Sumber :
🌍BimbinganIslam.com
Sabtu, 24 Ramadhān 1436 H/11 Juli 2015 M
🌙 FIQH ZAKAT Bagian 02
〰〰〰〰〰〰〰〰〰
BARANG-BARANG YANG TERKENA ZAKAT
Barang-barang yang terkena zakat lebih sedikit daripada barang-barang yang terkena pajak, seperti rumah, tanah, HP, ada pajaknya. Tidak ada syari'at yang sempurna dan adil kecuali syari'at Allāh Subhānahu wa Ta'āla, dimana tidak ada kezhaliman.
⑴ Perhiasan
Perhiasan terkena zakat atau tidak, ada khilaf ulama, nanti in syā Allāh akan kita jelaskan.
⑵ Alat tukar perbankan, seperti uang rupiah, dollar, euro, cek, saham (ini semua barang berharga dalam bentuk kertas).
⑶ Zakat Fithr
Zakat yang dibayar karena al-fithr, dari kata ifthar (berbuka puasa). Seorang yang telah berpuasa dan mencapai telah bertemu dengan terbenamnya matahari di akhir bulan Ramadhān maka wajib bagi dia untuk membayar zakat fithr.
⑷ Zakat barang dagangan.
⑸ Zakat binatang ternak.
Binatang yang terkena wajib zakat hanya 3 yaitu unta, kambing dan sapi. Adapun yang lain (kuda, kelinci, ayam) tidak terkena zakat ternak.
⑹ Ar-Rikāz, barang temuan/barang pendaman dari barang-barang jahiliyyah.
Seorang misalnya di jazirah Arab ditahun 2015 menggali tanah lalu tiba-tiba menemukan hartanya Abū Jahl, maka ini disebut harta rikāz. Tetapi kalau yang ditemukan adalah bukan milik jahiliyyah, akan tetapi milik oranglain, maka tidak disebut rikāz. Jadi tidak semua harta karun disebut rikāz.
⑺ Buah-buahan dan pertanian
⑻ Barang-barang tambang, yang dikeluarkan dari perut bumi.
Ada perkara lain yang juga penting yaitu, siapa yang berhak menerima zakat?
Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya sedekah (zakat-zakat) itu, hanyalah untuk [1] orang-orang fakir, [2] orang-orang miskin, [3] amil zakat, [4] para mu’allaf yang dibujuk hatinya, [5] untuk (memerdekakan) budak, [6] orang-orang yang terlilit utang, [7] untuk orang-orang yang berjihad jalan Allāh dan [8] untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (At-Taubah 60).
Kita akan bahas satu persatu;
PERTAMA DAN KEDUA: FAQIR DAN MISKIN
Ada khilaf diantara para ulama, mana yang lebih parah, faqir atau miskin. Kebanyakan para ulama berpendapat faqir lebih parah dari miskin karena Allāh menyebutkan faqir terlebih dahulu.
Adapun definisi faqir dan miskin,
• Faqir adalah orang yang memiliki penghasilan tetapi kurang dari setengah kebutuhan dia.
Contoh: Seseorang tinggal di Jakarta, dia menyewa rumah, anaknya sekolah, harus bayar listrik, bayar air dan lainnya, total kebutuhannya 5 juta/bulan. Ternyata penghasilannya hanya 2 juta/bulan. Dia tidak bisa memenuhi setengah kebutuhannya atau dia tidak punya penghasilan sama sekali. Maka ini disebut faqir. Intinya seseorang yang penghasilannya hanya mampu memenuhi kebutuhan setengahnya atau dibawahnya.
• Miskin adalah orang yang memiliki penghasilan lebih dari setengah kebutuhannya tapi tidak sampai memenuhi seluruh kebutuhannya.
Contoh: Kebutuhannya 5 juta, sementara penghasilannya 4.5 juta.
