Laman

HADITS 02 ARBA'IN AN-NAWAWIYYAH - PENJELASAN TAUHID AL-ULUHIYYAH (BAGIAN 3 DARI 6)

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 02 Rabi’ul Akhir 1439 H /20 Desember 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.
📗 Hadits Arba’in Nawawī
🔊 Hadits Kedua | Penjelasan Tauhid Uluhiyyah (Bagian 03 dari 06)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-HaditsArbainNawawi-0220
-----------------------------------

*HADITS 02 ARBA'IN AN-NAWAWIYYAH - PENJELASAN TAUHID AL-ULUHIYYAH (BAGIAN 3 DARI 6)*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
​​​الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Pada kesempatan ini saya akan menyebutkan tentang beberapa bentuk syirik akbar yang sering dilakukan oleh kaum muslimin di dunia demikian juga di tanah air kita Indonesia.

Di antara syirik akbar yang dilakukan oleh sebagian saudara-saudara kita, adalah:

⑴. Berdo'a kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla 

Kita tahu bahwasanya do'a merupakan ibadah yang sangat agung bahkan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

الدعاء هو العبــادة

_"Do'a itu adalah (intisari) daripada ibadah."_

(Hadīts riwayat At Tirmidzī)

Dan ini sama seperti Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

الْحَجُّ عَرَفَةُ

_"Haji itu adalah wuqūf dipadang 'Arafah."_

(Hadīts riwayat At Tirmidzi nomor  889, An Nasā’i nomor 3016 dan Ibnu Mājah nomor 3015, dihukumi shahīh oleh Syaikh Albāniy)

Padahal kita tahu bahwasannya rukun-rukun haji tidak hanya wuqūf di padang Arafah. Rukun-rukun haji ada yang lainnya, (seperti)  thawāf dan sa'i. Akan tetapi rukun yang paling asasi adalah wuqūf di padang 'Arafah. 

Oleh karenanya Nabi mengatakan:

الْحَجُّ عَرَفَةُ

_"Haji itu (intinya) adalah wuqūf di padang 'Arafah."_

Sebagaimana dijelaskan oleh Al Halimi dalam kitābnya Al Minhaj Fī Syu'abil Imān.

Dia mengatakan, demikian juga sabda Nabi:

 الدعاء هو العبــادة 

_"Do'a itu adalah (intisari) daripada ibadah."_

Maknanya demikian.

Karena do'a merupakan ibadah yang istimewa. Ibadah do'a tidak sebagaimana ibadah-ibadah yang lain.

Dalam do'a nampak sekali kerendahan orang yang berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Berbeda dengan ibadah-ibadah yang lain. Kalau orang puasa, orang bersedekah, tatkala sedang melaksanakan umrah (misalnya) tatkala sedang thawāf atau sa'i, dia sedang beribadah (dalam kondisi beribadah), tetapi tidak sama ketundukkan tatkala seorang sedang berdo'a.

Tatkala seorang mengangkat kedua tangan, kemudian menangis, minta kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, dengan penuh kerendahan, dengan penuh kehinaan, inilah yang benar-benar ibadah. Dan ini ibadah yang paling disukai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Allāh semakin suka dengan seorang hamba yang semakin merendahkan dirinya dihadapan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, semakin menghinakan dirinya dihadapan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Oleh karenanya do'a yang paling mustajab, tatkala seorang sedang sujud.

Kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

 وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِى الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ

_"Adapun sujud, maka berusahalah bersungguh-sungguh dalam doa, sehingga layak dikabulkan untukmu."_

(Hadīts riwayat Muslim Nomor 479)

Kenapa?

Karena, tatkala dia sedang sujud, dia sedang merendahkan dirinya, sedang menghinakan dirinya dihadapan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.  

Disertai dengan do'a maka do'a tersebut sangat mudah dikabulkan.

Nampak seorang tatkala berdo'a, dia merendahkan dirinya kepada Sang Pencipta.

Inilah ibadah yang sangat dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, lantas kalau kehinaan dan kerendahan ini diserahkan kepada makhluk selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka ini merupakan syirik akbar (syirik besar).

⇒ Tidak ada ibadah yang afdhal seperti do'a.

Kemudian ibadah yang sangat afdhal ini diserahkan kepada makhluk.

Dia berdo'a kepada Nabi, berdo'a kepada malāikat, berdo'a kepada wali, berdo'a kepada sunan, minta kepada jin. Maka ini merupakan syirik besar, syirik yang paling parah (berdo'a kepada selain Allāh).

