Laman

Bekal-bekal Ramadhan

Sumber :
🌏 BimbinganIslam.com
📌01 Ramadhān 1436 H /18 Juni 2015 M
📒 Transkrip Video Singkat
🔊 Sumber: https://youtu.be/6PXxq1qBd1U
______________________________

~BEKAL-BEKAL RAMADHĀN~

Bulan Ramadhān adalah bulan yang ditunggu-tunggu oleh kaum muslimin, bulan dimana Allāh Subhānahu Wa Ta'āla menjanjikan pahala yang besar, bulan yang di malamnya ada Lailatul Qadr, bulan yang menyebabkan dosa-dosa dihancurkan.

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم رقي المنبر فقال : آمين ، آمين ، آمين ، فقيل له : يا رسول الله ، ما كنت تصنع هذا ؟ فقال: قال لي جبريل : أرغم الله أنف عبد أو بَعُدَ دخل رمضان فلم يغفر له ، فقلت : آمين ، ثم قال : رغم أنف عبدٍ أو بَعُدَ أدرك والديه أو أحدهما لم يدخله الجنة ، فقلت : آمين ، ثم قال : رغم أنف عبد أو بَعُدَ ذُكِرت عنده فلم يصل عليك ، فقلت : آمين. (رواه ابن خزيمة، رقم 1888،  واللفظ له، والترمذي، رقم 3545، وأحمد، رقم 7444، وابن حبان، رقم  908، انظر صحيح الجامع، رقم 3510 )

Dari Abū Hurairah radhiyallāhu 'anhu sesungguhnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam naik mimbar dan mengatakan: "Āmīn, āmīn, āmīn (semoga Allāh kabulkan). Seseorang bertanya kepada beliau: “Wahai Rasūlullāh, apa yang anda lakukan?” Beliau menjawab: “Malaikat Jibrīl berkata kepadaku: Semoga Allāh mencelakakan seorang hamba atau menjauhkannya, (yaitu) orang yang  mendapatkan bulan Ramadhān, tetapi dirinya tidak mendapatkan ampunan. Maka aku pun berkata: “āmīn” Kemudian (Jibrīl) mengatakan: “Celakalah seorang hamba atau dijauhkan, (yaitu) orang yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah salah satu dari keduanya, akan tetapi hal itu  tidak memasukkan ke surga.” Maka aku pun mengatakan, “āmīn”. Kemudian (Jibrīl) mengatakan lagi: “Semoga Allāh mencelakakan seorang hamba atau menjauhkannya, disebutkan namaku, tetapi dia tidak bershalawat kepada engkau.” Maka akupun berkata “āmīn”. (HR. Ibnu Huzaimah, 1888. Lafadz hadits berasal darinya, dan Tirmizi, no. 3545, Ahmad, 7444, Ibnu Majah, 908. Silahkan anda lihat Shahih Al-Jami, 3510)

Inilah 3 perkara yang disebutkan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang dido'akan oleh malaikat Jibrīl dengan kecelakaan dan di"āmīn"kan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yaitu salah satunya orang yang masuk bulan Ramadhān tetapi keluar bulan Ramadhān dalam keadaan dosanya belum terampuni.

Kenapa bisa demikian?

Karena dia tidak menganggap bulan Ramadhān sebagai bulan yang istimewa, dia menganggap bulan Ramadhān sebagai bulan bermalas-malasan, bulan mencicipi makanan, bahkan hanya mengisinya dengan tidur.

Lalu bagaimana yang seharusnya dilakukan dibulan Ramadhān?

• PERTAMA •
Bersungguh-sungguh didalam beribadah.

Yang pertama dilakukan ketika sudah mulai masuk bulan Ramadhān adalah shalat Tarāwīh, maka bersungguh-sungguhlah dalam shalat Tarāwīh.

Adapun hukum shalat Tarāwīh adalah sunnah tetapi tidak pantas seorang muslim meninggalkannya. Sebab Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

تِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhān karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759, dari Abu Hurairah).

• KEDUA •
Hendaknya dia harus berniat berpuasa dimalam harinya.

Jika puasa sunnah diperbolehkan jika berniat di siang harinya, adapun puasa Ramadhān harus berniat dimalam hari sebelumnya.

Hadits dari Hafshah, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

“Siapa yang belum berniat di malam hari sebelum Shubuh, maka tidak ada puasa untuknya.” (HR. An-Nasāi no. 2333, Ibnu Majah no. 1700 dan Abu Daud no. 2454. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha'īf, Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini).