Meskipun tidak ada dalil tentang hal ini, ini hanya sekedar perkataan para ulama. Kenyataannya masalah faqir dan miskin ini relatif, sehingga faqir miskin di Saudi tidak sama dengan faqir miskin di Indonesia. Sebagai contoh di Saudi, orang bisa jadi sudah punya mobil dan tempat tinggal tapi masih disebut miskin. Bahkan mahasiswa dianggap miskin seluruhnya, saat malam lebaran, pintu-pintu mahasiswa penuh dengan beras, padahal mahasiswa nya ingin membayar zakat fithr tapi diberi zakat fitrh oleh penduduk Saudi karena bingung mau diberikan ke siapa.
Artinya faqir miskin ini relatif, miskin sedikit, tetapi kebutuhan terpenuhi, artinya tidak kekurangan, makan ada, anak-anak bisa dibelikan kue atau es krim, tidak kaya tetapi kebutuhan terpenuhi. Tetapi karena tidak ada yang lain maka itulah yang diberi zakat.
Namun secara umum kata para ulama, faqir dan miskin adalah yang kebutuhannya tidak terpenuhi.
Lalu berapa kadar zakat yang diberikan kepada faqir dan miskin?
Ada khilaf ulama, ada yang mengatakan boleh diberikan kepadanya zakat sampai dia jadi kaya, contohnya diberikan zakat sampai dia bisa buka usaha sehingga dia tidak butuh lagi minta-minta. Namun kata para ulama, dia boleh diberikan bantuan untuk kebutuhannya selama 1 tahun karena 1 tahun dia bisa menerima zakat lagi.
Contohnya: Ada seseorang penghasilannya 2 juta/bulan dan kebutuhannya 5 juta/bulan. Berarti selama 1 tahun dia butuh uang 3 juta x 12 = 36 juta, ini boleh diberikan. Tetapi pada zaman ini, kalau kita berikan langsung untuk 12 bulan bisa jadi akan langsung habis, sehingga boleh kita kasih bertahap sehingga 1 tahun penuh dia tidak minta kepada oranglain.
Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala mendapatkan harta, Beliau cukupkan keluarganya untuk 1 tahun.
KETIGA: AMIL ZAKAT
Banyak ulama mengatakan yang dimaksud amil zakat adalah tugas khusus yang ditunjuk oleh Pemerintah. Seperti di Arab Saudi, ada petugas khusus yang ditunjuk menarik dan mencatat zakat harta, berapa kekayaan si fulan lalu diambil zakatnya. Di zaman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam pun ada orang-orang yang ditugaskan untuk mengecek harta-harta masyarakat untuk kemudian diambil zakatnya.
Dan mereka berhak mendapat uang zakat, jika Pemerintah tidak menggaji mereka, meskipun mereka kaya karena mereka adalah golongan tersendiri yang menerima zakat. Meskipun mereka bekerja mengambil zakat dan sudah kaya, tetap berhak mendapatkan zakat. Zakat yang diberikan kepada mereka sebagai kadar kira-kira pekerja, bukan sebagaimana praktek orang-orang, mentang-mentang dia amil zakat dia mengatur pembagian sendiri, misal saya jatahnya sekian, orang miskin 2 juta dan saya 200 juta, bukan seperti ini caranya. Jadi yang berhak mereka dapatkan adalah seperdelapan dari uang zakat yang ada.
Sebagian ulama berpendapat bahwa yang namanya amil zakat harus dibawah naungan Pemerintah, sedangkan pendapat yang lain tidak harus selama mereka adalah organisasi yang diakui dan diawasi oleh Pemerintah dan tugas mereka benar-benar mengambil zakat, maksudnya benar-benar mendata orang-orang faqir miskin siapa yang berhak mendapatkan zakat dan benar-benar mendata orang-orang kaya sehingga mereka tahu berapa zakat yang harus dikeluarkan, mereka yang mengambil, mencatat dan mereka yang mengantarkan.