Maka Allāh berfirman:

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ 

_"Dan siapakah yang lebih sesat, dari orang yang berdo'a kepada selain Allāh?"_

(QS. Al Ahqāf: 5)

⇒ Jawabannya tidak ada.

Yang paling sesat adalah orang yang berdo'a kepada selain Allāh.

Kesyirikan yang paling parah adalah berdo'a kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Karenanya barangsiapa yang menyerahkan ibadah ini kepada selain Allāh maka dia telah terjerumus ke dalam syirik yang paling parah, syirik akbar (yaitu), syirik berdo'a kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Jangan dia katakan, "Yā ustadz, saya juga berdo'a kepada Allāh hanya sesekali saya berdo'a kepada wali."

⇒ Itulah kesyirikan, tadi telah kita ingatkan.

Allāh mengatakan dalam Al Qur'an:

وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ  

_"Dan barangsiapa yang berdo'a kepada selain Allāh bersama Allāh, padahal tidak suatu dalilpun baginya tentang itu."_

(QS Al Mu'minun: 117)

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا 

_"Dan sesungguhnya masjid-masjid hanya milik Allāh, maka jangan kalian berdo'a kepada selain Allāh bersama Allāh."_

(QS Al Jinn: 18)

⇒ Itulah hakekat kesyirikian.

Yang berdo'a kepada Allāh dan juga kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kalau  orang-orang Nashrāni, mereka dikāfirkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla karena:

√ Mereka berdo'a kepada Yesus,
√ Mereka berdo'a kepada seorang nabi.

Meminta kepada seorang nabi adalah musyrik, bagaimana lagi jika minta kepada yang di bawah nabi?

Bagaimana lagi minta kepada orang yang tidak jelas keimānnya, yang tidak jelas Islāmnya?

Bagaimana minta kepada penghuni-penghuni kubur yang tidak diketahui bagaimana statusnya, kemudia diagung-agungkan kuburan tersebut, dimintai pertolongannya dan macam-macamnya?

Karenanya yang jadi masalah, timbul/muncul sebagian da'i di tanah air kita, yang mengajak orang-orang untuk beristighasah kepada mayat-mayat tatkala dalam kondisi darurat, dalam kondisi genting, maka (katanya) disunnahkan bahkan dianjurkan untuk beristighasah kepada mayat-mayat yang sudah meninggal dunia. Dengan mengatakan, "Yā wali fulān aghifni, wahai wali fulan tolonglah aku.'

Istighāsah ini bentuk do'a yang special, istighāsah adalah do'a tatkala dalam keadaan genting.

Tidak disebut istighāsah dalam bahasa Arab kecuali tatkala do'a tersebut dalam keadaan genting.

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَٱسْتَجَابَ لَكُمْ

_"Ingatlah, ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu."_

(QS Al Anfāl: 9)

Tatkala Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam perang badr (Allāh abadikan dalam Al Qur'ān), tatkala itu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersama Abū Bakar, berdua berdo'a kepada Allāh. Sementara para shahābat berperang.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengangkat kedua tangannya, Abū Bakar juga berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kondisinya saat itu sangat genting, sampai Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

اللّهُمَّ إن تَهلَك هَذِهِ العَصَابَة لا تُعبَد

_"Yā Allāh, seandainya kami meninggal dunia semuanya, maka Engkau tidak akan disembah."_

(Hadīts riwayat Muslim 3/1384 hadit nomor 1763)

Karena ini perang pertama antara kaum muslimin dan orang-orang musyrikin. Sementara musyrikin jumlahnya 1000 orang kaum muslimin jumlahnya hanya 315 atau 300 sekian.

Maka Nabi berdo'a dengan do'a yang disebut dengan do'a istighāsah, benar-benar berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Tatkala Abū Bakar sudah selesai berdo'a, Nabi terus berdo'a tidak berhenti. Abū Bakar sampai kasihan melihat Nabi yang do'anya sungguh-sungguh meminta kepada Allāh, sampai jatuh ridā'/selendang beliau, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam terus berdo'a.

