Laman

Tampilkan postingan dengan label Matan Abu Syuja' (Kitab Sholat). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Matan Abu Syuja' (Kitab Sholat). Tampilkan semua postingan

SHALAT 'IEDUL FITRI DAN 'IEDUL ADHA (BAG. 2 DARI 2)

SHALAT 'IEDUL FITRI DAN 'IEDUL ADHA (BAG. 2 DARI 2)

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 07 Rajab 1438 H / 04 April 2017 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 63 | Fiqh Shalāt Iedul Fitri Dan Iedul Adha (Bag.2 dari 2)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FZ-H063
〰〰〰〰〰〰〰

SHALAT 'IEDUL FITRI DAN 'IEDUL ADHA (BAG. 2 DARI 2)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para shahābat Bimbingan Islām yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita masuki halaqah yang ke-63 dan masih pada fasal berikutnya yaitu tentang shalāt 'Iedul Fitri dan 'Iedul Adha.

قال المؤلف رحمه الله

_Berkata penulis rahimahullāh:_

((و يخطب بعدها خطبتين يكبر في الأولى تسعا وفي الثانية سبعاً))

_"Dan khutbah setelah shalāt sebanyak 2 (dua)  kali khutbah, yaitu:_

_√ Takbir dikhutbah pertama sebanyak 9 (sembilan) kali._
_√ Takbir dikhutbah kedua sebanyak 7(tujuh) kali."_

Shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

▪ Hukum khutbah 'Ied

Khutbah 'Ied  hukumnya adalah sunnah, ini berdasarkan kesepakatan Imām madzhab yang empat.

▪ Waktu Khutbah 'Ied

Waktu khutbah 'Ied dilakukan setelah shalāt, ini berdasarkan ijma' sebagaimana yang dinukil oleh Imām Ibnu Qudammah dan Imām Ibnu Jauzy.

▪ Tata Cara Khutbah 'Ied

Khutbah 'Ied dilakukan dengan 2 (dua) kali khutbah, ini merupakan kesepakatan keempat Imām madzhab, bahkan Ibnu Hazm menukilkan ijma' akan hal tersebut.

Adapun membuka khutbah dengan takbir maka di sana ada perbedaan pendapat apakah dibuka dengan takbir ataukah dengan tahmid.

Pendapat pertama |

Khutbah dibuka dengan takbir sesuai dengan pendapat imām madzhab.

Sebagaimana disebutkan oleh penulis dimana Imām Syāfi'i menjelaskan bahwasanya takbir 9 (sembilan) kali pada khutbah pertama dan 7 (tujuh) kali pada khutbah yang kedua.

Dan beliau katakan ini sunnah, namun sandarannya adalah hadīts yang dhaif.

Pendapat kedua |

Khutbah dibuka dengan tahmid dan ini adalah pendapat Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim dan Syaikh Bin Baz, serta Imām Syaukani lebih condong terhadap pendapat ini.

قال المؤلف رحمه الله

_Berkata penulis rahimahullāh:_

((ويكبر من غروب الشمس من ليلة العيد إلى أن يدخل الإمام في الصلاة وفي الأضحى خلف الصلوات المفروضات من صبح يوم عرفة إلى العصر من آخر أيام التشريق)).

_"Dan hendaknya bertakbir mulai dari terbenamnya matahari pada malam 'Ied sampai Imām masuk ke tempat shalāt._

_Adapun pada 'Iedul Adha, maka bertakbir setiap selesai dari sholāt fardhu mulai Subuh pada hari Arafah sampai 'Ashar pada hari terakhir di hari-hari Tasyrik."_

Shahābat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Adapun seputar takbir pada shalāt 'Iedul Fitri dan shalāt 'Iedul Adha, ada beberapa hal yang akan kita bahas, diantaranya:

⑴ Waktu Takbir

Sebagaimana yang dijelaskan oleh  penulis, bahwasanya;

√ Untuk 'Iedul Fitri adalah mulai terbenamnya matahari pada malam 'Ied sampai Imām masuk tempat shalāt 'Ied.

√ Untuk 'Iedul Adha, mulai pada waktu Subuh hari Arafah tangal  9 Dzulhijjah sampai 'ashar di hari akhir Tasyrik yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. 

⑵ Hukum Takbir

Adapun hukum takbir pada 'Iedul Fitri dan 'Iedul Adha adalah sunnah, berdasarkan pendapat mayoritas ulamā dari kalangan Mālikiyyah, Syāfi'iyah, dan Hanābilah. Bahkan Imām Nawawi menyatakan bahwa hal itu adalah ijma'.

Takbir pada shalāt 'Iedul Fitri disebut takbir mutlaq atau takbir yang dilakukan atau diucapkan kapan saja.

⑶ Waktu Takbir

Waktu takbir dimulai semenjak terlihat hilal pada bulan Syawwal atau dengan kata lain mulai terbenamnya matahari pada malam 'Ied atau setelah maghrib pada tanggal 30 Ramadhān. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulamā.

Adapun waktu berakhirnya ada khilaf perbedaan pendapat dikalangan ulamā.

Dan pendapat Syāfi'iyah dan Mālikiyyah adalah berakhir manakala Imām telah datang untuk melaksanakan shalāt 'Ied. Maka ini adalah waktu akhir untuk bertakbir pada 'Iedul Fitri yaitu dimulai sejak terbenamnya matahari pada malam 'Ied atau akhir dari bulan Ramadhān sampai datangnya Imām untuk melaksanakan shalāt 'Ied.

Pendapat ini dipilih juga oleh Syaikh Utsaimin.

⑷ Hukum Takbir Muqayyad

Takbir muqayyad adalah takbir yang diucapkan setelah selesai melaksanakan shalāt.

Sehingga takbir muqayyad tidak disyariatkan pada malam 'Iedul  Fitri,  baik setelah shalāt Maghrib atau shalāt 'Isya atau setelah selesai shalāt 'Ied.

⇒ Takbir pada saat  'Ied Fitri  yang berlaku adalah takbir  mutlaq,  maksudnya adalah bebas kapan saja baik di rumah, di pasar atau ditempat manapun dan tidak muqayyad, artinya tidak dilakukan setelah shalāt fardhu.

Ini adalah pendapat mayoritas ulamā Syāfi'iyah dan madzhab Hanābilah dan yang dipilih Imām Nawawi, Ibnu Taymiyyah dan Syaikh Utsaimin.

⇒ Adapun takbir untuk 'Iedul Adha, maka berlaku mutlaq dan muqayyad.

Jadi selain disunnahkan di jalan-jalan, di rumah, di pasar, maka disunnahkan pula selesai melaksanakan shalāt fardhu untuk mengucapkan takbir.

⑸ Mengeraskan Takbir

Disunnahkan mengeraskan takbir bagi laki-laki manakala keluar dari rumah menuju lapangan (tempat shalāt) 'Ied pada saat 'Ied Fitri dan 'Ied Adha, ini adalah pendapat mayoritas ulamā.

Ini adalah beberapa keterangan atau sunnah-sunnah yang bisa disampaikan dalam masalah shalāt 'Iedul Fitri dan 'Iedul Adha.

Semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم, وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ الله رَبِّ الْعَالَمِينَ
____________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

⑴ Pembangunan dan Pengembangan Rumah Tahfizh
⑵ Support Radio Dakwah dan Artivisi
⑶ Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jama'ah di Indonesia

📝 Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
-----------------------------------------

SHALAT IEDUL FITRI DAN IEDUL ADHA (BAG. 1 DARI 2)

SHALAT IEDUL FITRI DAN IEDUL ADHA (BAG. 1 DARI 2)

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 06 Rajab 1438 H / 03 April 2017 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 62 | Fiqh Shalāt Iedul Fitri Dan Iedul Adha (Bag. 1 dari 2)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FZ-H062
〰〰〰〰〰〰〰

SHALĀT IEDUL FITRI DAN IEDUL ADHA (BAG. 1 DARI 2)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para shahābat Bimbingan Islām yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita memasuki halaqah yang ke-62 dan masuk pada fasal berikutnya yaitu tentang shalāt Iedul Fitri dan Iedul Adha.

قال المؤلف رحمه الله

_Berkata penulis  rahimahullāh:_

((وصلاة العيدين سنة مؤكدة و هي:
ركعتان يكبر في الأولى سبعا سوى تكبيرة الإحرام وفي الثانية خمسا سوى تكبيرة القيام.))

_"Dan shalāt 'Iedain  ('Iedul fitri dan 'Iedul Adha) hukumnya adalah  sunnah muakkadah._

_Dan shalāt 'ied adalah shalāt 2 (dua) raka'at dengan 7 (tujuh) kali takbir di raka'at pertama selain takbiratul ihram, dan takbir 5 (lima) kali pada raka'at kedua selain takbir bangun dari sujud."_

▪ Shalāt 'Ied (Shalāt Hari Raya)

Adalah shalāt yang dilakukan pada hari 'Ied, baik 'Iedul Fitri (setelah selesai bulan Ramadhān) maupun pada 'Iedul Adha.