Beda antara amil zakat dengan wakil. Contoh: Ustadz, Saya ada uang zakat 600 juta, tolong bagi-bagikan. Si ustadz ini bukan amil zakat tetapi hanya wakil membagi-bagikan harta kepada faqir miskin. Karena si Ustadz tidak pernah mendata atau mencatat orang-orang faqir miskin.
Adapun berapa banyak amil zakat mendapat bagian adalah disesuaikan dengan 'urf, pantasnya dia seberapa, yang masuk akal.
KEEMPAT: BUDAK
Zaman sekarang sudah tidak ada budak. Kalau zaman dahulu, zakat boleh diberikan kepada budak, entah budak yang dia kontrak sekian tahun dengan tuannya, misal si budak kerja kepada tuannya sehingga memiliki penghasilan yang akan digunakan untuk membebaskan dirinya. Kalau tuannya setuju maka dia disebut budak mukātim (budak yang membebaskan dirinya sendiri)
KELIMA: MUALLAFATU QULŪBUHUM
Muallafatu qulūbuhum artinya orang yang dilembutkan hatinya, dibujuk hatinya, yaitu:
• orang-orang yang baru masuk Islam, atau
• orang-orang yang masih kafir tetapi diharapkan keIslamannya, atau
• orang-orang kafir yang ditakutkan/dikhawatirkan kejahatannya
Ini semua boleh diberi harta. Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah memberikan harta kepada orang-orang Arab Badui yang belum masuk Islam, sementara orang-orang Anshār yang bertahun-tahun berjuang bersama Nabi tidak diberikan harta. Maka sebagian mereka ada yang protes kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Akhirnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menashihati mereka dan merekapun menerima pembagian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Intinya, boleh kita memberikan harta kepada orang-orang ini. Dan perlu saya ingatkan, yang dimaksud muallaf yaitu yang baru masuk Islam, bukan yang sudah lama masuk Islam. Jadi tidak selamanya jadi muallaf. Seseorang sebisa mungkin tidak selalu mendapatkan harta zakat, kalau dia bisa bayar zakat lalu kenapa mendapat zakat? Tetapi kalau memang dia miskin maka tetap diberi zakat, tetapi bukan sebagai muallaf tapi dari sisi sebagai orang yang miskin.
Demikian juga orang kafir yang diharapkan keIslamannya, sepertinya tertarik masuk Islam maka kita jamu dirumah kita lalu kita beri harta. Bukankah dulu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam membagi-bagikan harta kepada orang-orang kafir? Agar mereka masuk Islam.
Dalam shahīh Muslim, dari Hadits Anas, ada seorang Arab Badui menemui Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan minta kambing diantara 2 gunung (meminta kambing 1 lembah), ini ibarat bahasa Arab artinya meminta kambing yang banyak. Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberi kambing yang banyak kepada Arab Badui ini. Maka orang inipun pulang ke kampungnya dan mengatakan: "Wahai kaumku, masuk Islamlah kalau kalian ingin kambing banyak seperti saya, karena Muhammad kalau memberi tidak takut miskin."
Jadi tidak mengapa kita memberi harta dalam rangka untuk mereka masuk Islam. Dan bisa jadi, kata Anas bin Mālik, seseorang masuk Islam karena mengharap dunia, tidak mengapa dipancing. Lama-lama mereka masuk Islam maka Islam akan lebih mereka cintai daripada dunia. Jadi jangan dari awal disuruh ikhlash.
Dan inilah kekurangan kita, yā ikhwan, orang-orang kafir mereka kerja keras untuk memasukkan orang-orang Islam kedalam agama mereka. Kita orang-orang Islam sebenarnya ada uang zakat yang bisa kita gunakan, tetapi kenapa tidak digunakan untuk berdakwah. Mereka orang-orang kafir suka membuat syubhat bagi kita maka kita juga bikin syubhat untuk mereka, jelaskan yang sebenarnya tentang Nabi 'Īsā 'alayhissalām.
