dan tidaklah seorang sedang minum khamr dia itu berimān tatkala sedang minum khamr."_

Menurut mereka, ini berarti Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan tidak berimān.

√ Orang yang minum khamr tidak beriman,
√ Orang yang mencuri tidak berimān,
√ Orang yang berzina tidak berimān.

Berarti dosa-dosa besar dan mengeluarkan orang dari Islām.

Dari sinilah kata mereka bahwa imān itu satu kesatuan,  kalau ada amalan yang lepas maka hilang seluruh amalan tersebut.

Berbalik dengan yang tadi. Ini memandang keimānan dari satu sisi, Murji'ah memandang dari sudut yang berlawanan.

Kalau Murji'ah tadi memandang, ternyata orang-orang yang bermaksiat tidak dikāfirkan oleh Nabi, orang mencuri tidak dikāfirkan (hanya dipotong tangannya), orang yang berzinah tidak dikāfirkan (hanya dirajam atau dicambuk), berarti imānnya ada.

Berarti ini semua bukan dari keimānan (yang ini lihatnya terbalik) mereka melihat sebagian hadīts.

√ Orang yang sedang mencuri tidak berimān.
√ Orang yang sedang berzina tidak berimān.
√ Orang yang sedang minum khamr tidak berimān.

Berarti orang-orang yang melakukan dosa besar, dia terjerumus ke dalam kekufuran. Dan ini 'aqidahnya orang-orang Khawārij.

Oleh karenanya pemahaman takfir (mudah mengkāfirkan kaum muslimin) yang pertama kali muncul dalam sejarah Islām dilakukan oleh orang-orang Khawārij (yaitu) di zaman 'Ali bin Abi Thālib radhiyallāhu 'anhu.

Sekarang kita bantah mereka.

Jadi syubhat mereka (kerancuan pemikiran mereka) bersumber pada memahami bahwasanya imān itu satu kesatuan tidak mungkin bercabang-cabang. Kalau hilang sebagian maka hilang seluruhnya.

Kata mereka, imān itu ibarat angka 10, kalau angka 10 satunya hilang namanya 9 bukan 10 lagi.

Seperti kata mereka ada makanan namanya sakkan jabin, sakkan jabin adalah makanan yang rasanya asam dan manis (rasa nano-nano). Kalau ada rasa asamnya hilang, namanya bukan nano-nano lagi, namanya permen yang lain. Kata mereka, demikianlah imān. Kalau ada hilang sebagian, hilang seluruhnya.

Kita bantah, kita mengatakan terlalu banyak dalīl yang menunjukkan imān itu bercabang-cabang sebagaimana tadi kita sebutkan.

Adapun masalah penamaan angka 10, kita katakan angka 10 kalau diambil 1 memang namanya bukan 10 lagi, tapi jadi 9, masih ada sisanya.

Ibarat pohon, kalau ada pohon keimānan yang sempurna, yang lebat kemudian kita patahkan rantingnya, pohon ini berubah namanya, bukan pohon yang lebat lagi. Tapi pohon yang sudah tidak lebat. Tapi pohonnya masih ada. Imānnya masih ada.

Dan terlalu banyak dalīl dalam hadīts-hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang menunjukkan ada orang-orang pelaku maksiat dihukum, disiksa oleh Allāh dalam neraka Jahannam kemudian dikeluarkan.

Seperti dalam shahīh Bukhāri, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan: 

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ رَحْمَةَ مَنْ أَرَادَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، أَمَرَ اللَّهُ الْمَلاَئِكَةَ أَنْ يُخْرِجُوا مَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللَّهَ، فَيُخْرِجُونَهُمْ وَيَعْرِفُونَهُمْ بِآثَارِ السُّجُودِ، وَحَرَّمَ اللَّهُ عَلَى النَّارِ أَنْ تَأْكُلَ أَثَرَ السُّجُودِ فَيَخْرُجُونَ مِنَ النَّارِ،

_Tatkala Allāh Subhānahu wa Ta'āla ingin memberi rahmat kepada penghuni neraka Jahanam, maka Allāh perintahkan kepada para malāikat agar para malāikat mengeluarkan dari neraka Jahannam orang-orang yang pernah menyembah Allāh Subhānahu wa Ta'āla._

_Maka malāikat pun masuk dalam neraka Jahannam kemudian mengeluarkan orang-orang yang dibakar (sudah terbakar) dikeluarkan dari neraka Jahanam._

Malāikat mencari orang-orang tersebut dari bekas sujud.

Dalam hadīts disebutkan bahwasannya Allāh

وَحَرَّمَ اللهُ عَلَى النَّارِ أَنْ تَأْكُلَ أَثَرَ السُّجُوْدِ 

_"Allāh mengharāmkan neraka Jahannam untuk membakar bekas sujud."_

Seluruh anggota tubuh yang lain dibakar oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla kecuali bekas sujud.

Ini berarti orang ini adalah orang yang shalāt tetapi diadzab di dalam neraka Jahannam. Berarti dia shalāt tetapi dia melakukan kemaksiatan.Ternyata orang ini suatu saat dikeluarkan dari neraka Jahannam.