Maksud 'Ied di sini adalah berkumpulnya orang-orang secara rutin dan berulang-ulang. Karena selalu berulang setiap tahun maka dikatakan sebagai 'Ied, yaitu "kembali".

▪ Keutamaan shalāt 'Ied

Keutamaan shalāt 'Ied sangat besar. Hal ini ditunjukkan dengan rutinnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melakukannya secara terus menerus dan bahkan beliau sampai memerintahkan para wanita yang sedang hāidh, untuk keluar menyaksikan shalāt 'Ied untuk berkumpul dengan kaum muslimin.

Begitu juga para shahābat radhiyallāhu Ta'āla 'anhum jam'ian, mereka selalu menjaga shalāt ini dan rutin melaksanakan  shalāt ini.

Dan di dalam shalāt ini ada rasa syukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan menampakkan syiar Islām dan bersatunya kaum muslimin. Oleh karena itu dia memiliki keutamaan yang besar.

▪ Hukum Shalāt 'Ied

Hukum shalāt 'Ied dalam madzhab Syāfi'i adalah sunnah muakkadah, (artinya) sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan, sebagaimana yang disebutkan oleh penulis bahwa shalāt ini adalah sunnah muakkadah. Dan ini merupakan pendapat Mālikiyyah dan Jumhūr ulamā. Dan pendapat ini condong lebih kuat.

Namun di sana ada sebagian yang berpendapat bahwasanya hukumnya wajib 'ain, seperti madzhab Hanafi. Dan sebagian berpendapat wajib kifayah sebagaimana madzhab Hambali.

▪ Waktu Shalāt 'Ied

Shalāt 'Ied dilakukan antara terbitnya matahari sampai tergelincirnya matahari atau zawal. Dan disunnahkan untuk  diakhirkan sampai matahari tingginya sekadar ujung tombak.

▪ Tata Cara Shalāt 'Ied

Untuk raka'at shalāt 'Ied dilakukan sebanyak 2 (dua) raka'at. Hal ini merupakan 'ijma para ulamā,  berdasarkan hadīts shahīh yang diriwayatkan Imām An Nasāi' dan Ibnu Mājah, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

صلاة الأضحى ركعتان وصلاة الفطر ركعتان

_"Shalāt 'Iedul Adha itu 2 (dua) raka'at dan shalāt 'Iedul Fitri ada 2 (dua) raka'at."_

▪ Hukum Takbir Tambahan

Hukum takbir tambahan adalah sunnah, berdasarkan pendapat jumhūr mayoritas ulamā fiqih dari kalangan Syāfi'iyah, Mālikiyyah dan Hanābilah.

Oleh karenanya apabila seorang Imām lupa maka tidak perlu dia mengulangi shalātnya, cukup meneruskan shalāt tersebut.

▪ Jumlah Takbir Tambahan

Adapun jumlah takbir tambahan berdasarkan madzhab Syāfi'i adalah sejumlah 7 kali takbir pada raka'at pertama (selain takbiratul ihram) artinya tidak menghitung takbiratul ihram.

⇒ Berdasarakan madzhab Syāfi'i,

√ 7 (tujuh) takbir pada raka'at pertama.
√ 5 (lima) takbir pada raka'at kedua.

Adapun 5 takbir pada raka'at kedua selain takbir bangun dari sujudnya.

Hal ini berdasarkan hadīts yang diriwayat oleh Imām Tirmidzi dengan sanad yang hasan, bahwasanya:

"Dahulu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bertakbir dalam shalāt 'Iedain pada raka'at pertama 7 (tujuh) kali sebelum membaca dan pada raka'at yang terakhir 5 (lima) kali sebelum membaca."

Adapun pendapat jumhūr mayoritas ulamā dari Mālikiyyah dan Hanābilah, adalah:

√ Raka'at pertama adalah 6 (enam) kali selain takbir yang pertama.
√ Raka'at kedua 5 (lima) kali.

▪ Hukum Mengangkat Kedua Tangan

⇒ Disunnahkan untuk mengangkat tangan walaupun  pada takbir tambahan.

Yaitu dikerjakan pada saat dia takbiratul ihram atau takbir bangun dari sujud. Ini adalah pendapat mayoritas ahli fiqih dari kalangan Hanafiyyah , Syāfi'iyah dan Hanābilah.

▪Do'a Istiftah

√ Di sunnahkan membaca do'a istiftah setelah takbiratul ihram dan sebelum takbir tambahan.
√ Disunnahkan untuk membacaa ta'awudz sebelum membaca Al Fātihah.

⇒ Ini adalah pendapat jumhūr mayoritas fuqahā.

▪ Apa yang dibaca diantara dua takbir?

Para ulama berbeda pendapat:

√ Pendapat pertama disunnahkan untuk berdzikir.
√ Pendapat kedua bahwa tidak disunnahkan berdzikir

⇒ Dan ini disebutkan Imām Nawawi sebagai pendapat jumhūr mayoritas fuqaha (yaitu pendapat yang kedua)

▪ Bacaan Dalam Shalāt 'Ied

Bacaan dalam shalāt 'Ied, Imām membaca secara jahr (dikeraskan). Dinukilkan oleh Imām Nawawi dan Ibnu Qudamah bahwa hal ini adalah berdasarkan ijma'.

▪ Bacaan Yang Disunnahkan

Bacaan yang disunnahkan dalam dalam 'Iedain setelah membaca surat Al Fatiha adalah:

√ Surat Al A'lā atau surat Qāf pada raka'at pertama.
√ Surat  Al Ghāsyiyah atau surat  Al Qamar pada raka'at kedua.

Ini adalah hal-hal yang terdapat dalam sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Demikian yang bisa disampaikan pada halaqah ini, semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ الله رَبِّ الْعَالَمِينَ
____________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

⑴ Pembangunan dan Pengembangan Rumah Tahfizh
⑵ Support Radio Dakwah dan Artivisi
⑶ Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jama'ah di Indonesia

📝 Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
-----------------------------------------

FIQH SHALAT JUM’AT (Bagian 2)

FIQH SHALAT JUM’AT (Bagian 2)


🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 27 Jumadal Ūla 1438 H / 24 Februari 2017 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 61 | Fiqh Shalāt Jum'at
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FZ-H061
〰〰〰〰〰〰〰

*FIQH SHALĀT JUM'AT*


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh  Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita memasuki halaqah ke-61 dan masih  pada fasal tentang fiqih shalāt Jum'at.

قال المؤلف رحمه الله

_Berkata penulis rahimahullāh:_

وفرائضها ثلاثة :

_Dan kewajiban (farāidh) atau rukun  didalam shalāt Jum'at ada 3(tiga):_

خطبتان يقوم فيهما ويجلس بينهما، وأن تصلَّى ركعتين في جماعة

Yaitu:

_√ 2 (dua) kali khutbah yang dilakukan berdiri_ dikeduanya.
_√ Diselingi duduk diantara keduanya,_
_√ Dan shalāt dua raka'at dengan berjama'ah._

Diantara syarat sahnya shalāt yaitu harus dimulai dengan 2(dua) kali khutbah yang dipisah dengan duduk diantara keduanya. Kemudian shalāt berjama'ah 2 (dua) raka'at.

Hal ini berdasarkan hadīts dari Jābir yang diriwayatkan Imām Bukhāri dan Muslim.

أنَّه صلَّى الله عليه وسلَّم كان يَخطُب يومَ الجُمُعة خُطبَتَيْنِ يَجلِسُ بيْنَهُم

_"Bahwasanya beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) berkhutbah pada hari Jum'at dengan 2 (dua)  kali khutbah, dan duduk diantara keduanya."_

Dan Imām Muslim meriwayatkan dengan lafadz yang lain:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يخطب يوم الجمعة قائما ثم يجلس ثم يقوم

_"Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, beliau berkhutbah pada hari Jum'at dalam keadaan berdiri kemudian duduk kemudian berdiri kembali"_

Ini menunjukan bahwa shalāt Jum'at dengan urutan: 2 (dua) kali khutbah dengan duduk diantara keduanya dan juga shalāt 2(dua) raka'at secara berjama'ah.

قال المؤلف رحمه الله

_Berkata penulis rahimahullāh:_

وهيآتها أربع خصال: الغُسل وتنظيف الجسد، ولبس الثياب البيضاء، وأخذ الظفر، والطِّيب.

_▪ Adapun sunnahnya ada 4 (empat) macam:_

_⑴ Mandi dan membersihkan badan._
_⑵ Memakai pakaian putih._
_⑶ Memotong kuku._
_⑷ Menggunakan wewangian._

▪ Sunnah bagi orang yang hendak melaksanakan shalāt Jum'at diantaranya:

*⑴ Mandi besar dan membersihkan badan.*

Hal ini berdasarkan hadīts dalam shahīhain.

