Laman

Tampilkan postingan dengan label Adab dan Akhlaq. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Adab dan Akhlaq. Tampilkan semua postingan

Makan dan minum dengan tangan kanan

Sumber :
BimbinganIslam.com
Senin, 20 Sya’ban 1436 H / 8 Juni 2015 M
Ustadz Firanda Andirja, MA
Kitābul Jāmi’ | Bulūghul Marām
Hadits ke-15 | Adab Makan (Makan & Minum Dengan Tangan Kanan)
Download Audio dan Transkrip
http://goo.gl/iWEn9a
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
ADAB MAKAN (MAKAN DAN MINUM DENGAN TANGAN KANAN)

بسم اللّه الرحمن الرحيم

Kita masuk pada halaqoh yang ke-18.

َوَعَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ (أخرجه مسلم)

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda :

“Jika salah seseorang di antara kalian makan, maka hendaknya dia makan dengan tangan kanannya dan jika minum maka hendaknya juga minum dengan tangan kanannya. Sesungguhnya syaithan makan dengan tangan kirinya dan minum dengan tangan kirinya pula.” (HR Muslim)

Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’ālā, sebagian ulama berpendapat bahwasannya makan dan minum dengan tangan kanan hukumnya hanya sekedar sunnah, tidak sampai pada derajat wajib karena ini berkaitan dengan masalah adab dan pengarahan.


Namun pendapat yang benar adalah bahwasanya makan dan minum dengan tangan kanan hukumnya adalah WAJIB, bukan sekedar sunnah.

Karena banyak dalil yang menunjukkan hal ini.

Di antara dalilnya adalah :

① Dalil yang kuat adalah hadits ini, yaitu makan dan minum dengan tangan kanan dalam rangka untuk menyelisihi syaithan yang makan dan minum dengan tangan kiri.

Dan Allāh Subhānahu wa Ta’ālā memerintahkan kita untuk menyelisihi syaithan dan kita wajib untuk menyelisihi syaithan.

Kata Allāh Subhānahu wa Ta’ālā:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan.”  (QS An Nuur: 21)

Karena sifat syaithan makan dan minum dengan menggunakan tangan kiri, maka kita diperintahkan untuk menyelisihinya.

Ini juga dalil berkenaan dengan beriman dengan yang ghaib yaitu tentang syaithan. Syaithan tidak dapat kita lihat akan tetapi kita meyakini bahwa syaithan juga makan dan minum dengan menggunakan tangan kiri.

Di antara dalil yang menguatkan bahwa syaithan makan dan minum adalah bahwasanya dalam beberapa hadist Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang menyebutkan tentang dampak dari makan dan minumnya syaithon yaitu buang air.

Dalam hadits disebutkan, ada seseorang di sisi Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan :

مَا زَالَ نَائِمًا حَتَّى أَصْبَحَ، مَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ، فَقَالَ: بَالَ الشَّيْطَانُ فِي أُذُنِهِ.

Bahwasanya orang tersebut ketiduran sampai pagi hari dan tidak bangun untuk shalat shubuh. Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan bahwa syaithan telah kencing di telinga orang tersebut (ini sehingga tertidur pulas dan tidak mendengar adzan shubuh).”
(HR. Bukhari)

Dalam hadits yang lain Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyebutkan bahwa syaithan buang angin.

Disebutkan bahwasanya tatkala orang hendak shalat maka syaithan akan mengganggu.

Kata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

إِذَا نُودِيَ بِالصَّلاةِ ، أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ

“Jika dikumandangkan adzan untuk shalat maka syaithan pun lari dan dia memiliki kentut dan buang angin.”

Ini juga menujukkan bahwa syaithan makan dan minum kemudian buang air dan juga buang angin. Kita beriman akan hal yang ghaib ini.

Jadi yang menunjukkan bahwa makan dan minum dengan tangan kanan adalah hukumnya WAJIB adalah karena kita diperintahkan untuk menyelisihi syaithan yang makan dan minum dengan tangan kiri.

② Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam memerintahkannya secara mutlak.

Contohnya ketika Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam memerintahkan :

يَا غُلامُ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ

“Wahai anak muda, makanlah dengan tangan kananmu.”

③ Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah mendoakan keburukan bagi orang yang makan dengan tangan kiri.

أن رجلا أكل عند رسول الله صلى الله علية وسلم بشماله . فقال : ” كل بيمينك ” قال : لا أستطيع . قال : ” لا استطعت ” ما منعه إلا الكبر . قال : فما رفعها إلى فيه .