• KETIGA •
Hendaknya tidak kita tinggalkan makan sahur.

Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Mālik radhiyallāhu 'anhu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً

“Makan sahurlah, karena dalam sahur itu terdapat barokah” (HR. Bukhari 1923 dan Muslim 1095)

KEBERKAHAN MAKAN SAHUR

Apa keberkahan makan sahur?

⑴ Mengikuti sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

⑵ Dengan sahur bisa memperkuat puasa.

⑶ Orang yang makan sahur dipuji-puji Allāh dan dido'akan malaikat.

Dari Abu Sa’īd Al Khudri, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

السُّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ

“Makan sahur adalah makan penuh berkah. Janganlah kalian meninggalkannya walau dengan seteguk air karena Allāh dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang makan sahur.” (HR. Ahmad 3: 44. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih lighairihi).

Shalawat Allāh yaitu pujian Allāh kepada orang yang makan sahur di hadapan malaikat. sedangkan shalawat malaikat adalah permohonan ampun dari malaikat untuk orang yang makan sahur.

Alangkah hebatnya orang yang makan sahur.

• KEEMPAT •
Disiang harinya kita wajib meninggalkan 5 perkara yang membatalkan puasa;

⑴ Makan & minum dengan sengaja.

⑵ Muntah dengan sengaja.

⑶ Haidh atau nifas

⑷ Infus zat makanan.

⑸ Berjima' dengan sengaja.

Hendaknya seorang muslim meninggalkan pembatal-pembatal puasa.

Selain itu ada perkara yang tidak membatalkan puasa tetapi bisa mengurangi pahala puasa, diantaranya yaitu qawluz zūr (kata-kata dusta/palsu).

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan malah melakukan konsekuensinya, maka Allāh tidak pandang lagi pada makan dan minum yang ia tinggalkan.” (HR. Bukhari no. 1903)

Engkau tidak makan dan tidak minum tetapi lisanmu senantiasa ghibah dan berdusta maka puasanya tidak ada harganya. Mungkin gugur kewajiban puasanya tetapi pahala puasa tidak dia dapatkan.

Maka tinggalkanlah hal-hal yang bisa merusak puasa. Bahkan kalau ada orang yang menyakiti kita dan mengajak bertengkar maka katakanlah: "Saya sedang berpuasa".

Hal-hal yang diperbolehkan ketika puasa adalah:

⑴ Memasuki waktu shubuh dalam keadaan junub karena belum sempat mandi.

⑵ Berkumur-kumur, istinsyaq dan madhmadhah.

⑶ Berbekam
Nabi pernah berbekam dalam keadaan Beliau berpuasa.

⑷ Seorang suami mencium istrinya jika mampu mengendalikan hawa nafsu.

Dari 'Abdullāh bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallāhu 'anhumā dia berkata :

كُــنَّـا عِنْدَ النَّبِيِّ فَجَاءَ شَابٌّ فَقَالَ : "يَا رَسُولَ اللهِ أُقَـبِّلُ وَأَنَا صَائِمٌ ؟ " قَالَ : لاَ فَجَاءَ شَــيْخٌ فَقَالَ : "أُقَــبِّلُ وَأَنــَا صَائِمٌ ؟" قَالَ "  نَعَمْ  قَالَ فَـنَظَرَ بَعْضُنَا إِلَى بَـعْضٍ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ  قَدْ عَلِمْتُ لِمَ نَظَرَ بـَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ إِنَّ الشَّــيْخَ يَمْلِكُ نَفْسَهُ رواه أحمد و الطبراني

“Kami pernah berada di sisi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka datanglah seorang pemuda seraya berkata, “Ya Rasūlullāh, bolehkah aku mencium (istriku) sedang aku dalam keadaan berpuasa?” Beliau menjawab : “Tidak”, kemudian datang pula seorang yang sudah tua dan dia berkata : “Ya Rasūlullāh, bolehkah aku mencium (istriku) sedang aku dalam keadaan berpuasa?”, beliau menjawab : “Ya”, sebagian kamipun memandang kepada temannya yang lain, maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya aku mengetahui maksud kalian saling memandang satu sama lain, ketahuilah bahwasanya orang tua (lebih bisa) menahan dirinya” (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)

⑸ Mencicipi makanan asal tidak sampai ke tenggorokan.

⑹ Mandi/mengguyurkan air yang dingin di atas kepala.

Inilah sedikit bekal-bekal untuk menghadapi bulan puasa Ramadhān.

[Ust. Sulam Mustareja, LC]

_______________