إِذا جَاءَ أَحدُكُمْ إِلَى الْجُمُعَةِ ، فَلْيَغْتَسِل

_"Apabila kalian hendak datang untuk melaksanakan shalāt Jum'at, maka mandilah."_

(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)

⇒ Sebagian ulamā ada yang berpendapat bahwa hukum mandi sebelum Jum'at adalah wajib.

Hal ini berdasarkan hadīts dari Abū Sa'id Al khudrī Radhiyallāhu Ta'āla 'anhu:

عن أَبي سعيدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه: أَنَّ رسولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم  قال: غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ واجب عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ، وَسِوَاكٌ، ويَمَسُّ مِنْ الطِّيبِ، مَا قَدَرَ عليه

_Dari Abū Sa'id Al-khudrī beliau berkata, bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:_

_"Mandi pada hari Jum'at adalah wajib bagi setiap orang yang muhtalim (bāligh), adapun siwak dan memakai minyak wangi yaitu sesuai dengan kadar yang dia mampu (maksudnya)  adalah sebanyak yang dia mampu."_

Ala kuli hal, bahwasanya mandi untuk shalāt Jum'at hukumnya sangat ditekankan, apakah dia sunnah muaqaddah ataupun wajib.

Diantara tujuan mandi adalah menghilangkan kotoran dan bau yang menempel dibadannya, sehingga tidak menganggu orang yang duduk maupun shalāt di sebelahnya.

Oleh karena itu, mandi yang dimaksud adalah mandi yang bisa menghilangkan bau badan dan membersihkan diri dari kotoran. Bukan hanya sekedar mengguyur dengan air akan tetapi masih tersisa bau yang bisa mengganggu orang lain.

*⑵ Memakai pakaian berwarna putih.*
*⑶ Memotong kuku.*
*⑷ Memakai minyak wangi.*

Dan ini berdasarkan hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Ahmad dengan lafazh:

وقد رواه أحمد بلفظ: من اغتسل يوم الجمعة، واستاك ومسَّ من طيب إنْ كان عنده، ولبسَ أحسنَ ثيابه، ثم خرج حتى يأتي المسجد، فلم يَتخطّ رقابَ الناس، حتى ركعَ ما شاء أنْ يركع، ثم أنصتَ إذا خرج الإمام، فلم يتكلم حتى يفرغ من صلاته، كانت كفارة لما بينها، وبين الجمعة التي قبلها»

_"Barangsiapa yang mandi hari Jum'at dan dia  bersiwak kemudian  memakai minyak wangi yang dia punya dan dia memakai pakaian yang terbaik, kemudian dia keluar sampai datang ke masjid, dan dia tidak melangkahi pundak-pundak orang-orang, kemudian dia shalāt semampu dia untuk shalāt, kemudian dia diam tatkala Imām keluar untuk berkhutbah dan dia  tidak berbicara sampai Imām selesai dari shalātnya maka itu adalah sebagai penghapus  dosa, pahalanya dia mendapatkan kafārah (penebus) dosa antara shalāt Jum'at tersebut dengan shalāt Jum'at sebelumnya."_

Ini menunjukan beberapa adab diantara adab-adab pada shalāt Jum'at.

Dan di sana perlu diperhatikan masih ada adab yang lain. Diantaranya adalah untuk bersegera kemasjid dan memiliki pahala atau fadhilah yang besar.

Sebagaimana hadīts dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, beliau berkata, bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم : من راح في الساعة الأولى فكأنّما قرّب بَدَنَة ، ومن راح في الساعة الثانية فكأنّما قرّب بقرة ، ومن راح في الساعة الثالثة فكأنّما قرّب كبشاً أقرن ، ومن راح في الساعة الرابعة فكأنّما قرب دجاجة ، ومن راح في الساعة الخامسة فكأنّما قرّب بيضة ، فإذا صعد الإمام المنبر حضرت الملائكة يستمعون الذكر

رواه البخاري ( 841 ) ومسلم ( 850 )

_"Barangsiapa yang pergi menuju masjid pada waktu yang pertama maksudnya bersegera pada waktu yang pertama, maka seakan-akan dia mempersembahkan kurban seekor unta, barangsiapa yang berangkat pada waktu yang kedua, maka seakan-akan dia mempersembahkan kurban seekor sapi, barangsiapa yang berangkat pada waktu yang ketiga, maka seakan-akan dia mempersembahkan kurban seekor kambing yang memiliki tanduk,  barangsiapa yang berangkat pada waktu yang keempat, maka seakan-akan dia mempersembahkan kurban seekor ayam, barangsiapa yang berangkat pada waktu yang kelima, maka seakan-akan dia mempersembahkan kurban sebutir telur, Apabila Imām telah naik mimbar, maka para Malāikat yang tadi hādir (mencatat) kemudian dia menutup buku catatannya dan duduk untuk  mendengarkan khutbah dari Imām."_

(Hadīts riwayat Bukhāri no. 841 dan Muslim no. 850)

Hadīts ini menunjukan tentang keutamaan orang yang bersegera untuk datang ke masjid untuk melaksanakan shalāt Jum'at.

قال المؤلف رحمه الله

_Berkata penulis rahimahullāh:_

ويستحب الإنصات في وقت الخطبة
ومن دخل والإمام يخطب صلى ركعتين خفيفتين ثم يجلس.

_Dan disunnahkan untuk inshāt (diam mendengarkan) pada saat khutbah. Barangsiapa yang masuk masjid dan Imām sedang berkhutbah, maka hendaknya dia shalāt 2 (dua) raka'at yang ringan maksudnya adalah agak cepat, kemudian dia duduk._

Berbicara pada saat khutbah maka dia mengurangi kesempurnaan dari shalāt Jum'at itu sendiri, namun tidak membatalkannya.

Ini adalah pendapat yang rājih. Hal ini berdasarkan penjelasan dari Imām Ibnu Hajar dalam Fathul Bari tatkala beliau menjelaskan sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

ومن تكلم فلا جمعة له

_"Barangsiapa yang berbicara, maka tidak ada Jum'at baginya."_

Apa maksudnya?

Maksudnya adalah orang tersebut tidak mendapatkan pahala Jum'at yang sempurna.

Dan ini sebagaimana hadīts dari Abū Hurairah radhiyallāhu ta'āla 'anhu, bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ : أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ ؛ فَقَدْ لَغَوْتَ

_"Apabila kamu mengatakan kepada kawanmu pada hari Jum'at 'Diamlah!' sementara Imām sedang khutbah, maka kamu telah berbuat laghwu (sesuatu kesia-siaan)."_

(Hadīts riwayat Bukhāri dan  Muslim)

Jadi, menunjukan bahwa seorang yang berkata maka dia telah mengurangi pahala shalāt Jum'atnya karena telah berbuat yang sia-sia.

Dan perkataan diperbolehkan atau tidak memberikan ta'tsir (pengaruh) baik dalam shalātnya ataupun dalam pahalanya, (artinya) perkataan tersebut diperbolehkan sebelum dan sesudah khutbah berlangsung.

Dan selama kutbah maka tidak boleh untuk berucap atau berkata-kata.

Dan dianjurkan untuk melaksanakan shalāt tahiyyatul masjid, walaupun Imām sedang berkhutbah. Namun hendaknya melakukannya dengan shalāt cara atau bacaan yang ringan atau yang cepat.

Berdasarkan hadīts Jābir dalam Shahīhain, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

إذا جاء أحدكم يوم الجمعة والإمام يخطب فليركع ركعتين وليتجوز فيهما

_"Apabila salah seorang dari kalian datang untuk melaksanakan shalāt Jum'at dan Imām sedang berkhutbah, maka hendaknya shalāt 2 (dua)  raka'at dengan ringan (cepat)."_

Demikian yang bisa disampaikan semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
____________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

⑴ Pembangunan dan Pengembangan Rumah Tahfizh
⑵ Support Radio Dakwah dan Artivisi
⑶ Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jama'ah di Indonesia

📝 Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
-----------------------------------------

FIQH SHALAT JUM’AT

FIQH SHALAT JUM’AT

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 26 Jumadal Ūla 1438 H / 23 Februari 2017 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 60 | Fiqh Shalāt Jum'at
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FZ-H060
〰〰〰〰〰〰〰

*FIQH SHALAT JUM’AT*


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
 

Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita memasuki halaqah yang ke-60 dan masuk pada fasal berikutnya tentang fiqih Shalāt Jum'at.

قال المؤلف رحمه الله

Berkata penulis rahimahullāh:

وشرائط وجوب الجمعة سبعة أشياء

Dan syarat wujūbnya (wajibnya) shalāt ada tujuh macam.

Para hadirin sekalian.

