Laman

Keutamaan Silaturarhim (bagian 1)

 BimbinganIslam.com
Senin, 27 Sya'ban 1436 H / 15 Juni 2015 M
 Ustadz Firanda Andirja, MA
 Kitābul Jāmi' | Bab Al-Birru (Kebaikan) Wa Ash-Shilah (Silaturahim)
 Hadits 1 | Keutamaan Silaturarhīm (bagian 1)
⬇ Download Audio dan Transkrip
Download File Audio
~~~~~~~~~~~~
KEUTAMAAN SILATURRAHĪM (BAGIAN 1)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رسول الله صلى الله عليه و سلم: مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ (أخرجه البخاري)
Dari Abu Hurairah radhiyallāhu 'anhu berkata: Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa senang untuk dilapangkan rizki dan dipanjangkan umurnya, maka jalinlah tali silaturahim (hubungan antar kerabat)." (HR. Bukhari)
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Bismillahirrahmānirrahīm,
Alhamdulillāh, wash shalātu was salāmu 'ala Rasūlillāh.
Ikhwan dan akhwat,
Kita masuk dalam  bab yang baru yaitu bab "Al-Birr wa Ash-Shilah" (berbuat kebaikan dan menyambung silaturahmi)
Sebelum kita membahas hadits-hadits yang berkaitan dengan silaturahmi, ada yang perlu diingatkan.
① Yang pertama.
Banyak orang yang salah menggunakan istilah yaitu menggantikan istilah ziarah dengan silaturahmi.
Seperti tatkala seorang hendak mengunjungi saudara, teman atau ustadznya, dia mengatakan:
"Kita silaturahmi kepada ustadz," atau, "Kita silaturahmi ke rumah teman."
Padahal itu maknanya bukan silaturahmi.
Silaturahmi adalah menyambung kekerabatan.
Padahal kita dengan teman atau ustadz tidak ada hubungan kekerabatan.
Yang benar adalah kita menziarahi ustadz atau teman.
Kenapa demikian?
Karena Allāh dan syari'at membedakan antara "silaturahmi" (menyambung kekerabatan) dan "ziyāratul ikhwān" (mengunjungi teman).
Antara silaturahmi dengan ziarah berbeda, pahalanya juga berbeda.
Masing-masing memiliki kedudukan, akan tetapi silaturahmi memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada sekedar ziarah.
Istilah ini yang sering beredar di tanah air kita yaitu mengganti istilah ziarah dengan silaturahim, padahal ini adalah salah dan harus kita perbaiki.
Silaturahim mendatangkan pahala-pahala yang istimewa sebagaimana nanti dijelaskan.
Di antara pahala silaturahmi, firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:
وَٱلَّذِينَ يَصِلُونَ مَآ أَمَرَ الله بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ
ِ
"Dan orang-orang yang menghubungkan (menyambungkan) apa-apa yang Allāh perintahkan supaya dihubungkan (disambung, yaitu silaturahim) "
(QS: Ar-Ra'du : 21)
Setelah menyebutkan beberapa amalan, lalu Allāh menyebutkan:
أُولَٰئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
"Bagi mereka kesudahan (tempat tinggal) yang terbaik."
(QS: Ar-Ra'du : 22)
جَنَّٰتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا
"(yaitu) surga ´Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama."
(QS: Ar-Ra'du : 23)
Ini menunjukkan silaturahmi merupakan salah satu amalan yang luar biasa yang meyebabkan seorang bisa masuk surga.
Terlalu banyak hadits yang berkaitan dengan silaturahmi yang menyebutkan keutamaan menyambung silaturahmi dengan ibu, ayah, bibi, dan kerabat-kerabat lain secara umum.
Oleh karenanya jangan disamakan antara "silaturahmi" dengan "ziyāratul ikhwān atau akhwāt".
② Perkara yang kedua.
Apa makna ar-rahim (kerabat) ?
Kepada siapa kita harus bersilaturahmi ?
Kerabat bisa kita klasifikasikan menjadi tiga :
❶ Kerabat dari azhār (keluarga istri). Misal: ipar, mertua dll.
❷ Kerabat dari sepersusuan, misal saudara sepersusuan, kakak sepersusuan, ayah sepersusuan dll.
❸ Kerabat dari nasab, yaitu yang punya hubungan darah, misalnya saudara satu kakek dll.
Mana diantara tiga ini yang kita harus bersilaturahmi ?
Yang dimaksud dengan silaturahmi adalah yang menyambung hubungan karena nasab atau hubungan darah, yaitu yang no.3.
Menyambung (berbuat baik) kepada kerabat istri tidak dinamakan silaturahim, tetapi kita dianjurkan berbuat baik secara umum kepada manusia terlebih lagi yang punya hubungan dengan kita, meskipun bukan hubungan rahim, seperti kakak istri, adik istri, mertua.
Kita berbuat baik kepada mertua atau ipar bukan berarti silaturahim, tapi silaturahim dari sisi istri kita (istri kita yang bersilaturahim).
Kalau kita berbuat baik kepada mertua maka secara zatnya tidak dikatakan silaturahmi, tetapi mudah-mudahan kita mendapat pahala silaturahmi karena kita membantu istri kita untuk bersilaturahmi dengan ayah dan ibunya.
Karena asalnya bukan dari rahim yang sama.
Kemudian, yang berkenaan dengan saudara sepersususan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يَحْرُمُ مِنْ الرَّضَاعَ مَا يَحْرُمُ مِنْ النَّسَبِ
“Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari nasab.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Yang Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam maksudkan dalam hadits ini adalah yang berkaitan dengan pernikahan.
Yaitu, yang menjadi mahram karena nasab (hubungan darah), demikian juga sepersusuan bisa menjadikan mahram.
Akan tetapi Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam TIDAK mengatakan,
يَجِبُ مِنَ الرَّضَاعَ مَا يَجِبُ مِنَ النَّسَبِ
Yang wajib berlaku pada nasab juga berlaku pada sepersusuan.
Seandainya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata demikian, berarti kita wajib juga bersilaturahmi kepada saudara sepersusuan, akan tetapi Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak mengatakan demikian.
Maka kembali kepada hukum umum yaitu kita berusaha berbuat baik kepada seluruh manusia, terlebih lagi kepada orang-orang yang mempunyai hubungan sepersususan dengan kita, namun dia bukan termasuk dari ayat dan hadits yang memerintahkan silaturahim
Oleh karenanya, yang dimaksud dengan silaturahim adalah menyambung hubungan karena nasab atau darah.
In syā Allāh akan kita jelaskan lebih lanjut pada halaqoh berikutnya.
Assalāmu 'alaikum warahmatullāhi wabarakātuh.
______________________________
Sumber :
 Donasi Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004
 Saran atau Kritik silahkan sampaikan kepada kami melalui link berikut:
 http://www.bimbinganislam.com/kritikdansaran