Tathayyur (Merasa sial dengan Sesuatu)
sumber :
BimbinganIslam.com
Selasa, 21 Sya’ban 1436 H / 9 Juni 2015 M
Ustadz Abdullāh Roy, MA
Silsilah Belajar Tauhid
Halaqoh 17 | Tathayyur (Merasa Sial Dengan Sesuatu)
Download Audio dan Transkrip
http://goo.gl/iWEn9a
~~~~~~~~~~~~~~~
TATHAYYUR (MERASA SIAL DENGAN SESUATU)
بسم الله الرحمن الرحيم السلام
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Pelajaran yang ketujuhbelas dari silsilah belajar tauhid adalah tentang tathayyur, yaitu merasa sial dengan sesuatu.
Tathayyur adalah merasa akan bernasib sial karena melihat atau mendengar kejadian tertentu, seperti:
• melihat tabrakan, atau
• orang yang berkelahi, atau
• yang semisalnya.
Kemudian hal tersebut menyebabkan dia tidak jadi melaksanakan hajatnya seperti bepergian, berdagang dan lain-lain.
Tathayyur termasuk syirik kecil apabila perasaan tersebut kita ikuti.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ ردَّتْهُ الطِيَرَةُ من حاجةٍ فقدْ أشرَك
“Barangsiapa yang thiyarah menyebabkan dia tidak jadi melaksanakan hajatnya maka dia telah berbuat syirik.”
(Hadits shahih diriwayatkan oleh Imam Ahmad)
Perasaan ini sebenarnya tidak akan mempengaruhi takdir, sebagaimana hal ini di nafikan & diingkari oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Beliau bersabda:
وَلاَ الطِّيَارَة
“Tidak ada thiyarah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Maksudnya, thiyarah ini hanya sebuah perasaan saja yang tidak akan berpengaruh terhadap takdir Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Oleh karena itu seorang muslim tidak boleh mengikuti was-was syaithan ini & hendaknya ia memiliki keyakinan yang kuat bahwa:
Semua yang terjadi di permukaan bumi berupa kebaikan & keburukan adalah dengan takdir Allāh semata.
Yakin bahwa tidak (ada yang) mendatangkan kebaikan kecuali Allāh & tidak (ada yang) melindungi dari keburukan kecuali Allāh.
Hanya bertawakal kepada Allāh semata & berbaik sangka kepada Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Apabila datang perasaan tersebut maka hendaknya segera dihilangkan dengan tawakal dan tetaplah dia melaksanakan hajatnya.
Dan yang terjadi setelah itu adalah takdir Allāh semata.
Adapun tafā’ul maka diperbolehkan didalam agama kita.
Tafā’ul artinya adalah:
“Berbaik sangka kepada Allāh karena melihat atau mendengar sesuatu”.
Dahulu Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sering bertafā’ul seperti ketika Perjanjian Hudaibiyah.
Utusan Quraisy saat itu bernama Suhail. Dan Suhail adalah bentuk pengecilan dari kata “sahl” yang artinya “yang mudah”.
Maka beliau pun berbaik sangka kepada Allāh bahwa perjanjian ini akan membawa kemudahan & kebaikan bagi umat Islam.
Maka benarlah persangkaan beliau, Allāh Subhānahu wa Ta’ālā membuka setelah itu (yaitu setelah perjanjian tersebut) pintu-pintu kemudahan bagi umat Islam.
Itulah halaqoh yang ke-17 dan sampai bertemu kembali pada halaqoh yang selanjutnya.
وبالله التوفيق والهداية و السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Saudaramu,
Abdullāh Roy
______________________________
sumber :
Donasi Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004
Saran atau Kritik silahkan sampaikan kepada kami melalui link berikut:
http://www.bimbinganislam.com/kritikdansaran