Hukum shalāt Jum'at adalah wajib bagi yang terpenuhi syarat yang disebutkan. Dan kewajiban ini sifatnya adalah wajib 'ain, (artinya) apabila ditinggalkan tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari'at maka dia berdosa.

Hal ini berdasarkan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ

_"Wahai orang-orang yang beriman apabila kalian dipanggil untuk melaksanakan shalāt Jum'at, maka bersegeralah untuk mengingat Allāh (melaksanakan shalāt Jum'at) dan tinggalkanlah jual beli."_

(QS Al Jumu'ah: 9)

Dan juga  berdasarkan hadīts yang telah disebutkan tentang ancaman bagi orang-orang yang meninggalkan shalāt Jum'at, menunjukan bahwasanya shalāt Jum'at adalah hukumnya wajib 'ain.

⇒ Dan shalāt Jum'at ini memiliki syarat wajib dan syarat sah shalāt.

Diantara syarat wajibnya sebagaimana disebutkan penulis adalah:

الإسلام ،والبلوغ ،والعقل، والحرية، والذكورية، والصحة، والاستيطان

_⑴ Islām_
_⑵ Bāligh_
_⑶ Berakal_
_⑷ Merdeka (bukan budak)_
_⑸ Laki-laki_
_⑹ Sehat_
_⑺ Penduduk tempatan atau mukim ( bukan musāfir)._

⇒ Maksud syarat wajib adalah apabila tidak terpenuhi syarat ini maka hukum shalāt Jum'at tidak wajib atasnya.


*① Islām*

⇒ Bagi seorang non muslim (bukan Islām) tidak wajib baginya untuk melaksanakan shalāt Jum'at (dia wajib untuk masuk Islām terlebih dahulu)

*② Bāligh*

⇒ Bagi orang yang belum bāligh hukumnya tidak wajib, hal ini berdasarkan hadīts-hadīts yang sudah pernah diterangkan sebelumnya tentang syarat taklif syariah (syarat pembebanan syariat kepada seseorang).

Dalam sebuah hadīts, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

رفع القلم عن ثلاثة ، عن النائم حتى يستيقظ ، و عن الصبي حتى يشب ، و عن المعتوه حتى يعقل, و في رواية : " و عن المجنون حتى يفيق

_"Pena (kewajiban beban taklif) diangkat dari 3(tiga)  kelompok orang, yaitu dari orang yang tidur sampai bangun, dari anak kecil sampai dewasa (bāligh) dan dari orang yang linglung sampai berakal (maksudnya orang tidak berakal sampai dia kembali akalnya)."_

Dalam  riwayat yang lain Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

"Diangkat dari orang gila sampai dia tersadarkan"

*③ Berakal*

⇒ Bagi orang yang hilang akalnya seperti orang gila,  orang yang pingsan, atau yang semisalnya (hilang akalnya), maka tidak wajib baginya untuk melaksanakan shalāt Jum'at, sebagaimana sudah disebutkan hadītsnya.

*④ Merdeka (Bukan Budak)*

⇒ Orang yang tidak merdeka (para budak), shalāt Jum'atnya tidak wajib bagi mereka hal ini berdasarkan hadīts dari Thariq bin Syihab secara marfu dan diriwayatkan oleh Imam Abū Dāwūd dalam sebuah hadīts, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

الجمعة حق واجب على كل مسلم إلا أربعة : مملوك ، أو امرأة ، أو صبي ، أو مريض

_"Shalāt Jum'at wajib bagi setiap muslim kecuali 4 (empat)  kelompok orang yaitu; hamba (budak), wanita atau anak kecil atau orang yang sakit."_

Maka tidak wajib bagi mereka untuk melaksanakan shalāt Jum'at.

*⑤ Laki-laki*

⇒ Tidak wajib shalāt Jum'at bagi seorang wanita, sebagaimana hadīts yang sudah disebutkan.

*⑥ Sehat*

⇒ Orang yang sakit pun tidak wajib melaksanakan shalāt Jum'at, sebagaimana hadīts yang telah disebutkan.

*⑦ Mukim atau Bukan Musāfir*

⇒ Dan disini adalah pendapat dalam madzhab Syāfi'i sebagaimana disebutkan Imam Nawawi didalam Kitāb Majmu' :

لا تجب الجمعة على المسافر هذا مذهبنا لا خلاف فيه عندنا

Berkata Imam Nawawi:

_"Shalāt Jum'at tidak wajib bagi seorang musāfir, dan ini adalah madzhab kami (madzhab Syāfi'iyah) dan hal itu telah disepakati."_

▪ Ada beberapa catatan disini, yaitu:

Apabila seorang (sekelompok orang) yang dia tidak wajib untuk melakukan shalāt Jum'at seperti wanita, budak, anak-anak dan seterusnya (tapi melaksanakan shalat Jum'at), maka bagaimana hukum shalātnya?

Maka hukum shalātnya adalah sah dan mencukupi sebagai pengganti shalāt dhuhur (artinya)  dia tidak perlu lagi mengulangi shalāt dhuhur.

قال المؤلف رحمه الله

Berkata penulis rahimahullāh:

وشرائط فعلها ثلاثة:

Dan syarat untuk melaksankannya ada 3 (tiga) perkara:

 أن يكون البلد مِصرا أو قرية، وأن يكون العدد أربعين من أهل الجمعة، وأن يكون الوقت باقيا.
فإن خرج الوقت أو عُدِمت الشروط صُلِّيت ظهرا

Syarat untuk melaksanakan shalāt Jum'at ada 3(Tiga) yaitu:

⑴ Tempat yang ditinggali adalah kota atau perkampungan.
⑵ Jumlah orang yang shalāt berjamaah dala. shalāt Jum'at ada 40 orang.
⑶ Dan waktunya mencukupi.

Apabila keluar dari waktunya, atau syaratnya tidak terpenuhi, maka dilakukan shalāt dhuhur (bukan shalāt Jum'at).

Dalam melaksanakan shalāt Jum'at tidak disyaratkan di kota saja, namun juga boleh dilakukan di perkampungan, yang penting adalah penduduk yang tinggal secara tetap, bukan yang tinggal sementara (nomaden).

Adapun pemukiman yang tidak tetap  yang berpindah-pindah, maka tidak sah didirikan shalāt Jum'at.

Dan dipersyaratkan dalam madzhab Syāfi'i bahwa jumlah bilangannya  mencapai 40 orang, dan apabila kurang dari itu maka dilaksanakan shalāt dhuhur (bukan shalāt Jum'at).

Dan ini adalah pendapat dari madzhab Syāfi'i namun pendapat yang lebih kuat adalah disyaratkan 2 (dua) orang selain imam, apabila terdapat disana imam kemudian ma'mum 2 (dua) orang, maka wajib untuk melaksanakan shalāt Jum'at.

Dengan dalīl firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ الله

_"Apabila kalian diseru untuk shalāt Jum'at pada hari Jum'at, maka bersegeralah kalian untuk mengingat Allāh (melaksanakan shalāt Jum'at)."_

(QS Al Jumu'ah: 9)

أنَّ قولَه: فَاسْعَوْا جاءَ بصيغةِ الجَمْعِ، فيَدخُلُ فيه الثلاثةُ

Disini ada kalimat فَاسْعَوْا yang menunjukan bahwasanya kalimat فَاسْعَوْا ini adalah shighahnya jama' dan jama' yang terkecil adalah 3 (tiga) orang.

Oleh karena itu pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, Syaikh bin Baz dan Syaikh Utsaimin.

▪Adapun mengenai waktu shalāt Jum'at.

Pendapat Imam Syāfi'i  dan Jumhūr mayoritas ulamā, waktunya adalah sama seperti waktu shalāt dhuhur, yaitu mulai  tergelincirnya matahari atau zawal sampai masuk  waktu ashar.

Apabila waktu Jum'at hampir habis dan tidak cukup untuk melaksanakan shalāt Jum'at maka shalāt Jum'at nya diganti menjadi shalāt dhuhur.

Artinya tidak dilaksanakan shalāt Jum'at melainkan dilaksanakan shalāt dhuhur karena tidak cukup waktnya.

Adapun permasalahan yang lain, permasalahan bolehkah shalāt Jum'at dilakukan sebelum dhuhur?

Maka di sana ada khilaf para ulamā. Pendapat Ahmad bahwasanya mengatakan boleh, namun Jumhūr, mayoritas, ulamā sebagaimana tadi sudah disebutkan bahwa waktunya sama seperti waktu shalāt dhuhur dan tetap dilaksanakan setelah zawal.

Demikian yang bisa disampaikan semoga bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
____________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

⑴ Pembangunan dan Pengembangan Rumah Tahfizh
⑵ Support Radio Dakwah dan Artivisi
⑶ Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jama'ah di Indonesia

📝 Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
-----------------------------------------

Shalat Jum’at

Shalat Jum’at

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 24 Jumadal Ūla 1438 H / 22 Februari 2017 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 59 | Shalāt Jum'at
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FZ-H059
〰〰〰〰〰〰〰

*SHALĀT JUM'AT*


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para Sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita masuki halaqah yang  ke-59 dan pada saat ini kita masuk pada fasal yang berikutnya yaitu tentang shalāt Jum’at.