Abū Bakar mengatakan:

بعد منشدتك يا رسوالله

_"Wahai Rasūlullāh, sudah cukup sebagian do'amu. Allāh akan kabulkan janji-Nya, wahai Rasūlullāh."_

Rasūlullāh tidak perduli, beliau terus berdo'a Allāh mengatakan: 

 إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ 

_"Tatkala kalian beristighāsah kepada Allāh, maka Allāh kabulkan permintaan kalian."_

(QS. Al Anfāl: 9)

Istighāsah adalah do'a dalam keadaan genting, yang seharusnya seorang tatkala dalam keadaan genting ingat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

 أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ

_"Bukankah Allāh memperkenankan do'a orang yang dalam kesulitan apabila dia berdo'a kepadanya."_

(QS An Naml: 62)

Siapa yang bisa menghilangkan kemudharatan seorang dalam kondisi terdesak kecuali Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Ini sebaliknya, malah sebagian da'i di tanah air kita, mengatakan jika dalam kondisi terdesak maka beristighāsahlah kepada wali-wali Allāh.

Panggil 'Abdul Qadir Jailani, "Wahai Abdul Qadir Jailani tolonglah aku." "Panggil itu wali-wali, mereka akan datang menolong," subhānallāh. Ini darimana?

Ini kesyirikan yang sangat nyata, justru seseorang dalam kondisi sangat terdesak, sangat genting, seharusnya minta kepada Allāh, bukan kepada perantara-perantara.

Oleh karenanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman dan antum bisa lihat dalam tafsirnya Ar Rāzi', salah seorang ulamā dari madzhab syāfi'iyyah, tatkala menafsirkan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam QS. Al Baqarah: 186:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ 

_Dan jika hamba-hamba Ku bertanya kepada engkau, wahai Muhammad, tentang Aku, katakanlah, "Aku sangat dekat, Aku akan mengabulkan do'a orang-orang yang berdo'a kepada Ku.”_

(QS Al Baqarah: 186)

Firman Allāh:

 قَرِيبٌ

"(Allāh itu) dekat."

Menunjukkan tidak butuh ada perantara. Kalau minta langsung kepada Allāh, tidak perlu pake perantara.

Karena Allāh telah mengatakan: فَإِنِّي قَرِيبٌ (Aku sangat dekat). Kedekatan Allāh dalam mengabulkan permintaan hamba-hamba-Nya.

Oleh karenanya seorang tatkala dalam kondisi terdesak kemudian mengatakan, "Wahai wali fulān tolonglah aku," maka dia telah terjerumus dalam kesyirikan.

Terlebih-lebih lagi, wali-wali tersebut sudah meninggal dunia. Entah kuburannya ada yang di Irāq, ada yang di Jazirah Arab, kemudian di laut Madura atau di selat Sunda atau di Jogjakarta, kemudian mengatakan, "Wahai wali fulān, wahai wali fulān."

Apakah dia dengar? Sementara dia berada di tempat jauh (di kubur ditempat jauh)

Namun mereka, para da'i-dai, yang menyeru kepada kesyirikan ini memberi syubhat. Mereka mengatakan wali-wali setelah meninggal dunia, tinggi derajat mereka dan mereka mendengar apa yang kita serukan. Allāh berikan kekuatan kepada mereka untuk mendengar apa yang kita bicarakan. Dan Allāh maha mampu untuk melakukan segala sesuatu.

Bahkan (dikatakan) sebaliknya, ini yang sangat menakjubkan, saya baca dari perkataan mereka, justru orang yang melarang minta kepada wali, dialah yang musyrik, katanya.

Kenapa?

(Katanya) karena dia meragukan kekuasaan Allāh. Allāh mampu untuk membuat wali-wali tersebut mendengar. Sehingga barangsiapa yang meragukan kekuasaan Allāh dia musyrik dan kāfir.

Kita bilang, tidak ada yang meragukan kekuasaan Allāh. Tapi mana dalīlnya Allāh buat mereka bisa dengar?

Mana dalīlnya Allāh buat mereka bisa datang menolong kita?

Jangan cuma mengatakan Allāh mampu, kalau sekedar mampu kita bilang, tanah pun bisa jadi obat kalau Allāh kehendaki. Kotoran pun bisa jadi obat kalau Allah kehendaki.

Tapi mana dalīlnya? Mana buktinya?

Oleh karenanya sangat menakjubkan, mereka berbuat kesyirikan, menyeru kepada kesyirikan akan tetapi menuduh orang-orang yang melarang, dikatakan musyrik.

Demikianlah kajian kita pada kesempatan kali ini, besok in syā Allāh kita lanjutkan lagi biidzillāhi Ta'āla.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

🖋Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
______________________