Buktinya menunjukkan dia bukan kāfir, kalau dia kāfir tidak mungkin dia keluar dari neraka Jahanam.

Dalam hadīts yang lain kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam;

يخرج من النار من كان في قلبه مثقال ذرة من إيمان

_"Dikeluarkan dari neraka Jahannam, orang yang dalam hatinya sedikit keimānan."_

⇒ Berarti ada orang Islām pelaku kemaksiatan, pelaku dosa besar, disiksa oleh Allāh dalam neraka Jahannam, Dibakar tetapi suatu saat dikeluarkan oleh Allāh karena masih ada keimānannya dalam hatinya.

Menunjukkan bahwasanya imān bertingkat-tingkat. Tidak sebagaimana dipahami oleh orang-orang Murji'ah dan sebagaimana dipahami oleh orang-orang Khawārij yang mengatakan kalau ada sebagian hilang, hilang seluruhnya.

Agar kita tidak mudah mengkāfirkan orang-orang muslim, kita hanya mengkāfirkan, yang dikāfirkan oleh Allāh dan Rasūl-Nya.

Kalau ada orang melakukan kemusyrikan, kita bilang dia telah menggugurkan asal keimānan. Karena asal keimānan adalah kalimat: لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ (tidak ada sembahan yang disembah kecuali Allāh Subhānahu wa Ta'āla).

Barangsiapa yang melakukan syirik akbar (beribadah kepada selain Allāh), maka dia telah menggugurkan akar dari keimānanya.
Maka dia terjerumus ke dalam kekufuran.

Adapun jika dia hanya melakukan kemaksiatan atau kemudian dia berzinah, maka orang ini tidak kāfir.

Oleh karenanya bid'ah yang pertama kali muncul di zaman para shahābat adalah bid'ahnya Khawārij. Orang-orang, suatu kaum, yang mereka mudah mengkāfirkan kaum muslimin.

Orang-orang Khawārij, mereka dahulunya masuk dalam barisan Ali bin Abi Thālib dalam perang siffin, namun akhirnya terjadi perdamaian antara Ali bin Abi Thālib dengan Muawiyah (terjadi fitnah), maka Ali bin Abi Thālib mengirim wakil sebagai wakilnya Ali untuk berunding dengan wakilnya Muawiyah.

Wakil dari Ali yaitu shahābat yang bernama Abū Mūsā Asy Asyari, adapun wakil dari Muawiyah adalah Amr bin Ash radhiyallāhu 'anhumā. Maka diuruslah dua wakil ini untuk membicarakan perdamaian antara pasukannya Ali dan pasukannya Muawiyah.

Rupanya hal ini tidak disetujui oleh orang-orang Khawārij, dan ini terjadi pada tahun 37 Hijriyyah.

Orang-orang Khawārij benci akan hal ini, maka mereka mengkāfirkan Ali bin Abi Thālib dan mereka mengkāfirkan Muawiyah dan mereka mengkāfirkan dua wakil ini dan mereka mengkāfirkan seluruh orang yang ridhā dengan dua wakil ini.

Kenapa?

Karena mereka datang kepada Ali bin Abi Thalib, mereka mengatakan:

أحكمت رجل في الكتاب الله

_"Apakah kau menjadikan orang-orang manusia untuk mengatur Al Qur'ān?"_

Harusnya kita kembali kepada Al Qur'ān:

 إن الحكم إلا لله 

_"Hukum hanyalah milik Allāh Subhānahu wa Ta'āla."_

Kenapa harus mengutus dua wakil sehingga akhirnya mereka menganggap Ali telah melanggar Al Qur'ān, terjerumus dalam dosa besar, berhukum dengan hukum manusia. Maka dikāfirkanlah Ali bin Abi Thālib.

Dan timbullah pengkāfiran secara beruntun,  Ali bin Abi Thālib yang mengutus wakil kāfir, Muawiyah yang mengutus wakilnya juga-kāfir, dua wakil ini juga kāfir.

Keputusannya merupakan kekufuran (menurut mereka) dan seluruh yang ridhā dengan keputusan ini, semuanya juga kāfir.

Akhirnya mereka mengkāfirkan Ali dan para shahābatnya, berkumpullah mereka, berjumlah sekitar 12,000 orang di Harura tempatnya. Maka Ali bin Abi Thālib mengutus Ibnu Abbās radhiyallāhu 'anhumā.

Orang-orang Khawārij ini luar biasa ibadahnya.