Sebelum kita memasuki tentang fiqih di dalam shalāt Jum'at, maka kita akan membahas sedikit tentang bagaimana keutamaan shalāt Jum'at dan juga keutamaan hari Jum'at itu sendiri.

Keutamaannya diantaranya:

⑴ Bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan hari Jum'at sebagai hari yang terbaik dan mengkhususkan hari Jum'at tersebut dengan ibadah khusus dan juga dengan keistimewaan yang lainnya.

Hal ini agar kaum muslimin dan orang-orang bisa memahami keagungan, kedahsyatan dan kehebatan  hari Jum'at ini. Dan juga agar mereka bisa memakmurkan hari ini dengan cara yang terbaik.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

خير يوم طلعت عليه الشمس يوم الجمعة رواه مسلم

_"Hari yang terbaik adalah hari Jum'at."_

(Hadīts riwayat Muslim)

⇒ Hari Jum'at adalah hari yang terbaik yang terbit matahari di atasnya.

⑵ Pada hari Jum'at ada satu waktu yang mustajab.

⇒ Yaitu waktu yang apabila seseorang berdo'a dan do'anya bertepatan dengan waktu tersebut maka do'anya akan dikabulkan.

Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam sabdanya:

فيه ساعة لا يوافقها عبد مسلم، وهو قائم يُصلي يسأل الله - تعالى - شيئاً إلا أعطاه إياه

Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

_"Di dalam hari Jum'at itu ada satu waktu yang mana apabila seorang hamba (muslim) dia bisa bertepatan dengan waktu tersebut dan dia berdiri  shalāt dan minta kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan apapun maka Allāh akan memberikan do'anya (mengabulkan do'anya)."_

(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)

⑶ Antara shalāt Jum'at yang satu dengan shalāt Jum'at berikutnya adalah  penebus dosa.

Hal ini berdasarkan hadīts yang diriwayatkan dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

_"Antara shalāt lima waktu, dan antara satu Jum'at ke Jum'at berikutnya, dan antara Ramadhān ke Ramadhān berikutnya, maka di sana ada penebus dosa di dalamnya apabila menjauhi dosa-dosa yang besar."_

(Hadīts riwayat Muslim)

⑷ Bersedekah pada hari Jum'at lebih afdhāl secara umum dari hari lainnya.

Tentunya di sana ada beberapa keistimewaan yang lain (misalnya) apabila seseorang membutuhkan, ini juga bisa mendorong, bisa jadi dihari lain lebih utama akan tetapi secara umum bersedekah pada hari Jum'at adalah lebih utama.

Hal ini disampaikan oleh Imān Ibnul Qayyim rahimahullāh, kata beliau:

"Adapun sedekah pada hari Jum'at dibandingkan dengan hari lainnya adalah  sebagaimana bersedekah di bulan Ramadhān dibandingkan bulan lainnya."

Dan Beliau juga bercerita, kata beliau:

"Saya menyaksikan sendiri Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, apabila beliau keluar rumah pada hari Jum'at, maka beliau membawa apa saja yang ada dirumahnya, baik itu roti ataupun lainnya. Kemudian beliau sedekahkan dengan cara sembunyi-sembunyi."

Dan masih banyak keutamaan lainnya tentang hari Jum'at ini yang tidak bisa kita sebutkan dalam pertemuan singkat ini.

Dan poin berikutnya yang perlu kita ketahui bahwasanya disana ada ancaman dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bagi orang-orang yang meninggalkan shalāt Jum'at.

Setelah kita ketahui keutamaannya maka perlu kita ketahui bagaimana ancaman bagi orang-orang yang meninggalkan shalāt Jum'at.

Dalam sebuah hadīts yang shahīh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam beliau bersabda:

لينتهين أقوام عن ودعهم الجمعات، أو ليختمن الله على قلوبهم، ثم ليكونن من الغافلين

_"Hendaknya orang-orang yang meninggalkan shalāt Jum'at untuk berhenti atau Allāh akan mengkunci mati hati mereka, dan Allāh tutup hati mereka dan mereka digolongkan termasuk orang-orang yang lalai."_

(Hadīts riwayat Muslim, Ahmad dan An Nasāi')

Dalam hadīts yang lain Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, beliaupun bersabda:

مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ ثَلَاثًا مِنْ غَيْرِ ضَرُورَةٍ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ

_"Barangsiapa yang meninggalkan shalāt Jum'at 3 kali tanpa alasan yang darurat (alasan yang diterima oleh syari'at), maka Allāh akan mengunci mati hatinya (Allāh akan tutup hatinya)."_

(Hadīts ini diriwayatkan oleh Ibnu Mājah dalam Shahīhnya dan dihasankan oleh Syaikh Al Albāniy rahimahullāh)

Dan masih banyak lagi hadīts-hadīts yang lain yang merupakan ancaman bagi orang-orang yang meremehkan (tidak peduli) dengan shalāt Jum'at atau  meninggalkannya (lalai) dengan shalāt Jum'at.

▪Disana ada beberapa adab-adab yang harus dilakukan seorang muslim pada hari Jum'at, dan kita sebutkan beberapa  diantaranya:

1. Bagi imam subuh hendaknya dia membaca surat As Sajadah dan Al Insān.

2. Hendaknya setiap muslim bersegera untuk ke masjid untuk melaksanakan shalāt Jum'at.

Semakin cepat datang kemasjid maka pahalanya semakin besar.

3. Hendaknya pada hari Jum'at memperbanyak shalawat kepada Nabi kita (Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam).

4. Hendaknya bagi seorang laki-laki yang hendak pergi ke masjid, memakai wangi-wangian, bersiwak atau sikat gigi dan memakai pakaian yang terbaik pada hari itu.

5. Hendaknya mendengarkan khutbah dengan khusyu' dan tidak bermain-main tatkala mendengarkan khutbah tersebut.

6. Tatkala seorang masuk kedalam masjid tidak melangkahi pundak orang-orang.

Hendaknya dia duduk di tempat dimana dia mudah untuk duduk.

7. Dianjurkan bagi setiap muslim untuk membaca surat Al Kahfi pada setiap Jum'at.

Dan masih banyak adab-adab lainnya yang bisa  kita lakukan.

Demikian yang bisa kita sampaikan pada halaqah kita kali ini dan akan kita lanjutkan pada halaqah berikutnya,  In syā Allāh.


وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
____________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

⑴ Pembangunan dan Pengembangan Rumah Tahfizh
⑵ Support Radio Dakwah dan Artivisi
⑶ Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jama'ah di Indonesia

📝 Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
-----------------------------------------

SHALAT JAMA’ YANG DIPERBOLEHKAN (BAGIAN 2)

SHALAT JAMA’ YANG DIPERBOLEHKAN (BAGIAN 2)

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 24 Jumadal Ūla 1438 H / 21 Februari 2017 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 58 | Shalāt Jama' Yang Diperbolehkan (Bagian 2)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FZ-H058
〰〰〰〰〰〰〰
MATAN KITAB:

ويجوز للحاضر في المطر أن يجمع بينهما في وقت الأولى منهما،

_Dan diperbolehkan bagi orang yang hādir (maksudnya) orang yang tidak bepergian atau tidak safar, untuk menjama' shalāt disebabkan turunnya hujan, dan dilakukan di waktu yang lebih dulu dari keduanya yaitu jama' taqdim._
----------------------------

SHALAT JAMA’ YANG DIPERBOLEHKAN (BAGIAN 2)

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita lanjutkan pelajaran kita dan kita masuk pada  halaqah yang  ke-58 dan masih tentang masih tentang shalāt jama' yang diperbolehkan.

*Beberapa Jenis Jama' yang diperbolehkan adalah:*

6⃣ Jama' karena rasa takut

Berdasarkan hadīts yang disebutkan sebelumnya,

عن ابن عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عنه، قال:  جمَعَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم بين الظُّهرِ والعَصرِ والمغربِ والعِشاءِ بالمدينةِ من غيرِ خوفٍ ولا مَطرٍ. فقيل لابن عَبَّاسٍ: ما أرادَ إلى ذلك؟ قال: أرادَ أنْ لا يُحرِجَ أُمَّتَه((رواه مسلم))

Dari Ibnu 'Abbās Radhiyallāhu 'anhu beliau berkata:

"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjama' antara shalāt Dhuhur, Ashar dan juga antara shalāt Maghrib dan 'Isyā di Madīnah, tidak disebabkan karena rasa takut, juga tidak disebabkan karena hujan"

Maka ditanyakan kepada Ibnu 'Abbās, apa yang diinginkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam akan hal itu?

