🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 21 Shafar 1439 H / 10 November 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Hadits Arba’in Nawawī
🔊 Hadits Kedua (Bagian 05 dari 06)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-HaditsArbainNawawi-0205
-----------------------------------
HADITS 02 BAGIAN 05 DARI 06
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وأخوانه
Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita akan melanjutkan pembahasan kita dari kitāb Al Arb'ain An Nawawiyyah, pada kesempatan kali ini akan melanjutkan hadīts yang ke-2.
Kemudian di antara faedah dalam hadīts ini, disebutkan dalam hadīts tersebut, tatkala malāikat Jibrīl datang, maka dia menyandarkan kedua lututnya kepada kedua lutut Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Kemudian dia meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya.
Ada khilaf di antara para ulamā, dia meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya, "nya" ini siapa? Pahanya Jibrīl atau pahanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam?
Adapun Imām An Nawawi rahimahullāh dalam Al Minhaj Syarah Shahīh Muslim, dia mengatakan bahwasanya malāikat Jibrīl meletakkan kedua tangannya dipahanya sendiri, bukan dipahanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Akan tetapi pendapat ini terbantah, karena ada riwayat yang shahīh dari Ibnu 'Abbās.
Demikian juga dari Abū Amir Al Ashari dan dari shahābat yang lain disebutkan, "Maka Jibrīl meletakkan kedua tangannya di atas dua lutut Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam," bukan di atas lututnya Jibrīl.
Saya akan sebutkan riwayat yang lain, yang diriwayatkan dari Abū Dzar, demikian juga dari Abū Harairah radhiyallāhu 'anhu lafadz tentang hadīts ini secara lengkap, bukan dari 'Umar karena saat kejadian banyak shahābat yang melihat, di antaranya adalah 'Umar yang meriwayatkan hadīts tersebut, di antaranya ada shahābat yang lain.
Saya sebutkan ada sekitar 8 shahābat yang meriwayatkan hadīts ini, diantaranya adalah Abū Hurairah dan Abū Dzar.
Dalam riwayat An Nasāi' dengan sanad yang shahīh dishahīhkan oleh Syaikh Al Albāniy rahimahullāh:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَجْلِسُ بَيْنَ ظَهْرَانَىْ أَصْحَابِهِ فَيَجِيءُ الْغَرِيبُ فَلاَ يَدْرِي أَيُّهُمْ هُوَ حَتَّى يَسْأَلَ
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam biasanya duduk bersama para shahābatnya. Kalau ada orang yang datang dari jauh, orang tersebut tidak tahu mana yang shahābat-shahābat Nabi dan yang mana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, sampai dia tanya, "Mana Muhammad."
Ini kata para ulamā adalah tawadhu'nya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, sampai-sampai tidak ketahuan mana pemimpin, mana yang dipimpin. Tidak diketahui.
Sehingga kalau ada orang asing datang mencari Nabi, dia tanya dulu, "Nabi Muhammad yang mana?" Sampai-sampai disebutkan.
Yang menakjubkan, tatkala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersama Abū Bakar berhijrah dari Mekkah menuju Madīnah dan mereka sampai di kota Madīnah.
Orang-orang datang ingin menyalami Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tapi mereka menyalami Abū Bakar, mereka menyangka Abū Bakar adalah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Inilah tawādhu'nya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, tidak nampak pakaian yang istimewa atau penampilan istimewa.
Penampilannya sama, bajunya sama, tidak ada yang lain dari pada yang lain.
فَطَلَبْنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَجْعَلَ لَهُ مَجْلِسًا يَعْرِفُهُ الْغَرِيبُ إِذَا أَتَاهُ
Kemudian para shahābat punya ide (daripada setiap orang datang bertanya mana Rasūlullāh, tatkala mereka sedang berkumpul) bagaimana kalau beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam dibuatkan semacam tempat duduk supaya orang-orang asing yang datang mengenal Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
فَبَنَيْنَا لَهُ دُكَّانًا مِنْ طِينٍ كَانَ يَجْلِسُ عَلَيْهِ
Maka kami membuat semacam gundukan tanah, seperti dudukan yang terbuat dari tanah, tetapi agak tinggi, sehingga Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam duduk di situ.
وَإِنَّا لَجُلُوسٌ وَرَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي مَجْلِسِهِ
Maka pada suatu hari tatkala kami sedang duduk-duduk dan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sedang duduk ditempat tersebut (yang agak tinggi).
إِذْ أَقْبَلَ رَجُلٌ أَحْسَنُ النَّاسِ وَجْهًا وَأَطْيَبُ النَّاسِ رِيحًا
Maka datanglah seorang wajahnya sangat tampan (yaitu malāikat Jibrīl), kemudian tubuhnya sangat harum.