Sampai kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

تَحْقِرُونَ صَلاَتَكُمْ مَعَ صَلاَتِهِمْ وَصِيَامَكُمْ مَعَ صِيَامِهِمْ وَأَعْمَالَكُمْ مَعَ أَعْمَالِهِمْ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَلاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّةِ تَنْظُرُ فِي النَّصْلِ فَلاَ تَرَى شَيْئًا وَتَنْظُرُ فِي الْقِدْحِ فَلاَ تَرَى شَيْئًا وَتَنْظُرُ فِي الرِّيشِ فَلاَ تَرَى شَيْئًا وَتَتَمَارَى فِي الْفُوقِ

_“Kalian akan meremehkan shalat kalian bila melihat shalat mereka. Begitu juga dengan shaum kalian, jika melihat shaum mereka, serta amal kalian jika melihat amal mereka._

_Akan tetapi, mereka membaca Al Qurān, namun bacaan mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan, mereka keluar dari Din, sebagaimana meluncurnya anak panah dari busurnya._

_Ia melihat pada ujung panahnya, namun ia tidak mendapatkan sesuatu, kemudian melihat pada lubangnya, juga tak menemukan sesuatu, lalu ia melihat pada bulunya juga tidak melihat sesuatu. Ia pun saling berselisih akan ujung panahnya."_

(HR Bukhari nomor 5058)

"Wahai para shahābat, kalian akan merasa minder, merasa rendah jika kalian membandingkan shalāt kalian dengan shalātnya orang-orang Khawārij."

"Dan kalian juga akan meremehkan puasa kalian jika dibandingkan puasanya orang-orang Khawārij."

Tubuh mereka pucat karena kurang tidur, karena mereka puasa dan shalāt malam. Ibadahnya luar biasa.

Tetapi mereka, kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam wasallam adalah anjing-anjing neraka.

Mereka ini terjerumus dalam dosa yang berbahaya, dosa mudah mengkāfirkan kaum muslimin. Tanpa dalīl, hanya sekedar dianggap berhukum dengan hukum selain Allāh langsung dikāfirkan.

Mereka berkumpul sekitar 12,000 orang, maka Ali bin Abi Thālib mengutus Ibnu Abbās, Ibnu Abbās di antara para shahābat yang alim dan beliau mendebat mereka.

Sampai akhirnya setengah atau sepertiga sadar, 6000 atau 4000 kembali kepada pasukannya Ali bin Abi Thālib sisanya tinggal 6000 atau tinggal 8000 yang tidak mau kembali, kemudian diperangi oleh Ali bin Abi Thālib.

Mereka ini terjerumus dalam dosa yang berbahaya, dosa mengkāfirkan.

Dan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

سَيَخْرُجُ قَوْمٌ فِـي آخِرِ الزَّمَانِ، أَحْدَاثُ اْلأَسْنَانِ، سُفَهَاءُ اْلأَحْلاَمِ، يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ، لاَ يُجَـاوِزُ إِيْمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ، فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

_"Akan keluar satu kaum di akhir zaman, (mereka) adalah orang-orang yang masih muda, akal mereka bodoh, mereka berkata dengan sebaik-baiknya perkataan manusia. Keimanan mereka tidak melewati kerongkongan. Mereka keluar dari agama bagaikan anak panah yang keluar dari busurnya. Di mana saja kalian menjumpai mereka, maka (perangilah) bunuhlah, karena sesungguhnya dalam memerangi mereka terdapat pahala di hari Kiamat bagi siapa saja yang membunuh mereka."_

(Shahīh Al Bukhari (XII/283, Al Fath) dan Shahīh Muslim kitab Az Zakāh, bab At Tahrīdh ‘ala Qatlil Khawārij (VII/169, Syarh An Nawawi).

Dan kebanyakan orang-orang Khawārij adalah orang-orang yang muda semangat, mendahulukan semangat mereka daripada  ilmu mereka.

Modal semangat tidak cukup, gara-gara semangat akhirnya mudah mengkāfirkan.

Yang dikāfirkan bukan sembarang orang yang dikāfirkan adalah Ali bin Abi Thālib,  Muawiyah dan para shahābat yang setuju dengan keputusan dua hakim tersebut.

Di antara ciri-ciri mereka suka baca Al Qur'ān, tetapi Al Qur'ān tersebut tidak melewati kerongkongan mereka, (artinya) tidak masuk dalam hati mereka. Cuma diucapan saja mereka baca, tetapi mereka tidak pahami dengan baik.

Mereka telah keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah keluar dari hewan yang dipanah tersebut (misal seorang memanah rusa, anak panah tersebut tembus melewati rusa tersebut). Kata Nabi mereka keluar seperti itu.

Oleh karenanya Ali bin Abi Thālib sangat semangat membunuh mereka, karena Nabi menjanjikan pahala (ganjaran) yang besar bagi orang-orang yang membunuh orang-orang ini (orang-orang Khawārij).

Padahal mereka shalāt, puasa, namun mereka terjerumus dalam dosa yang berbahaya, mudah mengkāfirkan kaum muslimin.

Oleh karenanya bid'ah mengkāfirkan ini yang pertama kali muncul adalah bid'ahnya orang-orang Khawārij, mengkāfirkan sebagian kaum muslimin gara-gara dianggap tidak melakukan hukum Allāh Subhānahu wa Ta'āla, dianggap berhukum dengan hukum manusia.

Sampai di sini saja, apa yang bisa saya sampaikan.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
-----------------------------------