Maka beliaupun mengatakan: "beliau ingin agar umatnya tidak kesulitan".

(Hadīts riwayat Muslim)

Dan ini adalah pendapat Hanābilah yang dipilih oleh Syaikhul Islām Taimiyyah, Syaikh Binbaz dan Syaikh Utsaimin.

Adapun pendapat Syāfi'iyah dan juga Hanafiyyah dalam masalah ini adalah *tidak diperbolehkan jama'* disebabkan rasa takut, berdalīl dengan keumuman ayat manakala  Allāh Subhānahu wa Ta'āla memerintahkan orang yang berperang tetap shalāt pada waktunya.

7⃣ Jama' karena Menyusui

Diperbolehkan bagi seorang yang menyusui untuk menjama' shalātnya, apabila memang hal itu membuat kesulitan atau seorang yang menyusui merasa sulit karena harus mengganti  dan mencuci pakaiannya setiap waktu shalāt, maka diperbolehkan baginya untuk menjama' shalāt, karena disana ada masyaqah (kesulitan)

⇒ Pendapat ini disebutkan juga oleh para fuqahā Hanābilah dan dipilih oleh Syaikh Islām Ibnu Taimiyyah dan Syaikhul Utsaimin sebagai pendapat yang lebih kuat atau paling rājih.

8⃣Jama'untuk mengatasi kesulitan

Jama' untuk mengatasi kesulitan atau apabila disana ada masyaqah.

Hal ini berdasarkan hadīts Ibnu 'Abbās yang sudah berlalu, maka bagi seseorang yang hādir (tidak dalam keadaan safar) diperbolehkan untuk shalāt jama' apabila ada kesulitan.

⇒ Pendapat ini dikemukakan oleh sekelompok fuqahā ahli hadīts, dan dipilih oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah dan Syaikhul Utsaimin.

Dimana disisi pendalīlannya, beliau mengatakan:

أرادَ أنْ لا يُحرِجَ أُمَّتَه

"Beliau Shallallāhu 'alayhi wa sallam ingin tidak menyusahkan ummatnya".

⇒ Artinya jika ummatnya menghadapi kesusahan dan kesulitan maka diperbolehkan untuk melakukan jama'.

🔹Namun ada catatan dalam masalah terakhir ini yaitu:

⇒ Bahwasanya pendapat Jumhūr ulamā dalam masalah ini, bahwa hadīts Ibnu'Abbās dibawakan pada kemungkinan jama' suri (jama' secara bentuknya saja) artinya Shalāt tetap dilakukan pada waktunya namun terkesan jama' seperti yang disebutkan pada awal yaitu shalāt Dhuhur dijadikan akhir waktu dan Shalāt Ashar dijadikan diawal waktu. Ini yang disebut dengan jama'suri.

Oleh karena itu, hendaknya kita tidak menggampangkan dalam masalah ini, namun jika ada kesulitan yang membutuhkan untuk menjama' maka tidak mengapa, walaupun tidak disebabkan karena safar atau tidak disebabkan karena turun hujan atau rasa takut.

Selama disana ada kesulitan dan kita membutuhkan dengan syarat tidak menggampangkan (memudahkan) untuk menjama' maka diperbolehkan untuk kita menjama' shalāt.

*🔺Kemudian ada permasalahan yang sering ditanyakan bolehkah dijama' antara shalāt Jum'at dan Ashar?*

Disana ada dua pendapat dari para ulamā didalam masalah ini:

*· Pendapat pertama* | Pendapat pertama adalah pendapat Hanābilah dimana *tidak diperbolehkan* menjama' shalāt Jum'at dengan shalāt Ashar.

Inti dalīl mereka adalah bahwa haiah atau bentuk shalāt Jum'at berbeda dengan shalāt Dhuhur, oleh karena itu tidak bisa diterapkan hukum jama' pada shalāt Jum'at karena dia berbeda dengan shalāt Dhuhur.

*·Pendapat kedua* | Pendapat kedua adalah pendapat Syāfi'iyah, dimana mereka mengatakan *bolehnya* menjama' antara shalāt Jum'at dengan shalāt Ashar karena shalāt Jum'at adalah pengganti shalāt Dhuhur sehingga tatkala dia mengganti shalāt Dhuhur maka hukumnya pun sama dengan hukum shalāt Dhuhur.

⇒ Pendapat kedua ini adalah pendapat yang rājih (lebih kuat) dan dipilih oleh mayoritas  Jumhūr para ulamā.

Demikian yang bisa kita sampaikan.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا
____________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

⑴ Pembangunan dan Pengembangan Rumah Tahfizh
⑵ Support Radio Dakwah dan Artivisi
⑶ Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jama'ah di Indonesia

📝 Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
-----------------------------------------

SHALAT JAMA’ YANG DIPERBOLEHKAN (BAGIAN 1)

SHALAT JAMA’ YANG DIPERBOLEHKAN (BAGIAN 1)
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 23 Jumadal Ūla 1438 H / 20 Februari 2017 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 57 | Shalāt Jama' Yang Diperbolehkan (Bagian 1)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FZ-H057
〰〰〰〰〰〰〰
MATAN KITAB:

ويجوز للحاضر في المطر أن يجمع بينهما في وقت الأولى منهما،

_Dan diperbolehkan bagi orang yang hādir (maksudnya) orang yang tidak bepergian atau tidak safar, untuk menjama' shalāt disebabkan turunnya hujan, dan dilakukan di waktu yang lebih dulu dari keduanya yaitu jama' taqdim._
----------------------------

SHALĀT JAMA' YANG DIPERBOLEHKAN (BAGIAN 1)

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita lanjutkan dan masih tentang masih tentang shalāt jama' yang diperbolehkan.

قال المؤلف رحمه الله:
((ويجوز للحاضر في المطر أن يجمع بينهما في وقت الأولى منهما))

Dan diperbolehkan bagi orang yang hādir (maksudnya) orang yang tidak bepergian atau tidak safar, untuk menjama' shalāt disebabkan turunnya hujan, dan dilakukan di waktu yang lebih dulu dari keduanya yaitu jama' taqdim.

*Beberapa Jenis Jama' yang diperbolehkan adalah:*

1⃣ Jama' antara Maghrib dan 'Isyā di Muzdalifah, bagi jama'ah haji.

Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadīts:

حتى أتى المزدلفةَ، فصلَّى بها المغربَ والعِشاءَ بأذانٍ واحدٍ وإقامتين رواه مسلم

Manakala sampai beliau datang di Muzdalifah, beliau (Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam)  shalāt Maghrib dan 'Isyā dengan satu adzān dan dua iqāmah.

(Hadīts riwayat Muslim)

2⃣ Jama' didalam Safar

Dalam sebuah hadīts disebutkan:

كان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يَجمَعُ بين المغرب والعشاء إذا جَدَّ به السَّيرُ (رواه البخاري و مسلم)
 
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjama' antara shalāt Maghrib dan 'Isyā apabila beliau sudah mulai perjalanan.

(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)

3⃣ Jama' dalam keadaan sakit

Jama' dalam keadaan sakit termasuk rukhsah, namun keadaan sakit perlu diperinci, dimana kondisi sakit yang menyulitkan (menyusahkan) maka diperbolehkan untuk menjama' shalāt.

Adapun sakit yang ringan (misalnya) Flu ringan dan lain sebagainya, maka tidak diperbolehkan untuk menjama' karena tidak membuat kesulitan bagi orangnya.

4⃣ Jama' bagi yang terkena darah mustahādhah  (darah karena penyakit)

Darah mustahādhah adalah darah yang disebabkan karena penyakit dan terjadi pada wanita, dan hal ini diperbolehkan berdasarkan pendapat ulamā Hanābilah dan dipilih Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah dan juga para ulamā lainnya.

Berdasarkan hadīts dari Hamnah binti Jahsy Radhiyallāhu Ta'āla 'anhā, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata kepada beliau:

فإنْ قَويتِ على أنْ تُؤخِّري الظُّهرَ، وتُعجِّلي العَصرَ، فتَغتسلينَ وتَجمعينَ بين الصَّلاتينِ، فافعلي((  رواه ابو دود والترمذي))

Apabila kamu mampu untuk mengakhirkan shalāt Dhuhur (menjadikan shalāt Dhuhur diakhir waktunya) dan mempercepat shalāt Ashar (menjadikan shalāt Ashar diawal waktunya) kemudian kamu mandi dan menjama' kedua shalāt tersebut, maka lakukanlah.

(Hadīts riwayat Abū Dāwūd dan Tirmidzi)

Jadi seorang wanita yang keluar darah mustahādhah atau darah penyakit atau darah selain darah Hāidh dan selain darah karena melahirkan, apabila dia mampu menggabungkan shalāt dengan cara mengakhirkan shalāt Dhuhur diakhir waktu dan mengawalkan shalāt Ashar diawal waktu ini yang disebut dengan jama' suri, maka diperbolehkan.