كَأَنَّ ثِيَابَهُ لَمْ يَمَسَّهَا دَنَسٌ حَتَّى سَلَّمَ فِي طَرَفِ الْبِسَاطِ فَقَالَ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا مُحَمَّدُ
Bajunya sangat putih bersih, tidak tersentuh dengan kotoran sedikit pun, kemudian dia mengatakan:
"Assalāmu'alayka Yā Muhammad."
Ini datang dalam bentuk orang Arab Badui.
Para ulamā menjelaskan, Jibrīl biasanya menjelma seperti Dihya Al Kalbi, namun kali ini Jibrīl datang seperti orang Arab Badui dan gaya orang Arab Badui agak kurang sopan.
Allāh Subhānahu wa Ta'āla tidak pernah memanggil, "Wahai Muhammad," Allāh Subhānahu wa Ta'āla selalu memanggil dengan, "Yā Nabi, Yā Rasūl."
Para shahābat juga tidak ada yang berani memanggil, "Yā Muhammad."
Adapun ini, Jibrīl sedang menjelma seperti orang Arab Badui, maka dia mengatakan, "Assalāmu'alayka Yā Muhammad."
فَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ قَالَ أَدْنُو يَا مُحَمَّدُ قَالَ " ادْنُهْ " . فَمَا زَالَ يَقُولُ أَدْنُو مِرَارًا وَيَقُولُ لَهُ.
Kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjawab:
"Wa’alaykum salām."
Kemudian orang ini (Jibril) mengatakan:
"Boleh saya mendekat, wahai Muhammad?"
Subhānallāh, diulang-ulang namanya Muhammad, Muhammad, Muhammad. Tidak mengatakan, "Boleh saya mendekat wahai Rasūlullāh?"
Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, "Silahkan."
Dan dia mengulang, "Boleh saya dekat lagi?"
Kata Nabi, "Silahkan dekat."
Sampai akhirnya diapun duduk dekat Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas lutut Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kemudian dia berkata, "Yā Muhammad, kabarkanlah kepada ku."
Dalam riwayat yang lain disebutkan, orang ini (Jibrīl) waktu datang, dia melompati pundak-pundak para shahābat.
Jadi Nabi sedang duduk, kemudian para shahābat sedang berkumpul, dia masuk melompati pundak-pundak shahābat, tahu-tahu dia berkata, "Assalāmu'alayka Yā Muhammad."
Dari sini sebagian ulamā menjadikan dalīl bahwasannya pentingnya bersabarnya seorang guru terhadap murid. Terutama kalau murid memiliki sikap yang agak kasar.
Kadang timbul ke-aku-an dari seorang guru. "Harusnya di depan banyak murid-murid saya, harusnya dia hormati saya."
Dia mengatakan, "Wahai pak," atau minimal, "Bagaimana kabar mu pak?" Atau, "Gimana kabar mu ustadz?"
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam lihat orang ini dalam keadaan memanggil namanya, "Assalāmu'alayka Yā Muhammad, bolehkah saya dekat engkau, Yā Muhammad?"
Tapi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sabar. Sehingga para ulamā menyatakan dalīl bahwasannya seorang guru harus sabar tatkala menemukan sikap-sikap yang kasar dari murid yang terkadang kurang mengerti adab. Apalagi mungkin dari jauh, jadi adabnya berbeda, sehingga butuh kesabaran dari seorang guru.
Dari dalīl ini juga para ulamā menyebutkan, disunnahkan bagi seorang yang hendak menuntut ilmu, hendaknya memakai pakaian yang indah, yang bersih.
Sebagaimana Jibrīl tatkala datang ingin menuntut ilmu dari Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Tadi disebutkan, wajahnya tampan kemudian bajunya bersih, kemudian harum, karena majelis ilmu adalah majelis yang diberkahi oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Para malāikat hadir dalam majelis ilmu, maka seorang jangan kemudian tidak mandi, kemudian bau badan tidak dibersihkan datang ke majelis ilmu.
Oleh karenanya seorang dalam rangka untuk menghormati majelis ilmu, maka dia siapkan dirinya, pakai pakaian yang bersih, karena dia sedang hadir dalam majelis yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Majelis yang dihadiri oleh para malāikat sebagaimana Jibrīl tatkala hadir dalam pakaian yang bersih dan juga keluar bau harum dari tubuhnya.
Besok in Syā Allāh kita lanjutkan biidzillāhi Ta'āla.
وبالله التوفيق و الهداية
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
-----------------------------------