KEENAM: ORANG-ORANG YANG BERHUTANG
Mereka diberi zakat tatkala tidak mampu membayar hutang sementara sudah jatuh tempo. Namun, jangan orang berhutang karena akan diberi zakat, Allāh Maha Tahu. Ini tidak boleh dikasih kata para ulama karena dia berhutang untuk menerima uang zakat. Berbeda dengan orang yang berhutang memang karena ada kebutuhan.
KETUJUH: FĪ SABĪLILLĀH
Yaitu orang-orang yang berjihad di jalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Asalnya adalah untuk orang-orang yang berjihad, misal untuk keluarga yang ditinggalkan, untuk membeli peralatan perang, untuk membuat bandara pesawat tempur atau untuk kepentingan peperangan, untuk berjihad melawan musuh. Ini semua boleh menggunakan uang zakat.
Lalu bagaimana kalau untuk orang-orang yang ada di zaman kita sekarang dimana tidak ada jihad di Indonesia?
Ada jihad dalam bentuk yang lain, kata para ulama, contohnya jihad untuk menjawab syubhat-syubhat dari orang-orang kafir. Sebagian ulama berfatwa boleh, misal seorang mengirim da'i untuk berdakwah di kampung-kampung orang-orang kafir dengan uang zakat, diberikan kebutuhan untuk dia berdakwah. Ini juga peperangan dalam bentuk ilmu (ghazwul fikri). Atau mencetak buku-buku untuk membantah syubhat-syubhat orang-orang kafir. Ini merupakan jihad dalam bentuk yang lain.
Oleh karenanya Syaikh Bin Bāz rahimahullāh Ta'āla sering mewasiatkan agar memberikan uang zakat kepada pada du'āt karena sesungguhnya mereka juga sedang berjihad di jalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dan banyak masyāyikh yang memilih pendapat ini, wallāhu a'lam bishshawāb.
Dan banyak da'i di kampung yang membutuhkan, kalau ada uang zakat maka berikanlah karena mereka sangat butuh bantuan sementara uang mereka tidak cukup dan sangat butuh bantuan dakwah dan untuk anak-anak dan istri mereka. Maka kita perlu data orang-orang ini dan kita beri uang zakat. Apalagi kalau da'i tersebut miskin, ini lebih utama lagi untuk diberi harta.
KEDELAPAN: IBNU SABĪL
Kalau diterjemahkan secara bahasa Arab adalah anak jalanan, maksudnya adalah musafir, dia sedang dijalan dan belum sampai ditujuannya. Maka boleh kita kasih uang zakat yang mencukupkan dia untuk pulang ke kampungnya. Karena dalam safar dia kehabisan bekal, maka tidak mengapa diberi yang zakat atau diberikan tiket pulang.
Inilah 8 asnāf yang boleh diberikan harta zakat.
ORANG-ORANG YANG TIDAK BOLEH MENERIMA ZAKAT
⑴ Orang-orang kaya
⑵ Orang yang mampu bekerja.
Orang ini mungkin tidak kaya tetapi dia memiliki kemampuan, muda, sehat, dan bisa kerja, jangan dikasih zakat, tetapi disuruh kerja.
⑶ Ahlul bayt, yaitu keluarga Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah menegur Hasan atau Husain makan dari sedekah, lalu berkata: "Ini adalah kotoran-kotoran orang", tidak berhak untuk di makan oleh keturunan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
⑷ Orang kafir dan orang musyrik.
Zakat diperuntukkan untuk orang Islam dalam rangka agar mereka bisa beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, melanjutkan peribadahan dan penghambaan mereka kepada Allāh. Adapun kalau orang-orang musyrik, dia akan melanjutkan peribadatan kepada syaithan.
👤Ustadz Firanda Andirja, MA
💽Sumber: https://www.dropbox.com/s/c9y4wd3alot32l2/Kajian%20Uztad%20Firanda%20-%20Zakat.mp3?dl=0
___________________________
📦 Donasi Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004
📝 Pendaftaran Admin/Relawan BiAS
🌐 Relawan.BimbinganIslam.com