5⃣ Jama' karena Hujan

Sebagai mana yang disebutkan oleh penulis matan diperbolehkan untuk jama' disebabkan turunnya hujan, dan ini adalah pendapat Syāfi'iyah dan juga pendapat jumhur para ulamā.

Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadīts:

عن ابن عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عنه، قال:  جمَعَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم بين الظُّهرِ والعَصرِ والمغربِ والعِشاءِ بالمدينةِ من غيرِ خوفٍ ولا مَطرٍ. فقيل لابن عَبَّاسٍ: ما أرادَ إلى ذلك؟ قال: أرادَ أنْ لا يُحرِجَ أُمَّتَه((رواه مسلم))

Dari Ibnu 'Abbās Radhiyallāhu 'anhu beliau berkata:

"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjama' antara shalāt Dhuhur, Ashar dan juga antara shalāt Maghrib dan 'Isyā di Madīnah, tidak disebabkan karena rasa takut, juga tidak disebabkan karena hujan"

Maka ditanyakan kepada Ibnu 'Abbās, apa yang diinginkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam akan hal itu?

Maka beliaupun mengatakan: "beliau ingin agar umatnya tidak kesulitan".

(Hadīts riwayat Muslim)

⇒ Dari hadīts diatas ada isyarat bahwa di zaman Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam shalāt di jama' diantaranya disebabkan karena rasa takut dan karena hujan.

⇒ Kesimpulan bahwasanya shalāt jama'disebabkan karena hujan adalah hal yang biasa dizaman Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Demikian yang bisa kita sampaikan.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا
____________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

⑴ Pembangunan dan Pengembangan Rumah Tahfizh
⑵ Support Radio Dakwah dan Artivisi
⑶ Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jama'ah di Indonesia

📝 Silakan mendaftar di :
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
-----------------------------------------

Shalat Jamak Bagi Musafir

Shalat Jamak Bagi Musafir


🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 22 Rabi'ul Akhir 1437 H / 20 Januari 2017 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 56 | Shalāt Jama' Bagi Musafir 
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FZ-H056
〰〰〰〰〰〰〰
MATAN KITAB:

ويجوز للمسافر أن يجمع بين الظهر والعصر في وقت أيهما شاء، وبين المغرب والعشاء في وقت أيهما شاء، 

_Dan diperbolehkan bagi seorang musafir untuk menjama' (menggabungkan dalam satu waktu) antara dhuhur dan ashar di waktu mana saja yang diinginkan. Dan antara shalat maghrib dan Isya diwaktu mana saja yang diinginkan._
----------------------------

SHALĀT JAMA' BAGI MUSAFIR (BAGIAN 1)

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat bimbingan Islam yang dirahmati Allah.

Kita memasuki halaqah berikutnya, tentang shalat jama' bagi musafir.

Sebelum memasuki kitab, ada beberapa hal yang perlu diketahui:

(1) Jama' adalah rukhsah atau keringanan yang ada dalam syariat Islam, manakala adanya udzur atau kesusahan.

(2) Jama' bisa dilakukan antara shalat dhuhur dan ashar, kemudian antara shalat maghrib dan isya.

Dan tidak boleh menjama' sholat subuh, ataupun antara shalat ashar dan maghrib atau seluruh shalat dalam sekali waktu.

(3) Tidak ada kaitannya antara jama' dan qashar, namun keduanya adalah keringanan bagi seorang musafir. 

Adapun qashar terkait dengan safar, sedangkan jama' terkait dengan masyaqqah atau kesulitan atau udzur. 

Jadi mungkin saja seorang yang tidak safar, apabila ada udzur untuk menjama' sho
Alat, namun tidak di qashar.

(4) Jama' ada dua macam: 

- Jama' taqdim, yaitu menggabungkan shalat diawal waktu, dan 
- Jama' ta’khir, yaitu menggabungkan dua shalat diakhir waktu.

(5) Hukum jama' adalah boleh, dan melaksanakan rukhsah adalah mustahab atau sunnah.

(6) Tidak boleh seseorang menjama' tanpa alasan yang dibenarkan syariat atau tanpa udzur. Hal itu termasuk dosa besar.

قال المؤلف رحمه الله
((ويجوز للمسافر أن يجمع بين الظهر والعصر في وقت أيهما شاء)) 

Dan diperbolehkan bagi seorang musafir untuk menjama' (menggabungkan dalam satu waktu) antara dhuhur dan ashar di waktu mana saja yang diinginkan.

((وبين المغرب والعشاء في وقت أيهما شاء))،

Dan antara shalat maghrib dan Isya diwaktu mana saja yang diinginkan

Yaitu baik jama' taqdim (diwaktu awal) atau jama' ta’khir (diwaktu yang kedua).

Dan tidak boleh menjama' dengan subuh atau menjama' shalat ashar dengan maghrib.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Muadz bin Jabal radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:

 خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ غَزْوَةِ تَبُوكَ ، فَكَانَ يَجْمَعُ الصَّلَاةَ ، فَصَلَّى الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا ، وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا ، رواه مسلم

_Pada tahun terjadinya perang Tabuk, kami keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam._

_Pada saat itu beliau menjama' shalat._

_Beliau menjama' dhuhur dan ashar sekaligus, dan antara maghrib dan isya sekaligus._

(HR. Muslim)

Beberapa permasalahan dalam jama'.

*_Masalah yang pertama: Urutan pelaksanaan shalat._*

Apakah disyaratkan tertib (sesuai urutan)?

Dijelaskan dalam Kifayatul Akhyar, disyaratkan tertib dalam jama' taqdim, namun dalam jama' ta’khir tidak disyaratkan.

Yang rajih adalah: disyaratkan secara mutlak.

وقال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله :
" يشترط الترتيب بأن يبدأ بالأولى ثم بالثانية ؛ لأن النبي صلّى الله عليه وسلّم قال : ( صلوا كما رأيتموني أصلي ) ، ولأن الشرع جاء بترتيب الأوقات في الصلوات

Berkata Syaikh Utsaimin:

Dipersyaratkan untuk tertib (dilakukan secara berurutan, yaitu dengan mengerjakan yang pertama kemudian yang kedua), karena Nabi shallallhu 'alaihu wassalam bersabda:

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” 

Dan syariat telah menjelaskan urutan waktu dalam shalat.

Dalam shalat jama', tidak boleh mendahulukan shalat yang kedua dari shalat yang pertama.

Misal, mendahulukan shalat ashar kemudian shalat dhuhur, atau shalat isya sebelum shalat maghrib, maka ini tidak sah, karena tidak sesuai dengan urutannya.

Apabila seorang yang berniat jama' antara dhuhur dan Ashar, kemudian mendapati Imam shalat Ashar.

Maka Makmum mengikuti imam dan meniatkan sholat dhuhur

Apabila Seorang yang berniat jama' antara maghrib dan Isya, kemudian mendapati Imam shalat isya, maka hendaknya dia shalat bersama imam dengan berniat shalat maghrib. 

Apabila imam sudah shalat satu rakaat, maka dia mengikuti tiga rakaat berikutnya, dan hal ini sudah mencukupi shalat maghrib.

Apabila makmum mengikuti sejak awal rakaat, maka pada saat imam berdiri unutk shalat rakaat yang ke empat, maka makmum menunggu sampai imam tasyahud kemudian salam bersama imam.

Perbedaan niat imam dan makmum, tidak mengapa.

Keteranagn di atas disarikan dari jawaban Syaikh bin Baz tentang masalah ini.

*_Permasalahan kedua: syarat niat dalam jama'_*

Dalam madzhab Syafi'i, disyaratkan untuk berniat sebelum shalat yang pertama ataupun dalam shalat yang pertama.

Yang rajih adalah boleh dijama' walaupun tidak berniat sebelumnya, selama sebabnya masih ada.

Ini adalah madzhab Hanafiyyah, dan perkataan sebagian ulama dari kalangan Malikyyah, dan sekelompok ulama Syafi'iyyah dan Hanabilah.

Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah, Syaikh bin Baz dan Syaikh Utsaimin.

*_Permasalahan ketiga: syarat muwalah atau dilakukan secara berkesinambungan._

Ini adalah syarat sebagaimana yang dikemukakan dalam madzhab Syafi'i’, Maliki dan Hambali.

Apabila terpisah dalam waktu yang sedikit maka tidak mengapa.