Dalam hadits Salamah bin Al Akwa radhiyallāhu Ta’ālā ‘anhu, ada seorang yang makan di sisi Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan tangan kiri, maka beliau mengatakan : “Makanlah dengan tangan kananmu.”
Kata orang tersebut: “Saya tidak bisa makan dengan tangan kanan.”

Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mendoakan keburukan bagi orang ini, beliau mengatakan: “Engkau tidak akan mampu, sesungguhnya tidak menghalanginya kecuali karena kesombongan.”

Maka orang ini pun tidak mampu mengangkat tangan kanannya untuk makan setelah itu, dia selalu menggunakan tangan kirinya.
Kenapa? Karena dia tidak mau menggunakan tangan kanan dan karena dido’akan keburukan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Kalau perkara makan dengan tangan kanan hanyalah sunnah, tidak wajib, maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak akan mendo’akan keburukan bagi orang ini.

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’ālā, diantara perkara yang perlu kita perhatikan adalah bahwa yang merupakan perkara ta’abbud (ibadah) adalah makan dan minum dengan tangan kanan.

Adapun menggunakan sendok atau sumpit untuk makan maka ini merupakan perkara adat istiadat.
Yang penting, tatkala kita menggunakan sumpit atau sendok tersebut kita menggunakannya dengan tangan kanan.

Perkara yang perlu saya ingatkan juga adalah:

• Mengenai minum dengan tangan kiri. Kebiasaan sebagian orang tatkala sedang makan kemudian merasa tangan kanannya kotor maka dia pun memegang gelas dengan tangan kiri kemudian minum dengan tangan kiri tersebut.

Ini merupakan perkara yang diharamkan (tidak boleh), meskipun tangannya kotor harus memegang gelas tersebut dengan tangan kanan, nanti toh gelas tersebut akan dicuci juga.
Sehingga, jangan gara-gara takut gelasnya kotor maka kemudian minum dengan tangan kiri karena ini mengikuti cara syaithan.

• Demikian juga jika seseorang makan dengan menggunakan dua tangan misalnya, tangan kanannya memegang sendok dan tangan kirinya memegang garpu.

Maka ingatlah, tangan kiri hanya sekedar untuk membantu tapi tatkala mengangkat makanan hendaknya dengan tangan kanan.

Jangan sampai karena menggunakan garpu dengan tangan kirinya, kemudian dia makan dengan tangan kirinya juga, inipun diharamkan oleh para ulama karena mengikuti syaithan.

Demikianlah apa yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini

وبالله التوفيق والهداية
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

__________________________________

sumber :

Donasi Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004

Saran atau Kritik silahkan sampaikan kepada kami melalui link berikut:
http://www.bimbinganislam.com/kritikdansaran


Larangan Makan Berlebih-lebihan

Larangan Makan Berlebih-lebihan



SUMBER :

www.BimbinganIslam.com

Rabu, 22 Sya’ban 1436 H / 10 Juni 2015 M

Ustadz Firanda Andirja, MA

Kitābul Jāmi’ | Bulūghul Marām

Hadits ke-16 | Adab Makan (Larangan Makan Berlebih-Lebihan)

Download Audio dan Transkrip

http://goo.gl/iWEn9a

~~~~~~~~~~~~~~~~~~

ADAB MAKAN (LARANGAN MAKAN BERLEBIH-LEBIHAN)


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Para ikhwan dan akhawāt yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla, kita masuk pada hadits terakhir dari Bābul Adāb dari Kitābul Jāmi’ dari Kitab Bulughul Marām.


وَعَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ, عَنْ أَبِيهِ, عَنْ جَدِّهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( كُلْ, وَاشْرَبْ, وَالْبَسْ, وَتَصَدَّقْ فِي غَيْرِ سَرَفٍ, وَلَا مَخِيلَةٍ )  أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ, وَأَحْمَدُ, وَعَلَّقَهُ اَلْبُخَارِيُّ


Dari Amar Ibnu Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, radhiyallāhu ‘anhum, berkata: “Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Makanlah, minumlah, berpakaianlah, dan bersedekahlah tanpa berlebihan (isrāf) dan tanpa kesombongan.”

(Riwayat Ahmad dan Abu Dawud. Imam Bukhari meriwayatkan hadits secara ta’liq)

Kita tahu bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla asalnya menghalalkan bagi hambaNya seluruh perkara-perkara dan rizqi yang baik.

Baik berupa makanan maupun minuman, pakaian, tempat tinggal, tunggangan/kendaraan dan seluruh kebaikan-kebaikan yang ada di atas muka bumi, maka hukumnya adalah halal.

Allāh tidak akan mengharamkan bagi para hambaNya kecuali yang mendatangkan kemadharatan, baik kemadharatan bagi agamanya, badannya, akalnya, harga dirinya atau bagi hartanya.


Dan hadits ini juga memperkuat akan hal ini. Bahwasanya seluruh perkara yang baik dan kesenangan yang baik di atas muka bumi ini dihalalkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.


Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah menyatakan dalam Al Qurān :



هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ّ


“Dialah Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang telah menciptakan bagi kalian seluruh yang ada di atas muka bumi ini.”  (Al-Baqarah 29)

Asalnya seluruh yang baik-baik di atas muka bumi ini hukumnya halal, silakan dimanfaatkan.

Akan tetapi perkara-perkara yang baik tersebut terkadang-meskipun hukum asalnya baik-dirubah oleh Allāh menjadi hukumnya haram tatkala mencapai tingkatan saraf (berlebihan) dan makhyilah.


Oleh karena itu dalam hadits ini dilarang, tetapi ada syaratnya;

① tidak boleh berlebih-lebihan

② tidak boleh karena kesombongan

Dan Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyatakan dalam Al Qurān:


وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا

“Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan.” (Al-A’raf 31)



Oleh karenanya, makanan selama makanan itu baik maka silakan tapi dengan syarat tidak sampai berlebih-lebihan dan tidak boleh dalam derajat kesombongan.


Apa bedanya antara saraf (berlebihan) dengan tabdzir?

Para ulama mengatakan:



√ Tabdzir berkaitan dengan kemaksiatan, dia lebih umum.

Misalnya seseorang mengeluarkan hartanya pada hal-hal yang dilarang oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla (namanya mubadzdzīr).

Demikian juga seseorang yang mengeluarkan hartanya yang halal secara berlebih-lebihan, ini juga disebut dengan mubadzīr

√ Saraf dikhususkan untuk perkara yang boleh, makan dan minum asalnya boleh, tapi berlebih-lebihan.


Dan ini bukan perkara yang maksiat, karena boleh.


Allāh berfirman:



إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

“Dan sesungguhnya orang-orang yang melakukan tabdzīr adalah saudara-saudaranya syaithan.” (Al-iSrā 27)

Oleh karenanya silakan makan, minum dan bersedekah tapi jangan berlebih-lebihan atau karena kesombongan.

Karena bisa jadi, makanan bisa menghantarkan pada sikap berlebih-lebihan (terlalu banyak atau terlalu mahal), sikap ini akan memberikan kemadharatan pada tubuh. Seluruh yang berlebih-lebihan akan memberi kemadharatan pada tubuh.

Dengan makanan bisa mengantar seseorang kepada kesombongan. Seperti seorang membeli makanan yang mahal kemudian dia tampakkan (pamer) di hadapan teman-temannya,
uat apa?



Padahal makan yang penting kenyang, sesekali kita bisa makanan yang enak, tapi terus-terusan kemudian makan yang enak tetapi untuk pamer, maka ini diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.



وبالله التوفيق, السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

______________________________

Donasi Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam

| Bank Mandiri Syariah

| No. Rek : 7103000507

| A.N : YPWA Bimbingan Islam

| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004



Saran atau Kritik silahkan sampaikan kepada kami melalui link berikut:

http://www.bimbinganislam.com/kritikdansaran


Adab-adab memakai sandal bagian 1

Adab-adab memakai sandal bagian 1
Sumber :

http://www.BimbinganIslam.com
Rabu, 8 Sya’ban 1436 H / 27 Mei 2015 M
Ustadz Firanda Andirja, MA
Kitābul Jāmi’ | Bulūghul Marām
Hadits ke-12 | Adab-Adab Memakai Sandal
Download Audio dan Transkrip
http://goo.gl/iWEn9a
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
ADAB-ADAB MEMAKAI SANDAL
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Ikhwan dan akhawat, kita masuk halaqah yang ke 15 dari Kitābul Jāmi’, dari Bulūghul Marām, masih dalam Bābul Adab dan kita akan membahas tentang Adab Memakai Sandal.