Apabila pemisahnya waktu yang panjang, maka tidak dilakukan shalat jama', melainkan shalat sendir-sendiri.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثير
____________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

⑴ Pembangunan dan Pengembangan Rumah Tahfizh 
⑵ Support Radio Dakwah dan Artivisi
⑶ Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jama'ah di Indonesia

📝 Silakan mendaftar di : 
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
-----------------------------------------

SHALAT QASHAR BAGI MUSAFIR

SHALAT QASHAR BAGI MUSAFIR



🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 21 Rabi'ul Akhir 1437 H / 19 Januari 2017 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 55 | Shalāt Qashar Bagi Musafir
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FZ-H055
〰〰〰〰〰〰〰
MATAN KITAB:

و يجوز للمسافر قصر الصلاة الرباعية بخمس شرائط: أن يكون سفره في غير معصية، وأن تكون مسافته ستة عشر فرسخا بلا إياب، وأن يكون مؤديا للصلاة الرباعية، وأن ينوي القصر مع الإحرام، وأن لا يأتم بمقيم

"Bagi seorang musafir diperbolehkan untuk mengqashar sholat yang empat rakaat dengan ketentuan memenuhi 5 syarat: 
(1) Safar yang dilakukan bukan safar maksiat
(2) Jarak tempuh perjalanan mencapai minimal 16 farsakh, tanpa dihitung jarak perjalanan pulang
(3) Telah menunaikan sholat yang empat rakaat
(4) Meniatkan qashar tatkala takbiratul ihram
(5) Tidak bermakmum dengan imam yang mukim"
〰〰〰〰〰〰〰

SHALĀT QASHAR BAGI MUSAFIR

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و بعد


Sahabat bimbingan Islam yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita memasuki pembahasan tentang sholat seorang Musafir.

قال المصنف رحمه الله:
Penulis - rahimahullah - berkata:

(( و يجوز للمسافر قصر الصلاة الرباعية بخمس شرائط)) 

"Bagi seorang musafir (yaitu orang yang bepergian) diperbolehkan untuk mengqashar sholat yang empat rakaat (yaitu menjadikan sholat yang empat rokaat menjadi 2 rokaat) dengan ketentuan memenuhi 5 syarat:"

*Hukum Qashar*

Hukumnya adalah sunnah menurut mayoritas para ulama termasuk ulama syafi’iyyah.

Ini adalah rukhsoh atau keringanan dalam syariat yang Allāh berikan bagi orang – orang yang melakukan safar/perjalanan jauh.

Safar secara umum menimbulkan matsaqqah kondisi yang berat, apakah capai atau kelelahan ataupun kesulitan, oleh karena itu dalam kaedah fikih disebutkan 

المشقة تجلب التيسير

Kesulitan menghasilkan kemudahan

Maksudnya syariat memberikan keringanan dan kemudahan dalam perkara-perkara yang menimbulkan masyaqqoh atau kesulitan.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

"Dan Allāh tidak menjadikan kesulitan bagi kalian dalam agama ini."

(QS Al Hajj: 78)

Dalil tentang bolehnya qashar dalam safar diantaranya firman Allah ta’ala:

{ وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُواْ مِنَ الصَّلاَةِ }

Apabila kalian bepergian dimuka bumi, maka tidak mengapa bagi kalian untuk mengqashar sholat. 

(QS Annisā': 101)

Adapun sholat maghrib maka tidak diqashar dan tetap dilakukan 3 rakaat, berdasarkan hadits ibnu 'Umar, begitu pula sholat subuh, dan ini adalah ijmak.

Bolehnya Qashar dalam safar apabila memenuhi 5 syarat yang disebutkan dalam matan abi syuja’

*Syarat Yang Pertama*

((أن يكون سفره في غير معصية،)) 

1. Safar yang dilakukan bukan safar maksiat.

Karena rukhsoh atau keringanan tidaklah diberikan pada pelaku maksiat.
Oleh karena itu, bolehnya qashar meliputi safar yang wajib, seperti safar untuk menunaikan haji Islam, atau melunasi huang.

Begitu pula safar yang sunnah, seperti haji sunnah, umroh, silaturahmi dan lain-lain.
Juga termasuk safar yang mubah seperti safar untuk perdagangan yang mubah.

Adapun safar untuk tujuan maksiat atau mendatangi tempat maksiat atau dengan tujuan yang haram dan semisalnya, atau disebutkan dalam madzhab Syafi'i, safar yang tidak ada tujuannya, maka tidak diberi rukhsoh (keringanan) untuk menqashar sholat.

Bagaimana dengan orang yang menyengaja safar demi mendapatkan rukhsoh atau keringanan, seperti bolehnya berbuka puasa dan perkara-perkara yang rukhsoh lainnya dalam safar ?

Hukumnya orang tersebut tidak mendapatkan rukhsoh, hal,ini ditegaskan oleh fuqoha  Syafi’iyyah, Hanabilah, dan merupakan pendapat imam ibnul Qayyim dan syaikh Utsaimin.

*Syarat Yang Kedua*

((وأن تكون مسافته ستة عشر فرسخا بلا إياب )) 

2. Jarak tempuh perjalanan mencapai minimal 16 farsakh, tanpa dihitung jarak perjalanan pulang.

Dari ibnu abbas beliau berkata:

((يا أهلَ مَكَّةَ، لا تَقْصُروا في أقلَّ مِن أربعةِ بُرُد  ، وذلِك مِن مَكَّةَ إلى الطَّائفِ وعُسْفَانَ))

Wahai para penduduk Mekkah, janganlah kalian menqashar sholat apabila kurang dari 4 burud, dan itu jarak dari mekkah ke Thaif dan 'Usfan.

Dikeluarkan imam Syafi'i dalam al Umm nya dan mensahihkan dari ibnu Abbas, ibnu Taymiyah dalam Majmu’ Fatawa dan ibnu Hajar dalam Talhis alHabir.

4 Burud = 16 farsakh = 48 mil = 88 km

Mengenai jarak tempuh yang diperbolehkan qashar, ada 2 pendapat yang paling terkemuka.

_Pendapat pertama:_

Jaraknya tertentu yaitu 88 km atau 16 farsakh, ini adalah pendapat Syafi'iyyah serta jumhur mayoritas ulama.

_Pendapat kedua:_

Yang menjadi patokan adalah kembali kepada urf atau kebiasaan masyarakat, bukan kepada jarak. Apabila dalam urf sudah dikatakan termasuk safar, apakah jaraknya lebih pendek atau lebih panjang dari 88 Km, maka termasuk safar. Apabila menurut urt tidak dikatakan safar maka tidak termasuk safar.

Ini adalah pendapat madzhab dzhohiriyah, sebagian Hanabilah, imam ibnu Qudamah, ibnu Taymiyyah, ibnul Qoyyim, asy Syaukani, asy Syinqithy, ibn 'Utsaimin dan al Albani, dengan dalil-dalil yang mereka kemukakan. 

Pada intinya adalah tidak ada dalil tentang penentuan jarak dan semua dalil tentang safar mutlak, tidak menyebutkan jaraknya.


*Syarat Yang Ketiga*

((وأن يكون مؤديا للصلاة الرباعية.)) 

3. Telah menunaikan sholat yang empat rakaat.

Maksudnya adalah seseorang yang tertinggal sholat yang 4 rakaat dalam kondisi mukim, apabila safar, maka kewajiban orang tersebut tetaplah 4 rakaat dan tidak menjadi 2 rakaat walaupun dia safar. Karena beban 4 rakaat adalah beban pada saat dia mukim.

Dan apabila seseorang tertinggal sholat yang 4 rakaat dalam safarnya, apabila dilakukan dalam keadaan safar maka menjadi 2 rakaat, namun apabila dilakukan setelah selesai safar dan sudah sampai atau dalam keadaan mukim, maka kembali menjadi 4 rakaat.


*Syarat Yang Keempat*

((وأن ينوي القصر مع الإحرام.)) 

4. Meniatkan qashar tatkala takbiratul ihram.

Karena asal dari sholat adalah menyempurnakan menjadi 4 rakaat, maka apabila tidak berniat untuk qashar, maka wajib untuk menyempurnakan menjadi 4 rakaat kembali kepada asal.


*Syarat Yang Kelima*

((وأن لا يأتم بمقيم.))

5. Tidak bermakmum dengan imam yang mukim.

Apabila seorang musafir bermakmum bermakmum dengan imam yang mukim, baik sebagian rakaat ataupun seluruhnya, maka seorang yang musafir wajib untuk menyempurnakan sholatnya sebagaimana Imam yang mukim.

Demikian yang dapat disampaikan, semoga bermanfa'at.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
____________________________

◆ Mari bersama mengambil peran dalam dakwah...
Dengan menjadi Donatur Rutin Program Dakwah Cinta Sedekah

⑴ Pembangunan dan Pengembangan Rumah Tahfizh 
⑵ Support Radio Dakwah dan Artivisi
⑶ Membantu Pondok Pesantren Ahlu Sunnah Wal Jama'ah di Indonesia

📝 Silakan mendaftar di : 
http://cintasedekah.org/ayo-donasi/

*Hidup Berkah dengan Cinta Sedekah*
🌎www.cintasedekah.org
👥 https://web.facebook.com/gerakancintasedekah/
📺 youtu.be/P8zYPGrLy5Q
-----------------------------------------