Al-Hāfizh Ibnu Hajar rahimahullāh membawakan hadits dari ‘Ali radhiyallāhu Ta’ālā ‘anhu,
َوَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
إِذَا انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِالْيَمِينِ, وَإِذَا نَزَعَ فَلْيَبْدَأْ بِالشِّمَالِ, وَلْتَكُنْ اَلْيُمْنَى أَوَّلَهُمَا تُنْعَلُ, وَآخِرَهُمَا تُنْزَعُ
Beliau berkata:
“Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda, ‘Jika salah seorang dari kalian menggunakan sendal maka mulailah dengan menggunakan sandal bagian kanan, jika dia melepaskan sandalnya maka hendaknya dia mulai dengan melepaskan sandal yang kiri. Maka jadikanlah yang kanan yang pertama kali dipakai dan jadikanlah yang kanan pula yang terakhir dilepas’.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Para Ikhwan yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla
Hadits ini adalah hadits yang shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim dan yang lainnya, diriwayatkan juga oleh Imam Malik dan Abu Daud.
Hadits ini merupakan salah satu dari kaidah umum yang disebutkan oleh para ulama yaitu bahwasanya merupakan sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
“Mendahulukan yang kanan dalam perkara-perkara yang baik dan menggunakan yang kiri dalam perkara-perkara yang buruk.”
Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallāhu Ta’ālā ‘anhā dalam Shahihain (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim), beliau berkata:
كان النبي صلى الله عليه وسلم يعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ في تَنَعُّلِهِ وَتَرجُّلِهِ و طُهُورِه وفي شَأْنِهِ كُلِّهِ (متفق عليه)
“Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam suka menggunakan (mendahulukan)  yang kanan dalam memakai sandal, menyisir rambut, bersuci dan dalam segala perkara.”
Ini dalil bahwasanya untuk segala perkara yang baik maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menganjurkan kita untuk mendahulukan yang kanan. Contohnya:
• bersisir
• memakai sandal
• memakai baju
• makan dan minum menggunakan tangan kanan
• mengambil perkara-perkara yang baik menggunakan tangan kanan
Bahkan, disebutkan bahwa Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tatkala bertahallul, yang beliau cukur adalah bagian kepala yang kanan terlebih dahulu baru kemudian kiri.
Adapun dalam perkara-perkara yang buruk maka kita mendahulukan atau menggunakan yang kiri. Contoh:
• Bersuci dari kotoran dengan menggunakan tangan kiri.
• Mengambil barang-barang yang kotor, maka kita menggunakan tangan kiri.
• Masuk ke dalam WC mendahulukan kaki kiri.
Berbeda ketika kita masuk ke masjid yang mendahulukan kaki yang kanan.
Dan demikianlah sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Diantara sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dalam praktek mendahulukan yang kanan dalam perkara yang baik dan menggunakan yang kiri dalam perkara yang buruk adalah adab menggunakan sandal.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:
“Jika salah seorang dari kalian memakai sandal maka dahulukan yang kanan. Kalau dia melepaskan sandal maka hendaknya dia mendahulukan yang kiri.”
Kenapa bisa demikian?
Karena menggunakan sandal merupakan perkara yang baik, merupakan karomah, perbuatan yang mulia yaitu menjaga kaki dari kotoran dan dari hal-hal yang bisa mengganggu.
Sedangkan melepaskan sandal adalah perkara yang kurang baik, karena kita  menghilangkan penjagaan terhadap kaki.
Demikianlah sunnahnya.
Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Ini (memakai dan melepas sandal) adalah perkara yang kita lakukan setiap hari.
Bisa saja kita cuek atau tidak cuek dalam menggunakan sandal dalam kehidupan kita sehari-hari.
Akan tetapi. kenapa kita tidak ingin mendapatkan pahala?
Caranya adalah tatkala memakai sandal kita niatkan menggunakan kaki kanan terlebih dahulu, mengingat akan sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, maka otomatis Allāh berikan pahala.
Kemudian, tatkala kita ingin melepas sendal, kita niatkan kaki kiri terlebih dahulu karena teringat sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Kebiasaan kebanyakan orang, kalau memakai sandal mendahulukan kaki kanan dan melepaskan juga yang kanan dahulu.
Ini kurang sempurna sunnahnya.
Sunnahnya adalah mendahulukan yang kanan ketika memakai dan mendahulukan yang kiri ketika melepas.
Jika kita biasakan demikian maka pahala terus mengalir dan tentunya ini yang lebih nikmat dan lebih baik.
Kemudian diakhir pembahasan saya ingatkan bahwasanya para ulama telah ijma’ bahwa menggunakan sandal dengan mendahulukan kaki kanan hanyalah sunnah, tidak sampai derajat wajib.
Akan tetapi merupakan perkara yang tercela jika seseorang sengaja menggunakan sandal dengan kaki kiri terlebih dahulu.
Walaupun tidak dikatakan berdosa, akan tapi hanya menyelisihi sunnah dan merupakan perbuatan buruk.
والله تعالى أعلم بالصواب.
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته.
______________________________
Sumber  :
Donasi Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004
Saran atau Kritik silahkan sampaikan kepada kami melalui link berikut:
http://www.bimbinganislam.com/kritikdansaran